webnovel

The Lovely One

Starla selalu menjadi gadis baik-baik bagi orang tuanya, sampai di saat teman-temannya mulai memiliki kekasih, ia mulai merasa kesepian dan iri. Starla ingin merasakannya juga, tapi pemuda-pemuda di sekolahnya tidak menaruh suka padanya karena ia dari keluarga terpandang. Ada anak baru di sekolahnya takkan berpengaruh baginya, benar?

Nona_ge · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
309 Chs

Hukuman Pertama

"Kalian kerjakan dua soal ini, kalau sudah selesai, kalian bisa maju, kalau benar akan dapat nilai lebih dari Bapak."

"Ya, Pak."

Setelahnya suasana kelas hening, semuanya mulai sibuk menghitung, kecuali Starla yang sejak tadi tidak fokus, melihat soal apa yang harus dikerjakan olehnya.

Soal pertama : tentukan nilai dari sin 105° + sin 15°

Soal kedua : buktikan bahwa sin4 α – sin2 α = cos4 α – cos2 α

Starla menulis soal tersebut di bukunya, dan mulai mengerjakannya, karena tidak fokus, ia melihat lagi contoh dari Pak Agus. "Ini buruk, aku tidak mengerti..." gumamnya putus asa.

"Ya!" Luna yang berada di sampingnya menyahut. "Kepalaku rasanya meledak!" serunya frustasi. "Kenapa ini harus terjadi padaku... ?" kini nadanya sedih. "Aku benci trigonometri."

Starla tidak menjawab, ia justru menyukai matematika, ketika berhasil memecahkan soal yang begitu sulit itu menjadi kepuasan tersendiri baginya apalagi ia yang menjadi orang pertama yang memecahkannya, bagai terbang di langit.

Sekarang? Pikirannya tidak fokus, karena pemuda itu.

"Aku harus mengerjakan ini." Luna menyemangati dirinya. "Aku tidak mau Pak Agus mengomel dengan bahasa sundanya."

Starla tertawa kecil. "Abni anu tambah pinter. Aranjeun tetep bodo." (Aku yang tambah pintar, kalian tetap bodoh.)

"Sstt! La jangan keras-keras." seru Luna. "Nanti Pak Agus bisa dengar."

"Maaf deh, tapi aku tidak bisa menahan diri, meski itu sindiran buat kita, tapi itu lucu bagiku." kata Starla. "Pak Agus sampai putus asa mengajar kelas kita sampai soal yang dia buat dikerjakan sendiri."

"Starla, Luna, ada yang mau kalian bagi pada Bapak?" tanya Pak Agus.

Starla dan Luna membeku di tempat, mereka saling melirik satu sama lain.

"Maaf, Pak," kata Starla.

"Kerjakan yang benar."

Starla mengembuskan napasnya, dan melihat kembali tulisan di bukunya. "Sin 150°..." baru memulai, pikirannya balik lagi menunjukan wajah pemuda itu. "Sin 15°..." tidak mau lagi terperdaya, ia mencoba fokus bahkan bulir keringat mulai muncul di pelipisnya.

'Senang berbicara denganmu, Starla-san...' suara lembut pemuda itu terbayang lagi, kali ini ia merasa pemuda itu berbisik padanya yang membuat tubuhnya merinding aneh.

Jangan menyerah, itu akan pergi. "Sin4 a..."

'Maaf jika ucapanku membosankan.'

Starla tidak tahan lagi. "Keluar dari kepalaku!" serunya frustasi.

Teriakannya membuat seisi kelas terkejut bahkan Pak Agus yang sedang mengecek jawaban salah satu murid tak luput dari itu.

Starla menyadari apa yang dikatakannya terlalu keras, ia melirik Pak Agus ragu-ragu dan panik melihat ekspresi Pak Agus tampak marah.

"Starla Annora, sudah dua kali kau mengacau di kelas, berdiri di luar kelas sambil sebelah kakimu di angkat." perintah Pak Agus tegas.

"Tapi Pak, aku tidak sengaja." Starla berusaha membela diri.

"Keluar, Starla." Pak Agus tidak goyah sedikit pun, walaupun Starla memiliki reputasi baik di pelajarannya, ia tetap takkan tebang pilih pada murid yang berbuat kekacauan.

"Tapi—"

"Ceuk urang nangtung diluar!" (Berdiri di luar, aku bilang)

Starla panik, jika Pak Agus sudah berbicara bahasa sunda itu berarti Gurunya itu sudah naik pitam, ia segera bangkit dari duduknya, dan berjalan ke luar kelasnya pasrah.

"Yang kuat, La." bisik Luna menyemangati.

Starla tidak menjawab, tidak mau membuat Luna ikut ke dalam masalahnya.

'Hukuman pertamaku di sekolah dan ini karena lelaki.'

Starla mengangkat sebelah kaki kanannya ketika Pak Agus datang untuk mengeceknya; ia masih tidak percaya dirinya kalah dengan perasaannya dibanding logikanya terlebih lagi di jam pelajaran favoritnya.

Kekecewaan ganda.

Starla pernah merasakan jatuh cinta akan tetapi tidak separah ini—ia terkesikap pelan, barusan ia mengakui telah jatuh cinta pada pemuda itu? Ia menepuk keningnya. "Apa sih yang aku pikirkan." ucapan Luna melintas di kepalanya.

'Mungkin logikaku melawan naluriku jadi dia memberontak untuk mendapat pengakuan dariku?'

Mungkin ini yang dimaksud proses penerimaan yang dikatakan Luna.

"Apa yang aku pikirkan..." gumam Starla. "Sudah selesaikan saja hukuman ini yang entah berapa lama..." lanjutnya sedih mengetahui tidak bisa belajar matematika.