webnovel

TAK SEINDAH UCAPANMU

TAK SEINDAH UCAPANMU

Wanita adalah impian bagi setiap laki – laki dalam mengukir masa menuju asa namun, terkadang laki – laki terpapar dengan indahnya kata kata yang keluar dari bibir seorang wanita yang selembut sutera.

Dibalik keindahan kata – kata yang di ucapkan oleh seorang wanita di dalam mengais hubungan bersama lelaki yang menjadi idolanya, tidak disangkanya ia terjebak dengan kata – kata yang tidak seirama dengan perbuatan.

Dalam kisahnya "Insani", bahwa terjadinya hubungan mereka berdua, adanya kesanggupan untuk mendayung dan menjaga perahu layar dengan sebaik – baiknya dari hantaman badai, akan tetapi tidak begitu lama sekitar bulan april dua ribu dua puluh dua, "Insani", mulai bertingkah sedikit menyimpang dari apa yang pernah terucapkan olehnya.

Sekitar pukul 16.00 wib, waktu itu "Insani" akan pulang ke kampong halamannya dan diantar oleh seorang yang bersemayam dihatinya. Pada sore itu ia diajak boncengan bersama dan akan menyiapkan makanan untuk dibawa pulang, "Insani" sanggup dan tidak akan bersama "Haqqi".

Begitu bersalaman bersama Sang permaisuri cantik nan molek, sudah terlihat penampilan serta raut wajah yang kurang menyenangkan bagi permaisuri. Lantas benar dugaan permaisuri bahwa bagi "Insani" mungkin ada ,masalah pribadi sehingga terjadi hal yang kurang menyenangkan.

Begitu berharapnya "Ramsu", bahwa sepeda yang di kendarai akan di naiki oleh "Insani", ternyata jauh meleset. Pada sore itu "Insani" tanpa ada basa basi langsung naik di sepeda motor yang di kendarai oleh "Haqqi" dan membuat haqqi terkejut Sementara, "Haopi" boncengan bersama "Ramsu",

Berangkatlah ia bersama – sama sambil "Ramsu" terus memandang "Insani" dari atas sepeda motor yang di kendarainya bersama "Haopi". Di tengah perjalanan yaitu di wilayah desa mamben daya, "Ramsu" mendahului "Haqqi" dan berusaha menjaga hati agar tidak terselip kebencian demi janji yang telah diucapkan pada "Insani".

"Ramsu" bercakap – cakap di atas sepeda motor bersama "Haopi", begini …sebenarnya saya sudah janji akan boncengan sama "Insani" akan tetapi dia pilih "Haqqi", oh ya, sudah saya kasih tahu dia, namun tidak dijawab malahan cemberut, sahut "Haopi".

Begitu tiba di desa pengadangan tepatnya, disamping PKM "Ramsu" meminggirkan sepeda motornya dan menyuruh "Haopi" untuk membeli makanan persiapan buka puasa bersama di rumahnya. Datanglah "Haqqi" dari belakang bersama "Insani" yang tidak membuka bibir sedikitpun malah, masih terlihat raut wajah kesal. Tidak dihiraukan oleh "Ramsu", sambil menyerahkan uang jajan itu kepada "Insani", toh juga masih diam tidak berkata sedikitpun.

Selang beberapa menit, "Insani" berkata, maaf aku tidak pernah belanja dan malu,.. sambil menghidupkan sepeda motor dan berpesan pada "Haopi", aku tunggu di took itu karena mau mengisi bensin dan membeli rokok.

"Haopi" menjawab, ia.., silahkan. Setelah mengisi bensin maka berangkatlah "Ramsu" dan meninggalkan mereka berdua karena masih menunggu pesanan makan berbuka puasa.

Sekitar di pertigaan pengadangan menuju ke timba nuh, "Insani dan Haqqi" datang, lantas kami beragkat bersama – sama mendaki gunung dengan mengendarai sepeda motor. Tidak disangka langit menagis keras mengeluarkan air mata dan kamipun mencari tempat untuk berteduh. Alhamdulillah disamping jalan menuju ke puncak gunung ada posko dan disana kami duduk sebentar sambil menunggu langit berhenti menangis.

Masih saja terlihat raut muka yang kurang menyenangkan bagi "Ramsu" terpancar oleh seorang wanita tulus berbudi namun hari ini membawa sedikit semburan api ntah apa yang terjadi. Bagi "Ramsu", tetap saja enjoi menghadapi bara hati yang mungkin terjadi pada "Insani", dan tidak mau bertanya di tengah perjalanan atau sewaktu duduk di posko itu.

Selang beberapa m,enit, datanglah ayah dari haopi membawa mobil oven cup miliknya, tujuannya yaitu menjemput putrid kesayangannya "Haopi". Karena kebaikan hati "Haopi", maka ia member kami izin naik di mobil itu dan dia bersama "Insani" yang memakai sepeda motor karena dijaga bahwa "Haqqi dan Ramsu" akan basah kuyub apalagi diatas puncak nanti dingin.

Waktu untuk berbuka puasa hampir dekat, dan jarak menuju rumahnya dari persinggahan di posko kurang lebih tiga kilo meter. Namun dengan tenang dan terus melaju sambil kedinginan karena tangisan langit kita sampai di rumahnya sambil mengusap air mata langit yang mengenakan sedikit jas.

Delapan menit waktu berbuka puasa akan tiba, datanglah ayah dari "Insani", menemui kami yang baru datang dari tembeng putik. Sedikit ucapan beliau tersimpan dalam hati "Ramsu", ia berkata " Tangisan langit ini adalah mengiringi kedatangan bapak", masya alloh ucapan menembus qolbu dari ayah "Insani" yang pendiam itu. Tidak banyak berkata – kata karena memang karakternya pendiam dan sadar diri bahwa ia adalah orang yang berada dalam keluarga sederhana namun dipercaya menjadi seorang kyai di desa timbanuh.

Setelah "Ramsu" melihat jam di henponya ternyata, waktu berbuka puasa telah tiba. Berbukalah mereka bersama sama di rumah "Haopi" dengan alakedar yang cukup biasa – biasa saja.

Tidak tahan bagi "Ramsu" begitu sudah selesai berbuka maka ia langsung mencari korek untuk membakar sebatang rokok miliknya sambil menikmati hidangan yang ada di depan sambil minum kopi.

Setelah selesai berbuka puasa dengan nasi yang di suguhkan itu maka "Ramsu", mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat magrib. Alhamdulillah sholat berjamaah bersama keluarga di timbanuh bisa terlaksanakan.

Sehabis melaksanakan sholat berjamaah, majelis tempat duduk semula ditempati sambil menikmati kopi dan beberapa batang rokok. Pada kesempatan itu "Ramsu" mengingatkan pada orang tua mereka agar menjaga "Insani dan Haopi" dengan baik supaya perkuliahannya tetap berjalan lancer sesuai harapan serta niat kita bersama di kabulkan oleh Alloh SWT.

Sungguh hati "Ramsu" sangat gembira karena di sambut baik oleh kedua orang tua mereka dan dapat duduk bareng malam itu sambil canda tawa bercerita tentang kos barunya yang ada di sebelah kampus tempat melanjutkan kuliahnya.

Menunggu selesai sholat isya, "Ramsu bersama Haqqi" berangkat pulang, serentak bangun bersalam – salaman mengikat tali persaudaraan. Terucap kata menusuk dada dari "Insani", begitu bersalaman ia berkata, aku mendorong keras kepalanya, jawab "Ramsu" tidak justru kamu ada apa dan maunya apa? Jawaban lantang tegas tertuju pada "Insani" malam itu.

Ia pun mendahului pergi dan menunggu di depan rumahnya pinggir jalan nan bebatuan itu, dari sudut warung miliknya, ia mampu mengeluarkan kata – kata nasihat "Hati – hati di jalan", sembari menjawab, nggih terima kasih. Dari situ semakin Nampak jelas sebuah dedikasi seseorang yang mampu berkata – kata meluluhkan hati seorang laki – laki yang sedang membidik masa depannya dari pendidikan menengah kejuruan hingga sekarang akan diantar duduk manis sampai bangku perkuliahan.

Sehingga dalam perjalanan menuju rumah pada malam itu "Ramsu", terus memikirkan lantunan kalimat indah"Insani" yang keluar dari bibir lalu terukir rapi dengan jemari tangan seseorang akan tetapi tidak sesuai malah menyakiti.