webnovel

04

Wiy;

Terima kasih telah membalas surel dariku, Tha. Aku tersenyum senang membacanya. Teruslah kabari aku. Aku ingin kamu mengirimiku banyak surel, tidak dapat sekali sehari, seminggu sekali saja pun aku sudah lega dan bahagia. Sekali lagi terima kasih, Tha.

Alhamdulillah kelas memasakku berjalan lancar. Kami masuk kursus seminggu dua kali, hari rabu dan hari sabtu saja. Dan kabar baiknya adalah aku sudah pandai memasak telur dadar dan telur mata sapi plus sambal pedas manis. Gabungan rasa pulau sumatera dan pulau jawa.

Jangan khawatir, Tha, aku yakin kamu suka dengan masakanku. Bila belum terasa lezat di lidahmu nantinya, usah ketawa, bersedih boleh. Aku akan lebih giat dan lebih rajin lagi memasak. Aku akan pandai memasak. Sebab memasak itu tidak sesulit menulis kukira. Aku kalau disuruh nulis, dua halaman saja aku tidak mampu, aku tidak betah. Rasa kantukku muncul tiba-tiba saat jariku kuajak menari di atas keyboard laptopku, Tha. Lalu segera kumatikan dan aku pun tidur. Tetapi saat menulis kabar untukmu, aku sanggup menuliskannya sepuluh surel sehari. Jujur, aku belum pernah mengantuk saat memasak meskipun bangun tidur kadang aku langsung masak. Kenapa aku tidak mengantuk saat memasak, Tha? Pertama karena aku suka memasak, kedua karena aku dekat kompor, ketiga karena aku lapar. Tetapi aku tidak melulu masak telur dadar dan mata sapi, Tha. Aku sering beli lauknya di pedagang terdekat, aku suka makan lontong sayur dan mie kuah. Eh tapi aku tidak makan mie saat hendak tidur loh ya!

Aku takut aku jadi gendut, aku tidak membiasakan makan sebelum tidur. Sebelum adzan magrib aku sudah makan malam, Tha. Meskipun terkadang malamnya aku suka lapar, tetapi tetap aku tidak mau makan apa pun, takut berat badanku naik dratis, hehehe. Oh ya, adapun tentang kampungku Sepakat, baik-baik saja.

Alhadulillah sampai sekarang belum ada yang kehilangan sandal lagi. Kurasa korban pertama dan terakhirnya adalah ibuku. Dan jika kamu ingin tahu kabar lainnya, ada, kamu mau tahu, Tha? Hum, pasti mau tahu kan? Hehe.

Baru-baru ini ada seorang gadis cantik dan imut yang ikut kumpul musyawarah, karena memang musyawarah di kampung kami terbuka untuk semua umur. Orang-orang kampung akan senang bila seluruh isi kampung ikut berkumpul, terlebih jika banyak dari kalangan muda. Tetapi yang diwajibkan hanyalah yang sudah menikah saja, yang lain sunnah muakkadah dan bila mau ikut. Sedang tenangnya suasana kumpul, sedang santainya pemimpin musyawarah bicara di depan, tiba-tiba semua mata melihat kebelakang karena ada yang mendengkur. Dan salah satu hasil musyawarah pada malam itu adalah: bila kedengaran dan kedapatan ada yang mendengkur saat perkumpulan berlangsung, kapan pun dan di mana pun, akan diwajibkan memakai jilbab warna ungu selama seminggu bagi perempuan baik muda maupun tua.

Kenapa pemimpin musyawarah menentukan warna ungu? Karena yang mendengkur waktu itu sedang memakai jilbab warna ungu, Tha. Dan laki-laki yang kedapatan, maka harus memakai kemeja ungu yang harus dibelinya sendiri. Kamu tahu siapa gadis yang ketahuan mendengkur itu, Tha? Dia adalah aku, Tha. Hiks. Aku merasa bersalah besar pada mereka yang tidak suka jilbab ungu dan kemeja ungu. Tidak jarang aku diledekin mereka karenaku, "Kamu ya, Wiy, bikin susah saja. Kenapa tidak pakai warna pink saja tadi malam? Kenapa tidak hijau? Kenapa tidak merah? Kenapa bukan biru?" Dan lain sebagainya.

Aku didemo gadis dan ibu-ibu kampung yang kedapatan mendengkur saat kumpul. Bedanya mereka bergantian datang padaku, tidak ramai-ramai. Bahkan ada pula seorang nenek yang juga memakai jilbab ungu. Ada pun yang laki-laki suka berkata begini, "Mantab kali lah dik, Wiy, pake jilbab ungu pula. Lihat nih abang ni ha?! Dikira sudah duda gara-gara kemeja ungu! Hingga susah menggoda cewek di kampung seberang." Dan lain sebagainya. Sekian kabar dariku. Jangan lupa balas surelku ya, Tha? Semoga hari-harimu bahagia. Terima kasih, cintaku.

***