webnovel

The Guardians : Seeker

Untuk pertama kalinya Bumi mengalami pergolakan pertamanya. Bermula dari peristiwa hujan meteor, satu demi satu bencana mulai berdatangan membawa manusia ke sebuah kenyataan pahit. Ketika manusia beranggapan semuanya sudah berakhir mereka datang bergerombol layaknya lebah memusnahkan setiap manusia yang mereka temui. Entah untuk menjawab doa manusia, satu demi satu manusia membangkitkan sebuah kemampuan. Berbekal kemampuan baru yang ada manusia melawan balik mengambil setiap kesempatan untuk bertahan hidup. Apakah ini akhir dari malapetaka mereka atau awal dari mimpi buruk, tidak ada yang tahu.

Dre_Am · Fantasi
Peringkat tidak cukup
18 Chs

1+1=∞

Audrey dan Eira berdiri, terengah-engah kehabisan nafas, keduanya tidak pernah menyangka akan ada situasi yang tidak terduga seperti ini.

Sekarang keduanya yakin, semua masalah ini ada hubungannya dengan Z, meskipun mereka jengkel karena dia selalu membawa masalah kemanapun dia pergi tapi mereka segera melupakannya, ingin mengetahui kondisinya.

Segera keduanya mendekati Z yang terbungkus oleh daun. Membuka daun dengan perlahan, keduanya menemukan keadaannya sangat mengerikan, kata sekarat sudah tidak cocok lagi dengan situasi ini.

"Z!?" Berbaring di tanah, tubuh Z bersimbah penuh darah, tidak ada anggota badannya yang tidak terluka, daging di tangan dan kakinya telah robek namun yang paling mengerikan adalah lubang di perutnya, lubang itu menembus perut sampai punggungnya memperlihatkan lubang penuh darah.

Tapi jika kamu melihatnya lebih dekat, kamu akan menyadari bahwa tidak ada kerusakan pada tulangnya. Apalagi jantungnya masih berdetak kencang layaknya sebuah genderang perang yang seharusnya tidak mungkin dimiliki oleh orang sekarat.

Tanpa pikir panjang keduanya mendekatinya bermaksud untuk merawat lukanya, ketika keduanya berhenti bersamaan dan menatap Z dengan tajam. Seolah tidak peduli lagi dengan luka yang dia alami keduanya tiba-tiba mengendus-endus tubuhnya.

"Bau ini." Audrey dan Eira secara bersamaan menatap Z dengan tajam seolah dia daging dalam talenan.

"Seorang wanita." Audrey perlahan berbicara sambil menatap Z, meskipun Eira tetap diam tapi suasana di sekelilingnya tiba-tiba meningkat seolah gunung es akan meledak kapan saja.

"Kamu selingkuh!!" Audrey dan Eira berteriak keras, masing-masing dari mereka memegang bahunya dan mencengkeramnya dengan kencang tidak peduli dengan lukanya.

"Bajing*n terkutuk! Aku bertanya-tanya mengapa kamu tidak kembali seperti yang diharapkan. Jadi itu semua karena wanita." Audrey menatapnya dengan menyeramkan, melihatnya tetap terlentang seolah tanpa kesadaran, Audrey tiba-tiba menyentaknya. "Bangun!! Aku tahu kamu berpura-pura!"

"Ah em. Tunggu. Aku bisa jelaskan. Memang aku bertemu dengan seorang gadis tapi bukan karena itu aku terlambat." Melihat dia sudah terekspos, Z membuka matanya dan mulai menjelaskan dengan terbata-bata.

"Jadi, apakah dia cantik." Eira tiba-tiba bertanya dengan tenang.

"Ya. Dia cantik, sangat cant..." Z membeku menyadari bahwa dia telah terjebak. Merasakan suasananya tambah mencekam, tanpa sadar dia melirik keduanya.

"A..ah! Tunggu kenapa kalian menatapku seperti itu." Merasakan tatapan mata mereka padanya, Z menyadari bahwa situasinya telah buntu. Tanpa pilihan lain tiba-tiba...

*Uhuk*

Tiba-tiba seteguk darah keluar dari mulutnya, terbatuk-batuk penuh darah Z kemudian meludahkan darah, "perut... pantai..."

Tanpa menunggu reaksi dari keduanya, dia terjatuh lemas kemudian memaksakan dirinya untuk pingsan. Untuk sesaat sebelum penglihatannya menjadi gelap, dia bisa merasakan aura pembunuh yang memancar dari keduanya. '*haaah* Hampir saja.'

"Cih! Lihat saja kau." Tanpa pilihan lain, Audrey hanya bisa mengancam Z untuk melampiaskan kekesalannya.

Di sisi lain, aura Eira tiba-tiba menjadi lebih kuat dari sebelumnya, tanpa memberikan peringatan kepada Audrey dia seketika terbang menuju monster yang mendekati mereka. "Rawat dia."

"Cih. Apakah ada di antara kalian yang memikirkan perasaan wanita cantik ini." Audrey hanya bisa mengeluh. Mungkin bukan tanpa alasan dia memiliki kemampuan ini, karena jika situasinya dan Eira terbalik maka dia tidak bisa membayangkan bagaimana orang berhati dingin ini yang hanya tahu cara bertarung bisa merawatnya.

Merasa dirinya masih kesal, Audrey kemudian merawatnya dengan kasar. Cahaya hijau yang biasanya dia keluarkan tiba-tiba tampak lebih kasar dan brutal seperti lautan ombak yang mengamuk seolah mencerminkan suasana hatinya.

Lautan mengamuk itu kemudian menyelimuti Z, membungkus erat tubuhnya sebelum secara kasar menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Di tutupi cahaya hijau, tubuh Z berkedut tak terkendali, luka di sekujur tubuhnya mulai sembuh pada kecepatan yang luar biasa, terlebih lagi lubang di perutnya terlihat jelas sedang beregenerasi dengan cepat.

Lubang berdarah itu tiba-tiba mulai menggeliat pelan sebelum perlahan-lahan menumbuhkan daging. Perlahan tapi pasti lubang itu secara bertahap mengecil dan menutup tanpa indikasi bahwa itu pernah ada.

Tanpa Audrey sadari, Ponpon dan Ulat Sutra Atraktif beserta Bunga Pesona mulai menyerap cahaya hijau yang dia keluarkan. Sedikit demi sedikit tubuh mereka memancarkan cahaya hijau lembut sebelum memudar secara perlahan.

Di sisi lain Z yang sudah disembuhkan masih terlentang tanpa tanda-tanda dia akan bangun. Mengerutkan kening padanya, Audrey mengguncang tubuhnya beberapa kali tapi dia tetap tidak merespon.

Khawatir jika ada sesuatu yang salah dengannya, Audrey akan memeriksanya lagi ketika suara Eira terdengar di telinganya.

"Cepat kemari."

"Bisakah kamu gunakan kata 'tolong'." Melirik Z untuk terakhir kali dan tidak merasakan ada yang salah dengannya, Audrey kemudian menatap Tempo dan yang lainnya yang berada di benteng sebelum berlari menuju Eira.

Tiba-tiba sebuah cahaya gelap muncul dan menyelimuti Z, cahaya itu bersinar redup dan sangat kabur. Cahaya gelap itu bersinar selama setengah menit sebelum akhirnya padam, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya dan tidak ada siapa pun yang tahu apa konsekuensi yang ditimbulkan olehnya.

...

Berlari menuju Eira, Audrey menyadari bahwa kesempatan untuk melampiaskan kekesalannya telah datang ke depan pintunya.

Berdiri bahu membahu dengan Eira, dia akhirnya melihat sosok monster itu yang saat ini sedang tertahan oleh es yang Eira telah ciptakan. Melihat tubuh besanya yang tertahan oleh es, Audrey merasa melihat target sasaran yang sangat besar.

*Mengaum*

Tiba-tiba sebuah getaran kuat seolah gempa menggoncang mereka, tanah mulai retak, bumi mulai runtuh ke dalam, sebuah jurang mulai muncul satu demi satu. Dinding es di sekitar binatang itu mulai hancur tidak mampu menahan getarannya.

Tidak jauh dari binatang itu, keduanya sedikit mematung merasakan getaran yang dihasilkan oleh itu, lalu mereka melirik satu sama lain sebelum menyerang binatang itu.

Sebuah sulur keluar dari tanah, mengisi ruang di sekitar binatang itu tanpa celah sedikitpun. Sulur itu mulai mengikat binatang itu, mengisi tanah di bawahnya dengan akar membuatnya tanpa ada tanah untuk berpijak.

Di sisi lain, jauh di atas binatang itu sebuah paku es tiba-tiba memadat. Paku itu sebesar orang dewasa, itu mulai berputar sangat cepat seolah bor yang sedang menyimpan momentumnya, seketika itu jatuh secepat kilat menghantam binatang itu mencoba untuk menghancurkannya.

*Jatuh*

*Mengaum*

Merasakan ancaman, binatang itu mengaum lebih keras dari sebelumnya, seketika sebuah getaran kuat tiba-tiba muncul. Anehnya, bukannya tanah yang bergetar tapi udaralah yang bergetar, seolah getaran itu menyatu dengan ruang di sekitar binatang itu.

Sontak getaran itu membuat sulur itu terkoyak, tapi sama seperti itu hancur, sulur itu kembali tumbuh pada kecepatan yang lebih cepat. Sama seperti usahanya gagal, tanah tiba-tiba bergetar ringan sebelum itu terangkat mengelilingi binatang itu membentuk armor tipis menutupi tubuhnya.

Di sisi lain, merasakan getarannya Audrey dan Eira merasa tubuh mereka akan remuk untungnya getaran itu tidak difokuskan pada mereka. Kemudian mereka menjadi terkejut ketika melihat tanah mulai berterbangan membentuk armor tipis yang menutupi tubuhnya.

*Ding*

Sebuah bunyi nyaring seolah besi saling bergesekan terdengar ketika bor es itu mulai menghantam bintang itu. Bor es itu mulai berputar lebih cepat dari sebelumnya mencoba membuat lubang melalui tubuh besarnya.

*Aaaa*

Merasakan situasinya akan memburuk jika itu berhasil bertahan, Audrey dan Eira berteriak marah mengeluarkan seluruh kekuatan mereka. Mereka tidak hanya marah dengan situasi ini tapi juga marah terhadap Z yang membuat mereka harus menyelesaikan masalah yang dia sebabkan.

Merasakan amarah Audrey tanaman mulai bergoyang keras, mereka kemudian mulai bergerak, menyatu dan menyusun menjadi duri raksasa tepat di bawah tubuh binatang itu. Sedangkan jauh di atas binatang itu, atmosfer mulai mendingin tampak seolah hujan salju akan turun, tiba-tiba dari udara dingin itu sebuah gunung es sebesar rumah muncul.

Gunung es itu mulai meluncur, jatuh dengan kecepatan tinggi sebelum menghantam bor es itu layaknya sebuah palu yang memukul paku. Binatang itu mengeram pelan merasakan serangannya, armor tanahnya mulai bersinar dengan cahaya kusam sebelum mengeras lebih jauh.

Namun seolah tujuan gunung es bukan untuk meremukkan binatang itu, sebuah kekuatan yang dihasilkan dari kejatuhan gunung es itu tiba-tiba mulai mendorong binatang itu menuju paku yang ada di bawahnya.

*Mengaum*

Merasakan ancaman bertambah, binatang itu meronta-ronta menggerakkan mata besarnya menatap Audrey dan Eira. Menatap marah pada keduanya, auman marah seketika keluar dari mulutnya, sebelum itu menyerahkan sebagian pertahanannya menjadi serangan.

Sebuah getaran tiba-tiba dirasakan Audrey dan Eira, getaran itu berbeda dari sebelumnya, karena getaran ini sebagian besar terfokuskan pada mereka. Menggertakan giginya, Audrey dan Eira mulai bergetar keras merasakan tubuh mereka akan hancur dengan setiap detik yang mereka lalui.

Darah tiba-tiba keluar dari pori-pori mereka, mengalir keluar dari tubuh, kulit mereka retak inci demi inci seolah tanah kering tanpa air. Namun saat paku tanaman itu menyentuh perut binatang itu, keduanya tiba-tiba tersadar.

Saling melirik satu sama lain, Audrey mulai merasakan dengan indranya, dan menemukan melalui tanaman bahwa ada luka di perutnya. Dia kemudian memusatkan seluruh perhatiannya pada paku tanaman, mencoba menusuk binatang itu.

Eira di sisi lain mengatupkan giginya, mulai membentuk pelindung di sekeliling Audrey dan dirinya. Pelindung itu mulai melingkari keduanya menjadi dinding bola, melindungi mereka dari luar.

*Mengaum*

Tiba-tiba getarannya menjadi lebih intens dari sebelumnya, dinding pelindung itu juga mulai beriak seolah itu adalah air. Serangan Audrey dan Eira juga mulai menjadi lebih intens, gunung es dan paku tanaman juga mulai menekan dan menusuknya lebih kuat.

Serangan intens kedua belah pihak tiba-tiba mengalami kebuntuan, tanpa ada pemenang dari keduanya. Seketika, tak lama setelah situasi buntu itu berlangsung, retakan halus mulai muncul di dinding es Audrey.

*Retak*

Retakan halus itu muncul secara tiba-tiba dan mulai menyebar dengan cepat. Dinding itu kemudian dipenuhi dengan retakan, getaran yang tertahan juga mengalir seperti air meresap ke tubuh mereka.

Merasakan getaran itu, keduanya tiba-tiba merasa putus asa, tubuh mereka sudah tidak bisa bertahan lagi. Retakan sudah mulai menutupi tubuh mereka, organ mereka mulai robek, tulang mereka retak sedikit demi sedikit.

Namun dalam situasi putus asa ini, keduanya bisa merasakan kemarahan yang tak terbendung di hati mereka. Mereka marah karena situasi ini, mereka marah karena jika mereka mati orang-orang di belakang mereka akan mati, mereka marah karena kelemahan mereka, dan mereka... sangat marah kepada Z, karena dia telah main mata di belakang mereka.