webnovel

I DON'T KNOW

13th January Sunday Morning, 8.15 A.M. Arthur’s Penthouse, London, UK.

Suara telfon berdering. Arthur menghentikan kegiatan sit upnya dan segera mengambil ponselnya. Arthur mengerutkan kedua alisnya begitu melihat nama pemanggil. Ia segera menjawab panggilan itu seraya mengusap wajahnya dengan handuk menggunakan tangannya yang bebas.

“Halo?”

Terdengar suara dehaman dari seberang.

“Jennifer?” panggil Arthur.

“Hei, art. Kau tidak sedang pergi ke luar, kan?” tanya Jennifer setengah ragu.

“Tidak. Ada apa?”

“Thank God. Segera mandi karena aku akan ke sana sekarang. Tunggu aku. ah, kalau bisa siapkan juga beberapa makanan untukku, ya?”

Arthur terheran dengan Jennifer yang mendadak mengatakan akan pergi kemari dan memintanya menyiapkan beberapa makanan untuknya. Apa ia tidak ingat semalam dia berbuat apa? Sungguh menggelikan.

Arthur hanya mengiyakan sebelum mengakhiri panggilannya. Sesuai permintaan Jennifer, Arthur segera membersihkan diri dan menyiapkan beberapa makanan untuk tamunya, Jennifer.

Benar saja. Tak lama setelah Arthur selesai menyiapkan permintaan Jennifer, petugas lobby menghubunginya jika ia kedatangan tamu. Arthur segera memintanya naik menuju lantai teratas, dimana penthousenya berada.

Pintu lift terbuka. Arthur bisa melihat Jennifer dengan scarf dan kacamata hitamnya tersenyum padanya dan berjalan mendekat.

“Sebuah kejutan yang tidak terduga tiba-tiba kau menghubungiku ingin kemari.” Ucap Arthur –melipat kedua tangannya di depan dadanya.

“Well, mau bagaimana lagi, kau orang terakhir yang bisa kuhubungi. Ruby sedang sibuk dan Brittany sedang berlibur dengan keluarganya.” Jelas Jennifer.

Arthur hanya menganggukkan kepalanya, lalu menggiring Jennifer masuk. Seketika, Jennifer terperangah dengan desain yang ada di dalam. Ia melepas kacamatanya. Kedua matanya berusaha meneliti setiap inci desain ruangan. Sangat indah. Begitu cocok dengan kepribadian Arthur yang seperti ini.

“Lumayan. Kenapa kau ingin tinggal di sini?” tanya Jennifer, duduk di sofa, dan melepaskan scarf yang ia pakai.

Arthur berdiri di samping sofa tempat jennifer duduk. Mengedikkan bahunya. “ini hanya sementara. Mungkin beberapa bulan sampai aku membeli mansion, atau entahlah, aku juga belum memikirkannya.”

Sejurus dengan itu, Arthur segera mengambil minuman dan makanan permintaan Jennifer dan meletakkannya di meja tengah. Arthur duduk di samping jennifer, menyenderkan punggungnya, dan merentangkan kedua tangannya di kepala sofa.

Keadaan sempat hening sebelum Jennifer berdeham. “Arthur, apa –apa semalam aku –aku mabuk parah?” tanya Jennifer dengan suara yang hampir tidak terdengar. Ia mencoba menoleh pada Arthur.

Arthur menatap Jennifer dengan mulut terkatup rapat dan menaikkan kedua alisnya. kedua matanya memutar ke atas. seolah sedang berpikir.

“hei, aku bertanya padamu.” pukul Jennifer saat mendapati Arthur yang hanya diam.

“Kau sungguh tidak mengingatnya rupanya. Jika aku mengatakannya padamu, apa kau akan percaya?”

“Jika cerita itu memang sebuah fakta dan kau tidak melebih-lebihkannya mungkin aku akan percaya.” Ucap Jennifer enteng. Ia mengubah posisi duduknya hingga menghadap Arthur dan melipat kedua kakinya di atas sofa.

“Jadi, alasanmu kemari hanya ingin mencari tahu tentang semalam?” selidik Arthur.

“Tentu saja. Pelayanku mengatakan semalam mereka kesusahan menenangkanku. Aku tahu aku berangkat ke club bersama Robert, tapi aku sendiri tidak tahu kenapa aku malah memanggil namamu terus saat aku pulang. Well, pelayanku yang bercerita. Aku tidak ingat apapun.” Jelas Jennifer.

Arthur tertawa geli. “Wah, ternyata aku punya arti sepenting itu, ya?” goda Arthur. Ia masih tertawa.

“Heh! Itu tidak berarti apapun! Bisa saja selama ini kau yang menjadi mimpi burukku?” Jennifer berusaha membela diri.

“Itu masih berarti. Selama ini kau bermimpi buruk? Dan aku ada di dalamnya? Itu sama saja kau selalu mengimpikanku, kan?” kekeh Arthur kembali.

Jennifer kesal. Percuma ia terus membela dirinya jika nyatanya Arthur selalu mengartikannya berbeda. Akhirnya, ia hanya diam dan memakan semua camilan yang ada dengan rasa kesalnya.

“Kau sangat lucu. Bagaimana bisa kau memanggil namaku saat mabuk di depan pelayan-pelayanmu dan juga pacarmu yang aneh itu, dan kau tidak mengingatnya sama sekali, dan apa? Kau malah mengatakan bermimpi buruk tentang aku?” kekeh Arthur.

Menghiraukan semua ucapan Arthur, Jennifer pergi entah kemana. Asalkan tidak mendengarkan ucapan dan tawa yang terdengar sangat menyebalkan itu. hingga akhirnya, ia sampai pada meja bar dan ia melihat beberapa minuman di sana.

***

Arthur dan Jennifer baru saja makan malam bersama. Jennifer benar-benar menghabiskan waktu seharian bersama Arthur. Setelah arthur membuatnya kesal, Arthur tidak meminta maaf, dan juga tidak memberit tahu dirinya yang mabuk semalam. Jennifer hanya menonton televisi, bermain game, dan mendengarkan Arthur bercerita.

“Setelah ini kau tidak akan bertanya lagi, kan?” tanya Arthur.

Jennifer memakai scarfnya, kemudian mendongak menatap Arthur. “Apa?”

“Tentang kau yang mabuk.”

Jennifer berdecih. “Lebih baik aku melupakannya dan bersikap tidak pernah melakukannya.”

Arthur berakting seolah terpukau dan memuja Jennifer. “Wow, so classy.”

“Lagipula, jika aku bertanya lagi aku tidak yakin kau mau mengatakannya padaku.” Sindir Jennifer seraya memakai kacamata hitamnya.

Arthur tertawa. “Benar sekali. Kau sudah seperti dukunku rupanya.” Kekehnya seraya menepuk-nepuk puncak kepala Jennifer. Jennifer mendengus.

Arthur mengantar Jennifer sampai di depan pintu lift. Keduanya saling berhadapan.

“Kau yakin tidak perlu kuantar sampai ke mobilmu?” Arthur berusaha memastikan.

“Tidak. Aku tidak ingin ada orang melihatku dan memberitakan yang aneh-aneh. Aku masih lelah menghadapi mereka.” Ucap Jennifer seraya mengibaskan tangannya di depan Arthur.

Arthur tertawa geli. “Baiklah, Tuan Putri.”

Pintu lift sudah terbuka setelah Arthur menekan tombol di sampingnya. Setelah jennifer berpamitan, pintu lift tertutup kembali. Sesampainya di lantai basemen, Jennifer segera berjalan menuju mobilnya dengan semakin mengeratkan scarf yang ia pakai.

***

20.05 P.M. Jennifer’s House, London, UK.

 Begitu sampai di rumahnya, Jennifer langsung menuju kamar tidurnya. Hari ini ia memang kebosanan setengah mati sampai harus menghubungi Arthur dan pergi ke penthousenya. Ia memang sengaja menghubungi Arthur karena masalah semalam. Ia bisa saja menelepon Robert, karena bagaimanapun juga ia bersama Robert semalam. Tapi ia urungkan mengingat kejadian memalukan semalam.

Jennifer merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidur. Memikirkan tentang kejadian memalukan semalam. Pelayannya menceritakan sesuatu yang membuatnya malu tadi pagi. Bagaimana bisa ia mabuk berat dan terus memanggil nama Arthur seolah pria itu adalah pria satu-satunya yang hidup di dunia ini. bahkan yang lebih membuatnya ingin menenggelamkan dirinya, dia harus bercerita kepada Arthur, sementara pria itu hanya menertawai dirinya.

Jennifer menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan kedua kakinya terus menendang ke atas. jennifer menghela napasnya dengan berat.

Ponsel Jennifer berdering tanda sebuah panggilan datang. Jennifer bangun dari tidurnya dan segera mengambil ponselnya yang masih berada di dalam tas tangannya.

“Halo?” sapa seseorang di panggilan.

“Hei, Robert.”

“Maaf aku baru bisa menghubungimu malam ini. kuharap aku tidak mengganggumu.”

“Tidak, tidak. Ada apa, Robert?” tanya Jennifer. Well, sebenarnya ia juga tidak begitu mengharapkan Robert menghubunginya sekarang.

“Kau sudah baikan? Aku merasa bersalah sudah membawamu ke club sampai kau mabuk berat semalam.”

“Tidak masalah. Aku sudah baikan. Hanya sedikit lelah saja sekarang.” Ucap Jennifer –ingin segera mengakhiri panggilannya.

“Syukurlah. Kau harus beristirahat sekarang. Besok aku akan datang dan mengantarmu bekerja. Tidak masalah, kan?”

“Ya. terserah kau.”

Percuma saja Jennifer menolaknya, karena pria itu pasti mempunyai banyak cara untuk memaksanya. Jennifer heran kenapa Robert tidak berhenti mengejarnya. Apa karena Ruby yang mendukungnya? Atau karena ia terlalu percaya diri karena mereka sudah berteman sejak lama? Jennifer heran. Apa mungkin jika ia sudah punya kekasih, robert akan berhenti mengejarnya?