webnovel

MEN IN BLACK

3rd February Sunday, 4.26 P.M. Edric’s Mansion, France.

Hari ini arthur menghabiskan waktunya berada di mansion Edric. Entah itu bersama edric atau tidak, ia hanya berada di dalam. Arthur mengambil ponselnya yang berdering di dalam saku celana jinsnya. Sebuah pesan dari pengawalnya di rumah jennifer.

Pengawalnya mengatakan jika mereka tidak melihat jennifer seharian ini hingga mereka mencari tahu keberadaan jennifer saat ini. Dan, arthur terkejut saat pengawalnya mengiriminya beberapa foto kegiatan jennifer dari semalam sampai siang tadi, dimana jennifer berada di rumah robert. Arthur mengeratkan genggaman pada ponselnya –berusaha menetralkan rasa marah, sesak, khawatir, dan segala hal yang membuatnya khawatir saat ini. ia kembali merasa tidak tenang.

Jika saja masalah ini sudah selesai, mungkin arthur sudah kembali ke London saat ini juga. Namun, ia masih merasa harus menyelesaikan masalah ini secepatnya bersama edric dan detektif swastanya. Sedikit lagi. sedikit lagi, dan ia akan kembali ke London untuk memastikan segalanya.

Arthur meletakkan ponselnya pada sebuah meja dan menoleh pada seseorang yang tengah memasuki ruangan. Kali ini, ia berusaha bersikap normal.

“Arthur? kau baik-baik saja?” tanya edric yang kemudian duduk di balik meja kerjanya.

Arthur tersenyum. “Aku baik-baik saja. Kenapa?”

Terdengar helaan napas dari edric. “Aku baru saja mendengar beritanya. Sepertinya mereka benar-benar sudah serius. Dilihat dari bagaimana pria itu memperlakukan jennifer, aku berpikir –”

“Kita harus menyelesaikan ini, Ed. Secepatnya. Aku tahu ada yang tidak beres dengan robert.” Sela Arthur, berdiri dari tempatnya dan menatap edric tajam.

Edric menyenderkan punggungnya dan bersedekap balik menatap arthur. “Beriksan aku satu alasan penting.”

Arthur memasukkan kedua tangannya pada saku celana jinsnya dan berjalan mendekati sebuah jendela kaca besar, menerawang jauh pemandangan di depannya. “Aku sudah mengatakannya padamu. jangan membuatku mnegatakannya lagi untuk yang ke sekian kalinya, Ed.”

Seharusnya, jawaban itu mampu membuat edric berhenti. Namun, edric malah tertawa.

“Ayolah, arthur. aku tahu itu bukan alasanmu yang sebenarnya. ah, aku tidak tahu kau sudah menyadarinya atau kau hanya menyangkalnya kenapa kau berbuat sejauh ini hanya untuk perempuan itu. kau bertindak seolah tidak ada yang lebih penting dari keselamatannya tapi berkata teman, teman, dan teman. Ingat, arthur. Tidak akan pernah ada kata teman untuk sepasang pria dan wanita.”

Edric mengucapkan serentetan kalimat yang terdegar sangat lugas dan tidak bisa terjawab lagi. arthur terdiam, merasa tertohok. Jika dipikirkan kembali, ia sudah termakan oleh ucapannya sendiri. Dalam diam, arthur memijit pelipisnya sampai terdengar suara pintu tertutup di belakangnya.

Arthur menoleh ke belakang dan kembali duduk di salah satu single sofa di sana. Ia kembali membuka ponselnya dan menuju aplikasi galeri. Tak sadar, ia terus menelusuri semua momennya bersama jennifer saat mereka berlibur bersama di Skotlandia. Arthur tersenyum melihatnya. Terlihat begitu bahagia. Tanpa beban. Terasa bebas.

*****

7.35 P.M. Jennifer’s House, London, UK.

Robert menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah jennifer. Keduanya turun dan berjalan berdampingan. Namun, tiba-tiba saja langkah kaki robert terhenti, membuat jennifer menoleh pada robert.

“Ada apa?” tanya jennifer saat melihat robert yang menoleh ke arah belakang mereka.

Robert tersenyum di depan jennifer. “Tidak. Ayo masuk.”

Begitu memasuki rumahnya, pelayan rumahnya menyapa dan mengambil tas tangan jennifer serta mantel tebalnya.

“Kau masih lapar?” tanya jennifer. “Aku bisa membuatkan sesuatu untukmu, kopi panas misalnya.”

Robert tersenyum. “Tidak perlu, sayang. kemarilah,” robert menggenggam tangan jennifer dan menariknya berjalan bersama menuju ruang tengah dan duduk bersama.

“Ayo kita bersanta seperti ini saja. Akan terasa lebih hangatdari kopi panas, bukan?” ucap robert, sembari menarik jennifer ke dalam pelukannya.

Jennifer tersenyum dan membalas pelukan robert. “Baiklah. Tapi, itu adalah tawaran terakhirku. Kau tidak boleh memintaku membuatkan camilan atau minuman untukmu malam ini.” ancam jennifer yang terdengar menggemaskan bagi robert.

Robert terkekeh dan menduselkan kepalanya pada kepala jennifer. “As your wish, Princess.”

Menit-menit selanjutnya, mereka hanya bersantai bersama dengan jennifer yang menjadikan paha robert sebagai bantalnya dan robert yang terus suka memiankan rambut jennifer yang tergerai bebas. Mereka mengobrol ringan sampai bercanda bersama.

“Omong-omong, akhir-akhir ini aku sering memergoki beberapa orang yang sama di sekitar rumahmu.” Ucap robert kemudian, membuka percakapan yang serius.

Jennifer mengernyit. “Hm? Siapa? Tetanggaku?”

Robert menggelengkan kepalanya. “Bukan. Aku tidak mengenal mereka. Dan kau pasti juga tidak mengenal mereka. Aku melihat mereka berkali-kali, bahkan aku pernah melihat mereka yang terlihat seperti sedang mengintai rumahmu.” Jelas robert kemudian.

Jennifer sontak terbangun dari posisi tidurnya. “Kau tidak sedang bergurau, kan?”

“Apa kita perlu memancing mereka untuk menampakkan diri malam ini juga?” tantang robert pada jennifer yang masih terlihat ragu. Jennifer pun menyetujuinya.

*****

“Jadi, apa rencanamu?”

Robert dan jennifer sedang berada di kamar tidur jennifer dan jennifer menunggu rencana yang tengah disusun robert untuk memancing orang-orang itu.

“Ini sederhana. Tapi, kau benar-benar harus melakukannya semaksimal mungkin. Kau paham?”

Ragu, jennifer hanya menganggukkan kepalanya dan mendengarkan baik-baik rencana yang sudah disusun Robert. Memang terdengar sederhana, tapi jujur saja jennifer malah merasa ketakutan karena ia harus melakukannya sendirian tanpa lampu-lampu yang menyala.

Jennifer dan robert segera menempatkan posisi mereka dan memadamkan semua lampu di rumahnya. Jennifer menarik napas dalam-dalam, berusaha menetralkan perasaan takut dan gugupnya yang menjadi satu. Bagaimana jika benar-benar terjadi sesuatu padanya setelah ini.

Dalam hati, jennifer terus merapalkan doa agar rencananya berhasil dan juga mendoakan dirinya sendiri. Menarik napas dalam, jennifer membuka matanya perlahan. Kemudian, dengan sekeras mungkin, ia berteriak selama beberapa kali seperti layaknya orang yang baru saja mengalami perampokan di dalam rumahnya.

Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Jennifer sempat merasa rencananya hanya omong kosong atau bahkan gagal. Namun, saat tiba-tiba saja ia mendengar suara pecahan kaca, ia terkejut bukan main. Ia segera menyalakan semua lampu di rumahnya dan berlari menuju sumber suara.

Dilihatnya dua orang dengan pakaian serba hitam yang jennifer duga penyebab rusaknya kaca jendela yang digunakan mereka untuk menerobos masuk. Jennifer ternganga hingga kedua orang itu menyadari keberadaan jennifer.

“Si –siapa kalian?!” seru jennifer gugup. Ia berjalan mundur dengan kedua kakinya yang bergemetar.

“Nona Jennifer –” salah satu dari pria berbaju hitam itu bersuara.

Beruntungnya, robert segera datang dari arah belakangnya dan menariknya ke belakang tubuh robert. Robert tersenyum miring.

“Finally.” Desis Robert.

“Nona Jennifer, kami mohon untuk menenangkan diri Anda terlebih dahulu. Kami tidak bermaksud untuk melukai Anda. Kami –”

“Simpan omong kosongmu itu, brengsek. Aku sudah mengetahui keberadaan kalian yang mencurigakan di sekitar rumah kekasihku. Siapa kalian? Apa mau kalian pada jennifer, hah?” kali ini, robert terdengar marah.

“Kami tidak berurusan dengan Anda, Tuan Robert.” Jawab salah satu pria berbaju hitam itu.

Robert menyeringai. “Kalian mengenaliku?”

Jennifer yang mampu mendengar pembicaraan para pria itu dari balik tubuh robert, menoleh sedikit pada pria berbaju hitam itu dengan takut-takut. Ia mengernyit. Bagaimana mereka bisa mengenal robert. Apa yang mereka lakukan di sini. Begitu banyak pertanyaan di otaknya saat ini.

Kedua pria berbaju hitam itu membisu. Tidak berniat menjawab pertanyaan robert.

Robert mendengus, memiringkan kepalanya, dan tersenyum miring. “Well, kalian tidak perlu menjawabnya. Kurasa, aku sudah tahu siapa yang mengutus kalian di sini. Tentu saja dia tidak akan mendengarkan ucapanku terakhir kali.”

Jennifer semakin tidak mengerti siapa yang robert bicarakan saat ini. namun, saat kedua matanya bertemu dengan kedua mata pria berbaju hitam yang langsung menunduk hormat padanya, bayangan arthur terlihat seketika. Jennifer mengernyit ragu –masih tidak mengerti situasinya saat ini. jika robert membicarakan arthur adalah orang di balik semua ini, kenapa arthur melakukannya? Untuk apa?