webnovel

SINCE HE CAME

21st January Monday, 15.05 P.M. Jennifer’s Shooting Location, London, UK.

“Jadi, bagaimana liburannya kemarin? Apa mereka semua baik padamu? apa mereka menjagamu dengan baik?” tanya ruby tanpa memberi jeda.

Jennifer sedang menghabiskan waktu istirahatnya sore hari ini dan ruby menghampirinya.

“Ruby,” jennifer mencoba memperingati ruby. “kau terlalu berpikir yang tidak-tidak. Justru aku bersyukur bisa mengenal mereka karena –entahlah, Roxanne seakan-akan mengerti apa yang kurasakan. Dia wanita yang menyenangkan dan dicintai banyak orang. Tak heran saat melihatnya begitu ramah padaku sebelum ini. dan, kau tahu, Roxanne dan suaminya adalah pasangan yang sempurna. Beberapa bulan lagi, Roxanne akan melahirkan anak pertamanya. Kuharap saat itu aku bisa melihat Roxanne melahirkan.” Jennifer berceloteh dengan nada riangnya.

Ruby sempat ternganga karena jennifer yang tampak senang setelah bertemu beberapa orang yang notabene asing untuknya. Bahkan ruby sendiri masih belum bertemu Roxanne dan felix secara langsung. Membuatnya terus berpikir yang tidak-tidak. Itu wajar mengingat jennifer yang sangat anti pada orang asing, sebelum ini.

“Tidak biasanya kau langsung menyukai orang saat pertama kali bertemu begini.” Ujar Ruby. Jennifer menoleh.

“Aku sudah mengatakannya padamu, Ruby. Roxanne berbeda. Dia ramah, baik hati, mengerti perasaanku –ah, intinya dia sangat sempurna.” Lago-lagi jennifer memuji Roxanne dengan senyumnya yang masih mengembang.

Ruby memicingkan kedua matanya. “Semenjak pria itu datang, sepertinya kau mulai berubah.” Celetuknya.

Jennifer mengangkat kedua alisnya, berusaha mencerna ucapan Ruby. “Apa maksudmu?”

Ruby menghela napas kasar dan berdiri sebelum berkata, “yah, tetap saja rasa kepekaanmu tidak pernah meningkat.” Sindir Ruby, lalu meninggalkan jennifer yang hanya mengedikkan bahunya tidak peduli.

*****

22nd January Tuesday, 10.25 A.M. Jennifer’s House, London, UK.

Jennifer baru saja kembali dari lokasi pembuatan video iklan untuk sebuah brand ternama. Hari ini, jennifer berniat mengunjungi rumah orang tuanya sejak terakhir kali mereka bertemu.

Jennifer segera mengambil ponsel, hendak menghubungi ruby.

“Halo, Ruby? Kau jadi mengantarku, kan?” tanya Jennifer.

“Astaga, Jenny. Maaf sekali. tiba-tiba direktur memanggilku kembali ke kantor dan meminta bantuan. Aku sedang mengurus beberapa hal di sini. Maaf aku belum memberitahumu tadi, ini sangat mendadak.”

Jennifer menganggukan kepala mengerti. “Ah, begitu. Baiklah, sepertinya kau akan sibuk sampai nanti,” kekeh Jennifer, berniat mengejek.

“Aku tahu maksudmu, jennifer.”

Jennifer tertawa. “Kalau begitu aku akan meminta arthur mengantarku saja. Lagipula dia tahu rumah daddy.”

“Arthur? bukankah kau akan mengganggunya nanti? Kenapa tidak minta robert saja?” usul Ruby.

“Hm, benar juga.”

Sejenak jennifer baru saja mengingat tentang robert. Pria itu sehari kemarin tidak menghubunginya. Tumben sekali.

“baiklah, kalau begitu aku akan menghubungi robert. Selesaikan saja pekerjaanmu. Bye.”

“Sepertinya liburanmu menyenangkan kemarin.” Kata Robert sembari menyetir mobilnya. Jennifer menoleh.

“Ya. mereka benar-benar mengajakku pergi ke alam.” Kekeh Jennifer kembali mengingat tempat-tempat yang ia kunjungi selama 2 hari di skotlandia.

“Mereka?” tanya Robert.

“Ah, aku kira kau sudah tahu. Ayolah, kau tidak akan berpikir aku berlibur berdua dengan arthur saja, kan? Dan memberi makan para wartawan? Aku belum senekat itu.” kekeh Jennifer.

Robert tertawa pelan. “Well, wartawan memang tidak bisa dipercaya. Jika aku punya kau kenapa aku harus percaya dengan mereka?” rayu robert, tertawa. Jennifer ikut tertawa merasa sudah biasa dengan rayuan robert seperti ini.

12.15 P.M. Everton’s Family Mansion, Cambridge, UK.

Jennifer baru saja keluar dari mobil saat sang ibu, Erica, langsung setengah berlari dan memeluk jennifer. Jennifer membalas pelukan rindu ibunya.

“Selamat datang kembali ke rumah, Nak.” Ucap ibunya. Jennifer tersenyum. Ya, rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali ia menginjakkan kaki di mansion keluarganya sendiri. Apa 3 tahun yang lalu? Ah, jennifer sendiri sudah tidak mengingatnya.

Robert menghampiri Erica dan jennifer seraya membungkukkan tubuhnya. “Halo, aunty.” sapa robert. Erica menoleh.

“Oh? Robert? Astaga, kau sudah dewasa sekarang. Sudah lama tidak melihatmu. Jennifer jarang pulang sampai lupa mengajakmu bermain kesini lagi.” Erica menghampiri robert dan memeluk tubuh tinggi robert.

Robert tertawa pelan. “Dia terlalu sibuk. Bahkan aku hanya bisa menemuinya beberapa kali.” Keluh robert dengan candaan.

Erica ikut tertawa, kemudian membawa robert dan jennifer masuk bersama.

“Ah, makan siang sudah siap. Tapi, daddymu belum pulang. Katanya, dia akan sampai sebentar lagi dengan teman kerjanya.” ujar Erica pada jennifer.

“Daddy terlalu sibuk.” Sahut Jennifer.

“kau tahu, kan dia sedang menggarap projek baru bersama teman kerjanya. sepertinya daddymu akan mengajaknya kemari.” Kata Erica.

Jennifer hanya menganggukkan kepalanya dan duduk di sebuah sofa, berdampingan dengan robert.

Dua pelayan wanita datang membawa minuman hangat dan beberapa camilan. Setelah meletakkannya, mereka menunduk hormat, dan pergi.

“Jadi, apa kau baru merindukan ibumu sekarang, hm?” sindir Erica. Jennifer tertawa.

Dengan manja, jennifer mendekati Erica dan menyandarkan kepalanya dengan sayang. robert yang melihatnya ikut tertawa seperti Erica.

“tentu saja tidak. Apa aku hanya akan datang saat aku sedang rindu saja?” kekeh jennifer.

“Oh? Lihat siapa yang mengatakannya, huh? Kau bahkan tidak akan ingat sudah berapa tahun kau meninggalkan rumah ini.” kilah Erica.

Jennifer mengedikkan bahunya. “Tapi, beberapa minggu yang lalu kita sudah bertemu.”

Erica menarik hidung jennifer hingga membuat jennifer mengadu kesakitan.

“Mom!”

Erica tertawa yang kemudian ikut tertular pada robert.

“Lihat, kan? Mungkin orang-orang akan melihat jennifer sebagai wanita sombong. Tapi, bagiku dia masih seperti gadis kecil yang manja.” Ujar Erica pada robert, dan pria itu menyetujuinya.

“Aku bisa lihat itu sekarang. Dia masih sama lucunya sejak dulu, aunty.” kata Robert. Jennifer melototkan matanya pada robert.

“Jangan berusaha membentuk sekutu dengan mommy, robert.” Ucap Jennifer dengan nada sarat peringatannya.

Robert mengangkat kedua tangannya seolah menyerah, namun ia menjulurkan lidahnya mengejek jennifer seraya berkata, “dasar gadis manja.”

Jennifer mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Baiklah, dia masih gadis. Tapi, dia tidak manja. Jika dia masih seorang gadis kecil manja kesayangan orang tuanya, mungkin dia tidak akan bertahan di kehidupan permodelannya saat ini. baru saja jennifer hendak berdiri dan menyerang robert, tapi sebuah suara menginterupsinya.

“Apa putri daddy masih menjadi gadis kecil yang nakal?”

Jennifer menoleh, melihat daddynya dan seorang pria muda yang berjalan di sampingnya.

“Dad –” teriakannya terpotong saat baru saja menyadari sosok pria muda itu.

“Arthur?”