webnovel

The President's Baby

Warning alert! Area 21+ Bocil dilarang keras membaca. Mengandung banyak adegan mature, dengan segala gaya dan kata-kata kotor. Masih maksa baca, silakan saja. Awalnya Felicia atau yang biasa dipanggil Noel hanya ingin kesembuhan sang kakak terjamin setelah kehilangan kedua orang tuanya karena sebuah kecelakaan. Namun biaya untuk menopang hidup sang kakak tidak semurah itu, belum lagi harta benda keluarganya yang diambil alih tanpa kabar. Tabungannya pun sudah habis tak tersisa, untuk membayar biaya pemakaman dan perawatan selama sang kakak terbaring koma. Hingga akhirnya ia tidak punya pilihan dan nekat bekerja di sebuah tempat yang tidak pernah terbayang dalam seumur hidupnya. Sebuah club. Ya, akhirnya ia memutuskan untuk menggunakan dirinya agar cepat menghasilkan uang. Namun, ia tidak menyangka jika itu adalah awal ia bertemu sang Presdir, sosok pria tampan dan dingin yang berani membayarnya mahal, lalu parahnya menawarkan kontrak kepadanya sebagai budak. Ia tidak punya pilihan, hanya demi kesembuhan sang kakak ia merelakan segalanya. Sedangkan Elnathan Gael Robinson adalah seorang Presdir yang diberkahi wajah tampan serta otak cemerlang, menjadikannya sosok pria yang diminati dengan barisan wanita siap memberinya kehangatan. “Jangan sampai mencintaiku apalagi hamil, karena kalau itu terjadi maka kau harus pergi dari sini.” Elnathan Gael Robinson. “Baiklah aku bersedia.” Felicia Noela Stuward. Lalu, bagaimana kehidupan Noel setelahnya? Karena pada akhirnya ia hamil, padahal jelas jika itu akhir dari riwayatnya dan seharusnya ia pun tahu, jika perjanjiannya dengan sang Presdir adalah sebatas Tuan dan budak sex. Namun, kenapa ia masih nekat mempertahankan kehamilannya? Alhasil, ia harus meninggalkan sang Presdir untuk menjaga anaknya, dari perjanjian yang telah disepakatinya. Banyak perjuangan yang harus dilakukan karena kehamilannya dan perginya ia dari sisi sang Presdir. Dimulai dari mencari sang kakak yang menghilang dari hidupnya, harta keluarganya yang harus kembali diambilnya, serta anak yang akhirnya terlahir dan membuatnya harus lebih tegar menjalani hidup. Lalu, apakah benar sang Presdir akan membiarkannya pergi begitu saja sesuai dengan perjanjian? Terlebih ada rasa cinta yang diam-diam mulai tumbuh di hati sang Presdir itu sendiri. Ikuti kisahnya di sini…. Follow IG Author @haruali9

Haru_lina · perkotaan
Peringkat tidak cukup
29 Chs

Kuliah Ya....

Kensington Aldridge Academy, London.

Keesokan harinya…

Kelas dengan suasana sunyi itu berakhir dengan suara grasak-grusuk ketika bel tanda berakhir masa sekolah terdengar.

Seorang guru pengawas segera meninggalkan ruangan, menyisakan para murid yang kini sedang membereskan perlengkapan sekolah mereka.

Di salah satu meja tampak seorang siswi yang sedang memasukan peralatan tulisnya ke dalam tas, mengabaikan bisik-bisik atau bahkan suara obrolan yang terdengar merencanakan pergi ke suatu tempat.

Dulu, saat orang tua dan kakaknya belum terkena musibah ia akan menjadi salah satu di antara mereka, tapi sayang saat ini tidak bisa. Sebab, dunianya saat ini telah berubah, dengan roda yang tiba-tiba saja membuatnya berada di tempat paling rendah.

Ia memberanikan melirik ke arah sekumpulan remaja itu berada, kemudian kembali menunduk dan berusaha untuk tidak lagi memikirkan dunianya yang dulu.

Sebaiknya aku bergegas, aku harus segera mencari kamar sewa dan ke kafe setelahnya, batinnya.

Maka dengan begitu, ia bergegas memasukan sisa peralatannya, tanpa tahu jika di belakang ada sebuah tangan yang kini menepuk pundaknya.

Puk!

Ia berjenggit kaget, menoleh ke belakang dan menemukan sahabatnya yang kini menatapnya khawatir.

"Ada apa?" tanyanya berusaha mengulas senyum.

"Noel, apakah kamu baik-baik saja?"

Huh!?

Noel, benar sekali.

Ia adalah Noel, yang kini mengangguk seakan meyakinkan sahabat satu-satunya yang tahu bagaimana keadaannya saat ini.

"Kamu tampak buru-buru, mau kemana?"

Pertanyaan kembali diterima, Noel tahu sahabatnya tidak akan puas hanya dengan jawaban berupa anggukan atau senyum. Maka itu, ia pun membalik tubuhnya menghadap si gadis manis yang dari kecil sudah menemaninya.

"Aku baik-baik saja, Cat. Aku buru-buru karena harus…." Noel tidak segera melanjutkan, melainkan melirik kiri-kanan kemudian berbisik sambil memajukan wajahnya ke hadapan sahabatnya. "Aku harus bekerja, sebentar lagi lulus jadi harus mempertahankan kerja sampinganku ini agar keterima menjadi karyawan. Begitulah," lanjutnya menjelaskan.

"Kuliahmu bagaimana?"

Ada nada sedih di dalamnya, Noel yang merasakan itu menghembuskan napas dan tersenyum kecut ketika mendengar soal kuliah, sesuatu yang diimpikannya sejak lama.

Cita-citanya ingin menjadi lulusan seni kriya, tembikar dan khususnya keramik seperti mendiang papa. Tapi sepertinya cita-cita hanya akan menjadi angan indah, karena ada sang kakak yang harus dirawatnya dengan biaya lebih mahal.

"Kuliah? Um…, mungkin aku akan menundanya ketika ada biaya, Cat. Kamu tahu biaya untuk Kakakku lebih mahal," jawabnya menjelaskan.

Cat atau lengkapnya Catrine Herline menatap sahabatnya muram, kemudian menggenggam tangan Noel yang ada di atas meja dengan erat. "Kasih tahu aku kalau butuh bantuan, heum?" pintanya.

Noel mengangguk segera, hampir membuka bibirnya untuk membalas apa yang dikatakan sahabatnya, andai kata tidak ada seseorang memanggil namanya dari arah samping.

"Felicia Noela, kamu mau ikut kami ke kafe di dekat sini?"

Pasangan sahabat ini segera menoleh dan mendapati seorang gadis berpakaian modis yang dulu sering menjadi teman mainnya di kafe atau mall.

Noel sebagai yang ditanya menggeleng, memasang wajah menyesal saat mendapati tatapan kecewa itu. "Sorry, guys. Aku tidak bisa," jawabnya tidak enak.

"Kenapa kamu akhir-akhir ini jadi tidak pernah kumpul dengan kami? Tidak seru!"

"Iya, tidak seru."

"Maaf…." Noel yang mendengarnya hanya bisa mengulas senyum tipis, masih menatap dengan perasaan bersalah. Tapi untungnya Catrine segera menengahi, sehingga para gadis itu meninggalkan meja dan menyisakan seruan meledek.

Huuu….

Meskipun kesal dengan apa yang didapatnya, sebisa mungkin Noel tidak memperlihatkannya. Ia justru semakin tahu siapa yang pantas dijadikan teman main atau tidak dengan cara seperti ini.

Dan hanya Catrine yang masih setia dengannya, tanpa peduli meski akhir-akhir ini ia jarang bersama dan akan tetap mengerti serta menemaninya dalam keadaan apapun.

"Jangan diambil hati, bagaimana kalau malam ini aku menjenguk Kak San?" hibur Catrine mengalihkan pembicaraan.

Noel seketika tersenyum senang, mengangguki apa yang dikatakan sahabatnya tanpa menunggu lama. "Oke! Aku akan menyambutmu kalau jadi," sahutnya antusias.

"Um…, tentu saja!"

Noel memajukan tubuhnya, kemudian memeluk Catrine yang balas dengan erat. Keduanya saling menepuk punggung satu sama lain, sebelum akhirnya melepas dan tertawa bersama.

Kelas itu sudah sepi, menyisakan keduanya yang memutuskan untuk sama-sama membereskan perlengkapan sekolah dan meninggalkan tempat mereka menghabiskan waktu belajar.

Koridor yang dilalui keduanya ramai dengan banyak siswa dan siswi, tapi Noel yang jalan bersama Catrine mengabaikannya dengan berbincang sepanjang jalan. Hingga akhirnya sampai juga mereka berpisah, ketika sebuah mobil berhenti di depan keduanya dan dari jendela yang terbuka tampak seorang pria sebagai pengendara.

"Hans! Kamu jemput aku?"

Noel menatap bergantian antara sahabatnya dengan pria di dalam sana yang mengumbar senyum, pria itu tampan dan tampak ramah dengan lesung pipi ikut terlihat.

"Cat! Masuklah, aku buru-buru ada kuliah lagi. Aunty bilang tidak bisa jemput dan aku diminta menjemputmu. Temanmu sekalian diantar?"

Gelengan kepala segera diberikan sebagai jawaban, bahkan sebelum sahabatnya mengajaknya untuk pulang bersama dan itu membuat si gadis manis cemberut.

"Noel…. Kamu menyebalkan sekali," gerutu Catrine.

"Aku tidak usah, nanti merepotkan. Sebaiknya kamu cepat masuk, kamu tidak dengar apa yang dikatakan kakak di dalam sana?" balas Noel sambil mendorong bahu Catrine agar segera masuk.

"Iya, iya, dasar menyebalkan."

Pria yang dipanggil Hans oleh Catrine ini hanya bisa menatap dalam diam, melihat bagaimana paras cantik teman wanita sepupunya dengan hati tiba-tiba berdesir.

Ya, meskipun harus rela kaget, karena ia tidak menyangka sampai melamun ketika menatapi wajah gadis cantik di luar sana.

Ceklek!

"Hans! Seharusnya kamu jangan jemput aku kalau sibuk."

"Bawel, bukannya bilang terima kasih," gerutu si sepupu—Hans.

Catrine mendengkus, kemudian kembali menoleh ke samping dan melambaikan tangannya sebagai perpisahan dengan sahabatnya.

"Noel! Hati-hati ya…."

"Aye-aye kapten!" Noel mengangguk, memasang pose menggemaskan tanpa tahu jika Hans yang melirik menikmati dalam diam apa yang dilakukannya.

"Bye!"

"Bye!"

Brumm…

Dan setelahnya mobil itu meninggalkan halaman sekolah, serta Noel yang perlahan menurunkan tangannya dengan hembusan napas kecil.

"Baiklah, saatnya kita mencari kamar sewa dan setelahnya bekerja. Semangat, Noel!" bisiknya menyemati diri.

Ia pun turut meninggalkan halaman luas itu dengan berjalan kaki, menikmati setiap pemandangan di sekolah yang sebentar lagi akan ditinggalkannya ketika hari kelulusan tiba, hanya sekitar beberapa minggu dan ia akan lulus serta bisa bekerja penuh waktu.

Sementara itu, di mobil yang ditumpangi Catrine, terdengar obrolan dari keduanya yang akrab, mengingat mereka adalah sepupu yang hanya terpaut usia 2 tahun.

Hans kuliah di Royal Collage Arts dan Catrine juga berencana akan melanjutkan kuliah di sini. Tadinya sih ingin bersama Noel, tapi sayang sepertinya bayangan indah itu tidak akan terjadi mengingat keadaan sahabatnya saat ini seperti apa.

"Cat, yang tadi itu siapa namanya?"

Huh?

Bersambung