Delapan bulan kemudian.
Man Se di sebuah rumah sakit menghadapi perjuangan antara hidup dan mati. Dia berjuang melahirkan bayi, anak Min Hyuk. Tak berapa lama kemudian pecah suara tangis bayi. Man Se masih lemah tak berdaya, bulir-bulir peluh membasahi wajah dan tubuhnya. Hilang rasa sakitnya berubah menjadi kebahagiaan yang luar biasa karena sudah menjadi seorang ibu walau sang ayah tak pernah tahu tentang keberadannya.
Man Se tinggal di Ganghwa bersama Min Ji. Mereka menumpang di rumah milik Bibi Woo Jin. Kehidupan mereka sebagai pendatang tidaklah mudah. Selama 8 bulan itu mereka bekerja sebagai penjual ikan di pasar. Setidaknya mereka beruntung ada yang menampung walau harus jauh dari kampung halaman.
"Aku ingin kembali ke Seoul," ujar Man Se suatu sore di ruang tamu. "Temani aku pulang ke sana. Walau sekadar melihat wajahnya saja," lanjut Man Se.
"Apa kau gila? Jiwamu bisa terancam. Kasihani bayimu," jawab Min Ji mengingatkan.
"Aku melihat di kabar online kalau Min Hyuk akan menikah dua hari lagi. Setidaknya aku ingin melihatnya dari dekat untuk yang terakhir kali," pinta Man Se.
Min Ji tak bisa berkata apa-apa lagi. Kasihan Man Se, apalagi nasib si Bayi, seharusnya Min Hyuk tahu kalau Man Se sedang mengandung anaknya.
***
Hari H pernikahan. Min Hyuk sudah siap dengan baju pengantinnya, sedang berfoto-foto bersama Seo Woo dan teman-teman alumni kuliahnya. Seo Woo melihat Min Hyuk sedih dan kurang semangat dalam menghadapi pernikahan. Di ruang lain Hong Sun Hwa juga sedang mempersiapkan dandanannya. Wajahnya ceria.
Pernikahan mereka sudah beberapa kali tertunda karena Min Hyuk yang meminta. Saat ini tak ada alasan lagi untuk menunda pernikahan dengan Hong Sun Hwa demi menghadapi pemilihan direksi baru perusahaan. Jumlah saham dan suara keluarga Hong benar-benar akan mempengaruhi suara dewan direksi. Min Hyuk mengalah dengan keputusan ayahnya. Apalagi sejak bertengkar dengan Min Hyuk, penyakit jantung Tuan Kang kambuh lagi. Min Hyuk dilema.
***
Man Se benar-benar pulang ke Seoul. Min Ji sudah menasihati, tapi dia tetap keras kepala. Suasana di perjalanan tidaklah menyenangkan. Man Se banyak melamun dan diam. Min Ji salah tingkah dan bingung harus berbuat apa untuk menghibur Man Se yang sedih. Sampai akhirnya Man Se menghentikan mobil sewanya di sebuah tebing di pinggir danau. Pemandangannya bagus.
Man Se keluar dari mobil dan berjalan menuju pinggir tebing. Min Ji khawatir kalau saja Man Se punya niat bunuh diri, tapi lama menunggu, yang dikhawatirkannya tak terjadi. Man Se masih berdiri tegak sambil melipat tangan di dada, diam melihat danau. Mereka melanjutkan perjalanan menuju Seoul.
Sesampainya di gedung tempat pernikahan, Man Se ragu-ragu melangkah. Ditetapkan hatinya sambil menghembuskan napas panjang. Man Se melangkah masuk. Dari jauh sudah terlihat Min Hyuk bersama papa dan mama angkatnya sedang menyambut tamu yang datang. Tak dillihatnya Seo Woo. Man Se hanya mengintip dari balik dinding. Keberaniannya runtuh, dan bulir bening mulai menetes. Dia berbalik, lalu berlari pergi.
Ketika menuruni tangga gedung, Man Se tak menyadari ada Seo Woo yang sedang berjalan masuk ke dalam gedung. Man Se terus berlari sambil menangis. Seo Woo seperti antara percaya tak percaya melihat sosok Man Se. Dia pun berlari mengejar Man Se. Seo Woo kehilangan jejak Man Se yang berbelok ke sebuah jalan, karena terhalang orang yang sedang mengangkut kaca.
Man Se sampai di sebuah kedai. Di sana dia minum-minum sampai mabuk. Saat keluar kedai dia berjalan sempoyongan dengan sebotol soju. Dia berusaha untuk tetap sadar diri, lalu masuk ke sebuah gedung perkantoran yang belum jadi. D tengah hiruk pikuk kota Seoul, orang-orang hanya memperhatikan tingkah Man Se yang menceracau tak karuan, kemudian tak peduli.
Man Se bisa naik elevator menuju roof top dengan susah payah. Dia sempoyongan, lalu berusaha naik ke dinding pembatas. Angin bertiup keras menerpa. Man Se menangis sejadi-jadinya.
Man Se mencoba berdiri dan limbung. Di bawah gedung terlihat lampu jalanan terang benderang. Orang-orang lalu lalang. Man Se merasa begitu sepi, sendirian, dan hampa.
Lalu, tubuhnya pun melayang. Jatuh.
Setan membisikkan kejahatan-kejahatan dalam hati manusia macam Hong Sung Hwa dan Kang Min Jung. Mereka orang-orang yang bak bola dipakai mainan anak-anak setan. Dilempar kesana kemari tanpa bisa menolak dan mengikuti syahwat jahatnya untuk menyakiti manusia yang lain. Sang Setan telah berhasil menghancurkan satu jiwa manusia yang rapuh menjadi berkeping. Tak cukup hanya sekali, tapi berkali-kali Setan akan mengganggu manusia-manusia yang lemah jiwanya.