webnovel

The Losing Time (Vampire origin)

Marry Shania tidak menyadari dengan siapa ia tinggal selama berbulan-bulan disebuah Rumah Kastil peninggalan neneknya di kota kecil bernama Mountela tanpa cahaya. Ia tidak peduli asalkan ia dapat berlari dari Gober, pamannya yang sedikit gila. Sikap cuek dan pemberani membuat ia tak takut ketika para pelayan pria atau wanita berkulit pucat pasi bermuka kelam tanpa ekspresi menyediakan apapun yang ia butuhkan. William Dimitri. Awal kehadiran Marry Shania yang membuat keributan dikediamannya tak membuatnya goyah untuk keluar dari ruang persembunyiannya. Hati yang dingin dalam kegelapan yang mencekam. Luka itu masih terasa merambas basah kedalam hati dan jiwanya, walau parut luka sudah lama sirna sejak Rosalina Lily Sang Ratu Vampir meninggalkannya. Akankah William Dimitri kembali ke istana? Atau ia akan terjerat cinta gadis manusia Marry Shania?

AirishSsinz · Fantasi
Peringkat tidak cukup
6 Chs

Marry Shania

Kembali sarapan ditemani roti dan secangkir susu yang entah siapa yang memeras. Sudah tiga bulan di Rumah Kastil Mountela tak ada yang menyapa Marry Shania terlebih dahulu seorangpun. Mereka akan menjawab singkat dengan ekspresi datar saat ia bertanya tanpa memandang atau hanya sedikit melirik dengan wajah pucat pasi mereka. Mungkin juga alasannya karena mereka membencinya setelah ia memaksa menerobos masuk ke dalam Rumah Kastil itu. Tapi dimana letak kesalahannya? Bukankah itu rumah peninggalan neneknya Teresa Liam. Mereka mengijinkan Marry masuk saat seseorang yang mereka panggil Tuan entah Paduka mengijinkan ia masuk. Apa-apaan ini, di jaman modern seperti ini, siapa orang yang memiliki sindrom menjadi bangsawan kerajaan dan mengaku-ngaku memiliki bangunan neneknya. Ia akan mengurus akte resmi kepemilikan Rumah Kastil neneknya pula setelah pamannya Gober yang sedikit gila memberikan hak warisnya pada saat usianya tepat menginjak berusia 18 tahun. Hanya 2 bulan lagi, ia harus tetap bertahan di Rumah Kastil ini. Hanya Rumah Kastil ini yang ia yakini paman Gober tidak akan terpikir untuk datang, apalagi neneknya sempat memberi petunjuk untuk ia datangi Rumah Kastil unik ini jika ia mendapat masalah dikemudian hari setelah kedua orang tuanya meninggal, dan benar saja Teresa neneknya benar, pada akhirnya ia datang juga kemari karena masalah pamannya yang gila, untuknya ia akan tetap bertahan di Rumah Kastil walau bagaimanapun keadaannya. Dimana orang yang mengaku-ngaku yang mereka panggil Tuan, Paduka itu? Sampai saat ini ia belum pernah melihat batang hidungnya sedikitpun, namun dari sikapnya sepertinya ia terdengar seperti pria tua yang banyak memerintah.

"Salbi. Bisa kau katakan kembali pada tuan padukamu untuk sedikit memberi lebih penerangan disetiap lorong rumah ini. Aku sedikit kesulitan. Bahkan setiap belajar aku harus pergi ke halaman belakang agar terang. Aku tidak terbiasa hidup remang-remang." Pinta Marry untuk kesekian kalinya, tapi sepertinya tetap tak ada respon sedikitpun. untungnya jika malam hari sinar handphone selalu bisa menerangi kemanapun ia pergi. Apa ia yang harus berbicara langsung pada orang yang disebut tuan paduka tersebut untuk membicarakan masalah ini.

"Ya," jawab Salbi, seorang gadis yang ia rasa umurnya tidak jauh darinya. Dibanding yang lain, hanya Salbi yang ia anggap mempunyai wajah yang paling ramah, walau pucat ia tetap cantik.

"Baiklah terima kasih, dan terima kasih untuk sarapannya," ucap ramah Marry walau tidak ditanggapi respon apapun, sedikit senyum harap Marry mungkin. Tapi Terserahlah. Lebih baik ia pergi ke halaman belakang untuk kembali mengerjakan essai kuliahnya. Bersyukurlah karena wabah penyakit yang mendunia membuatnya tidak harus datang selama beberapa waktu ke kampus, membuat pamannya Gober dan antek-antek rentan untuk menemukan dirinya.

Mimpi itu lagi, dan mimpi itu lagi. Nampak sangat nyata hingga membuatnya terbangun. Sudah beberapa hari Marry tak berhenti bermimpi, seolah ada seorang pria yang memperhatikannya sangat intens jauh didalam kegelapan. Bulu kuduknya jadi merinding. 'Siapa?' Auranya sangat sangat kuat namun berbeda dengan manusia, memikirkannya saja rasanya sangat menakutkan. Pria itu menatapnya dengan sorot mata yang sangat tajam seolah ingin memangsanya.

Apa semua orang ingin membunuhnya? Pikir Marry Shania.

"Marry__"

Suara itu.

Sebuah suara seakan menggema menelusup masuk rendah dan berat kedalam pikirannya, kembali memanggil namanya. Suara pria itu? Membuat Marry Shania menyibakan kuat masuk ke dalam selimut menutupinya hingga atas kepala. Menggenggam erat agar tak terbuka. Lantas menyumpal dengan kuat telinga dengan kedua tangannya.

"Marry Shania___"