webnovel

part 2

Bejo pusing tujuh keliling, gadis cantik di depannya menangis minta tempat menginap. Sementara dia hanya tinggal sendirian di rumah, kalau membawa gadis menginap di rumahnya tentu bisa digiring ke balai desa. Dititipkan ke rumah salah satu warga takutnya gadis cantik ini maling, bisa kacau juga. Sedangkan Bejo sendiri tak tahu menau tentang gadis ini.

"Rumahmu sebelah mana?" tanya gadis cantik yang baru diketahui namanya Loreta.

"Ikuti saja jalanku," jawab Bejo.

"Aku gerah banget, di rumahmu ada air hangat? Aku pengen berendam membersihkan diri," celoteh Loreta.

"Ada," jawab Bejo singkat.

"Singkat banget jawabnya," seloroh Loreta.

"Mbak....," ucap Bejo ragu untuk melanjutkan.

"Apa?" Loreta mengangkat bahu.

"Sebenarnya di larang tinggal bersama laki-laki dan perempuan di sini." Bejo menghentikan langkahnya, memandang Loreta dengan bimbang.

"Terus gimana dong?" tanya gadis cantik itu.

"Kalau kita nikah dulu gimana?" Bejo memilih memberanikan diri bertanya. Andai Loreta setuju dia beruntung, andai tidak pun dia tidak kerugian.

"Boleh. Tapi kamu belum punya istri kan?" tanya Loreta.

"Hmmm...." jawab Bejo berbinar.

Dia mempercepat langkahnya, seolah sedang dikejar matahari. Sebentar lagi azan magrib berkumandang, setelah isya akan ada nikah masal gratis di balai desa. Kepala desa yang baru saja terpilih mengadakan nikah gratis ini untuk syukuran. Katanya, supaya periode selanjutnya bisa menang lagi. Karena dengan menikah penduduk jadi tambah banyak.

"Ini rumah?" tanya Loreta saat melihat Bejo membuka pintu sebuah bangunan unik menurutnya.

"Hah!" teriak Loreta.

"Kenapa?" tanya Bejo heran.

"Ke cil sekali," lirih Loreta.

"Di sini rata-rata rumah seperti ini, hanya rumah pak lurah, mantan lurah dan balai desa yang rumahnya beton," celetuk Bejo datar.

Loreta masuk mengikuti tuan rumah, di amatinya sekeliling ruangan. Ada dua buah kursi bambu dan sebuah meja kayu, tak ada hiasan dinding atau apapun itu. Lantainya pun masih tanah, ada sebuah tirai rajut menutupi pintu menuju ke ruang lain.

Mereka melewati tirai rajut warna biru bercampur merah, kombunasi warna yang cantik menurut Loreta. Berhenti di sisi kanan tirai berenda tadi, ada pintu dengan tirai rajut berwarna kuning berpadu coklat. Sama dengan pintu seberangnya.

"Ini kamarmu," kata Bejo singkat.

"Kamar mandi di dalam?" tanya Loreta sebelum masuk ke dalamnya.

"Letakkan barangmu, bawa handuk dan perlengkapan mandi kemudian ikut aku," perintah Bejo.

Cantik dan menggemaskan, batin Bejo.

Bejo tersenyum mengingat tingkah perempuan yang dibawanya pulang. Dia berjalan ke dapur untuk merebus air di tungku kayu. Dipilihnya kuali besar agar air panasnya banyak, sebab calon istrinya tadi ingin berendam dengan air hangat.

Setelah kayu terbakar dan api menyala sempurna, Bejo menuju sumur untuk menimba air, dibersihkannya bak mandi kemudian diisi dengan air yang diambilnya dengan katrol dalam sumur. Setelah siap, Bejo kembali ke kamar yang ditempati Loreta.

"Mbak, ayo kalau mau mandi," teriak Bejo.

Dia menunggu beberapa saat kemudian muncul dari balik tirai seseorang bidadari cantik jelita hanya mengenakan handuk dan membawa tas kecil di tangannya. Bejo merasa susah menelan salivanya, apa yang dipikirkan gadis ini sebenarnya.

"Ayo antar aku dimana kamar mandinya," ucap Loreta santai.

Baginya tentu tidak masalah memakai handuk di depan laki-laki, bahkan dia sering hanya menggunakan baju renang.

"Ini sudah kuisi air hangat, silakan mandi. Aku mau ke masjid dulu, itu sudah mulai azan." Bejo melangkah meninggalkan Loreta.

"Tunggu! Aku bisa masuk gitu kan, diintip orang nggak ini?" tanyanya ragu.

"Masuklah, biar aku tutup tirainya," Bejo mengayun tangan seolah mempersilakan.

Wujud kamar mandi ini sangat mengenaskan bagi Loreta, hanya ada anyaman bambu lebih tinggi sedikit dari Bejo, tidak luas, di dalamnya hanya ada bak mandi besar bukan bath up. Di luar bilik itu ada bangunan serupa tabung melingkar yang di atasnya bergantung tali dan ember. Di sisi kanan pintu bilik itu ada bejana kecil dari tanah liat yang digunakan Bejo untuk wudu.

Untung Loreta membawa sabun aroma terapi, dituangnya ke dalam bak hitam itu. Kemudian dia mulai masuk.

"Ah ... begini juga lumayan," gumamnya.

.

.

.

Saat salat magrib, jamaah ramai membicarakan nikah masal gratis malam ini. Syaratnya sangat mudah, cukup datang membawa pasangan dan wali nikah. Apabila berkas sudah komplit bisa dibawa, jika belum pun tak apa.

"Jangan lupa, di balai desa malam ini," ucap salah seorang warga, suaranya juga menggema melalui pengeras suara.

Kampung ini listrik hanya tersedia di malam hari sampai pukul dua belas jika ada kegiatan besar. Untuk hari biasa hanya akan ada lampu sampai pukul sepuluh. Setelah pengumuman melalui pengeras suara, jamaah pulang ke rumah. Menyisakah anak-anak kecil belajar menggaji.

Bejo terkejut, sampai di rumah tak ada yang menjawab salamnya, di kamarnya pun Loreta tak ada. Bergegas ia menuju sumur di belakang rumah.

"Mbak, belum selesai?" tanya Bejo.

"Aku mau bilas, tapi nggak ada air. Jadi aku masuk lagi," terang Loreta.

"Oh masih butuh air lagi?" tanyanya singkat.

"Iya, untuk bilas busa, cuci muka, sikat gigi," celoteh Loreta.

Bejo tak menyahut, menarik sedikit ujung bibirnya. Segera menggambil ember dari dalam murah, mengambil air dari dalam perut bumi hingga penuh.

"Mbak, aku mau masuk ngasih air," izin Bejo.

"Iya, cepetan!"

"Ini nggak anget ya, cepetan nanti dingin," ujarnya masih dengan aura dingin.

Butuh waktu sangat lama bagi Loreta untuk menyelesaikan mandi dan berganti baju. Sampai Bejo selesai memasak nasi goreng, dia belum juga beres. Hingga Bejo kembali dari salat isya di masjid, Loreta baru saja selesai.

"Cantik nggak aku?" tanya Loreta centil, berputar-putar dengan gaun selutut berwarna peach tanpa lengan. Rambutnya yang lurus dibiarkan tergerai dengan asesoris mungil di dekat poni.

"Cantik ba nget," puji Bejo tulus.

"Makasih, nanti kamu aku dandani biar ganteng," ujar Loreta.

"Sekarang makan dulu," ajak Bejo, dalam hati dia berbunga-bunga mendengar kalimat Loreta.

"Masakanmu enak," puji Loreta.

"Nanti kamu bakal aku masakin tiap hari," batin Bejo.

"Eh beneran kita mau nikah sekarang? Aku nggak bisa masak, nggak bisa ngapa-ngapain," ujarnya.

"Ayo berangkat!" kata Bejo.

"Sebentar, aku dandani kamu dulu." Loreta menarik tangan Bejo.

Kebetulan yang luar biasa, meski hanya membawa beberapa baju, Loreta sempat memasukkan satu stel baju ayah dan ibunya sebagai pengobat rindu.

"Pakai ini!" Loreta menyerahkan baju le tangan

Sekitar tiga menit kemudian, Loreta menganga mendapati laki-laki kampung sungguh tampan natural.

"Kamu ganteng banget, sini bajunya agak kekecilan sekalian digulung ke siku," berkata Loreta sambil menggulung baju Bejo.

Cup....

Bejo seperti patung, mendapatkan sebuah ciuman dadakan dari Loreta, titisam bidadari Nawang Wulan.