webnovel

CHILD THINGS

14th January Monday Morning, 7.00 A.M. Jennifer’s House, London, UK.

Robert menghentikan mobilnya tepat di depan pintu rumah Jennifer. Ia turun dengan senyum di wajahnya. Rasanya ia sudah merindukan Jennifer saat ini. dengan bersiul, ia memasuki rumah jennifer.

“Hei, Robert. Tepat waktu. Kau sudah sarapan?” sapa Jennifer saat ia hendak menuju dapur. robert menghampiri Jennifer dan memberinya pelukan.

“belum. Apa aku boleh bergabung?”

“Tentu saja. Ruby yang memasak.” Jawab jennifer. Keduanya melangkah menuju dapur dan duduk berdampingan. Menunggu Ruby menyiapkan makanan dengan mengobrol.

“Sarapan sudah siap!” seru Ruby dengan membawa dua piring dan meletakannya di depan Jennifer dan Robert.

Jennifer dan Robert menghabiskan sarapan mereka setelah memuji betapa enaknya masakan Ruby –seperti biasanya.

“Kau harus datang kesini setiap hari, kalau begitu. Aku akan memasak untuk kalian.” Ujar Ruby.

Robert tertawa. “Bolehkah?” tanya Robert –memastikan ucapan ruby yang terdengar seperti lelucon.

“Tentu saja. Kalian berteman, maka kau juga temanku.” Jawab ruby dengan bangga. Jennifer sendiri hanya menganggukan kepalanya, setuju dengan ucapan Ruby.

Robert tersenyum kecut mendengar kata ‘teman’. Tapi, sebisa mungkin ia berusaha menampakkan senyum manisnya dan mengantar mereka menuju mobilnya.

*****

8.15. A.M. Campbell Enterprise, London, UK.

Robert mengernyitkan keningnya begitu sampai di sebuah bangunan besar yang beruliskan ‘Campbell Enterprise’. Saat ingin menanyakannya pada jennifer, perempuan itu sudah turun bersama ruby. Ia menyusul keduanya.

“Kau tidak mengatakan kau akan pemotretan di sini.” Ucap Robert. Terselip nada tidak suka pada nada bicaranya.

“Well, kau tidak bertanya. Jadi, aku hanya memberi alamat lokasinya padamu.” jawab Jennifer enteng. Diam-diam, robert memendam rasa kesalnya dan berusaha tersenyum jahil pada jennifer.

“Baiklah. Kalau begitu aku pulang.” Pamit Robert sebelum memberi pelukan pada jennifer dan ruby bergantian.

Ruby merangkul jennifer dan berjalan bersama memasuki gedung besar itu. Ruby menyenggol lengan Jennifer sampai jennifer menoleh heran pada ruby.

“Jangan cuek begitu, jeny. Sejak sarapan bersama tadi, aku bisa tahu jika ia memaksakan senyumnya. Oh, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya jika kau cuek terus padanya. Aku sedikit merasa bersalah padanya saat mengatakan kalian berteman.” Celoteh ruby. Jennifer tertawa.

“Kami kan memang berteman. Ada yang salah?”

“Astaga. terserah kau, jeny.” Gerutu Ruby. Ia terkejut saat lagi-lagi, Jennifer menanggapi permasalahan ini dengan entengnya. Ruby sempat berpikir jika jennifer adalah gadis polos yang tidak ingin terlibat masalah percintaan.

*****

10.20 A.M. Arthur’s Room –Campbell Enterprise, London, UK.

Jennifer baru saja selesai dengan sesi pemotretan yang pertama. Tapi, rasanya ia sudah kelelahan hingga ia memutuskan untuk pergi ke ruang kerja Arthur. Di sana, ia merebahkan dirinya di sofa panjang dan memainkan ponselnya.

“Lemah sekali,” decih Arthur di balik meja kerjanya, menoleh pada jennifer yang bermalas-malasan di sofa hitamnya. Ia melihat jam tangannya dan berkata, “bahkan ini belum saatnya makan siang tapi kau sudah bermalas-malasan di sini.”

Menghela napasnya, jennifer duduk dengan kesal. “Tau apa kau tentang pekerjaanku. Jika aku lelah, tentu saja aku harus istirahat.” Gerutu jennifer. Arthur tetap fokus pada dokumennya tanpa menggubris omelan Jennifer.

“Dan lagi, aku tidak bermalas-malasan. Jika kau belum mengenalku, aku model yang professional, okay?” Jennifer mulai membanggakan dirinya. Merasa kesal karena arthur menyebutnya sedang bermalas-malasan.

Arthur menghela napasnya, menutup kertas dokumennya, dan menoleh pada Jennifer dengan tatapan herannya. “Baiklah, Nona. Tapi apa ruang kerjaku jadi tempat istirahatmu sekarang? Dan apa kau tidak berpikir pegawaiku akan menggosip yang tidak-tidak tentang kita berdua.”

Jennifer berdeham. Dengan gaya anggunnya, ia mencoba untuk terlihat sopan dan manis di depan Arthur. “Well, tentu saja tim perusahaanmu sudah menyiapkan segalanya untukku. Tapi, aku bosan. Jika aku bosan, aku butuh tempat ternyaman–“ jennifer mengitarkan pandangannya dan menepuk sofa, “seperti di sini.” Lanjutnya.

“ya, ya, ya. kau model professional yang penuh keanehan.” Arthur menggelengkan kepalanya.

“Ah, dan aku juga malas memikirkan apa yang ada di otak pegawaimu itu. lagipula, aku juga sudah mengatakan jika kita berteman. Beres, kan? Tidak ada paparazzi di sini. Lanjutkan saja pekerjaanmu. Aku juga tidak akan mengganggumu.” Celetuk Jennifer lagi. Meluruskan kalimat protes yang disampaikan Arthur.

“kalau begitu kau tidak memikirkan perasaan Robert, huh?” Arthur tersenyum miring. Merasa topic ini adalah bagian terserunya.

Jennifer mengangkat kedua alisnya. “Robert?” kedua bahu Jennifer meluruh bersamaan dengan helaan napasnya, “kenapa kalian semua berpikir aku menyakiti perasaan robert? Jika aku dan robert hanya berteman, apa perlakuanku kepadanya dikatakan ‘menyakiti perasaannya’?” gerutu Jennifer.

Arthur mengedikkan bahunya. “Well, pertama, kau dan Robert terlihat akrab sekali. bahkan teman antara wanita dan pria tidak akan bertahan lama hanya dengan ‘pertemanan’.” Arthur mengutip kata ‘pertemanan’ dengan kedua jarinya dan jennifer memutar kedua matanya dengan jengah.

“Lalu, ini yang terpenting. Dia perhatian denganmu. Oh, bahkan sepertinya dia sering cemburu melihatmu denganku.”

Jennifer ternganga. Benarkah? Mana mungkin? Cemburu? Ayolah, kenapa susah sekali mengatakan pada semua orang –termasuk robert sendiri –jika mereka hanya sebatas berteman antara pria dan wanita. Menyebalkan sekali.

Jennifer tertawa hambar. “Aku hanya ingin beristirahat, dan terimakasih untukmu, aku membuang waktuku yang berharga hanya untuk membahas masalah anak kecil.” Gerutu jennifer dengan kesal.

Jennifer segera mengambil tas tangannya dan berdiri. Sebelum jennifer melangkahkan kakinya lagi, Arthur kembali berbicara.

“Jangan marah, jeny. Aku hanya mengungkap fakta jika wanita dan pria tidak akan pernah berteman dalam jangka waktu yang lama. Aku yakin itu. jika adapun, yah, mungkin karena salah satu dari mereka tidak memiliki ketertarikan satu sama lain. Lagipula, siapa lagi lelaki yang dekat denganmu selain robert.”

Jennifer menoleh kesal. Sejurus kemudian, ia memiringkan kepalanya. Membuat arthur mengangkat kedua alisnya.

“Kau?”

Tanpa menunggu lagi, jennifer membuka pintu ruang kerja arthur dan keluar. Arthur sendiri masih diam sebelum merutuki dirinya sendiri. Ah, iya, tentu saja dia tidak boleh melupakan saat-saat dimana ia sendiri yang meminta jennifer berteman dengannya hingga mereka bisa sedekat ini. sampai saat ini.

*****

Arthur mengantar jennifer dan ruby kembali ke rumah jennifer. Sepanjang perjalanan, ruby tahu jika jennifer sedang kesal dengan arthur sehingga mereka berdua terus-terusan melakukan adu mulut.

Arthur selalu tertawa ketika berhasil membuat Jennifer terpancing dengan gurauannya. Bahkan ketika mereka sudah tiba di depan rumah jennifer, perempuan itu turun begitu saja, dan meninggalkan ruby yang tertinggal.

“Kelihatannya kalian sedang bertengkar, ya?” tanya Ruby.

“Well, dia sedang kesal denganku. Biarkan saja.” Kekeh Arthur.

Setelah berpamitan, ruby segera masuk. Ia menemukan jennifer yang sedang menonton acara televisi.

“Hei, jeny.” Ruby duduk di sebelah Jennifer.

Ruby mencoba mengatakan sesuatu tentang apa yang selama ini ia pikirkan.

“Aku sudah memikirkan ini. tentang robert, arthur, kalian semua. Aku baru tahu jika arthur –dia pria yang menyenangkan. kalian bahkan sudah sedekat ini. tapi, tetap saja, aku akan memilih Robert jika seandainya dua pria itu menyukaimu.” Celetuk Ruby asal.

Jennifer menoleh. Menatap ngeri ruby yang seenak jidat mengakan hal –yang lagi-lagi malah membuatnya kesal. Ada apa dengan semua orang yang terus membahas masalah anak kecil ini.