webnovel

Transmigrasi ke Tubuh Permaisuri

"Yang Mulia Permaisuri, apakah anda baik-baik saja?!"

Di tengah kelembutan sutra yang menyapa kulit tubuh Qu Jinjing, dia menarik kedua sudut bibirnya hingga menampilkan senyuman bagai bulan sabit yang begitu manis dengan mata yang masih terpejam damai.

Ah, apa aku ada di Surga?!

"Ada apa dengan, Yang Mulia?"

Suara tersebut terdengar sangat jelas dan begitu dekat, namun, dia tidak peduli. Dipanggil sebagai seorang Permaisuri yang cantik dan disegani adalah tujuan Jinjing ingin dilahirkan kembali.

"Cepat panggilkan tabib, sekarang!"

Perlahan, kelopak matanya terbuka. Hal pertama yang ditangkap oleh indera penglihatannya adalah atap kamar begitu asing. Bukan kamarnya ataupun rumah sakit seperti perkiraannya.

Dia mengerjap-erjabkan matanya menghalau sinar matahari.

Akhh, mataharinya terlalu menyengat!

"Yang Mulia, anda sudah bangun?!"

Jinjing memaksakan diri untuk segera duduk hingga serangan tajam dari rasa pusing mendera kepalanya. "Akh, shh!" ringisnya kesakitan.

"Tabib Lie, anda akan dihukum karena telah membuat Yang Mulia Permaisuri tidak sembuh dari rasa sakit!"

"Tidak, tolong hamba!! Yang Mulia Permaisuri ... tolong hamba!!"

Teriakan berisik yang sangat mengganggu, Jinjing mengalihkan pandangannya ke arah sekumpulan pelayan dengan hanfu lusuh tersebut. "Diam, kepalaku sakit!"

Jinjing memijat pelan kepalanya yang berdenyut cepat, sampai tersadar saat tidak ada pergerakan dari kumpulan orang asing itu. Membuka matanya kecil, dia melihat para pelayan tersebut bersujud di lantai ke arahnya.

"Apa yang kalian lakukan?"

"Izin menjawab, Yang Mulia, kami mohon ampun setelah membuat anda kesakitan!!"

Lipatan-lipatan di dahi Jinjing semakin berkerut mendengar itu. "Jangan bercanda, hentikan akting kalian!" katanya terpancing emosi.

Belum sempat pelayan menjawab, pintu kamar terbuka kasar, seorang pria berpakaian jubah bermotif naga emas dan membawa sebilah pedang masuk bersama iringan pengawal.

Pria berjubah mewah tersebut mendekati Jinjing dan menarik pinggangnya sampai masuk ke dalam pelukannya. "Permaisuriku, kudengar, keadaanmu memburuk?"

Jinjing tercekat.

Aku? Permaisuri?! Apa maksudnya?! Apa yang terjadi di sini?!

Tiba-tiba Jinjing merasakan sakit kepala hingga tubuhnya bergetar sesaat sebelum terkulai lemah di pelukan pria itu.

***

Qu Jinjing, kepala polisi di Shanghai. Wanita pertama yang mendapatkan medali penghargaan dari pemerintah karena keberaniannya menangkap seorang psychopat yang melakukan pembunuhan berantai selama setahun silam.

Hidup mewah, berasal dari keluarga Menteri Pertahanan dan Keamanan, membuat Jinjing hanya memedulikan keadilan. Dia tidak bisa diatur dan diperintah, bahkan kabur dari acara penting yang mana kedua orangtuanya melakukan perjodohan paksa dirinya.

Namun, Jinjing tidak menyadari jika keadilannya mampu membuat orang lain merasa iri hati dan melakukan balas dendam. Dia terbunuh ketika hari berganti dan perayaan ulang tahunnya dilaksanakan secara meriah di ibukota. Yang mengundang seluruh pejabat Negara dan sosok terkenal.

Jinjing tewas di hadapan khalayak umum dan terekam siaran televisi nasional.

Hingga, dirinya yang tak kenal takut, saat ini merasakan gentar di bawah tatapan menusuk dari seorang pria yang dipanggil Yang Mulia Kaisar Wei-Quo.

"Bagaimana keadaan Permaisuriku, Guru?" Kaisar Wei-Quo mengeluarkan suara untuk pertama kali sejak kedatangannya.

Guru Besar yang memeriksa keadaan Jinjing membungkukkan tubuhnya. "Proses penyembuhan luka-luka sangat cepat, tidak meninggalkan bekas sekecil apapun dan tidak ada yang perlu Yang Mulia Kaisar khawatirkan. Yang Mulia Permaisuri hanya perlu beristirahat dan tidak berpikir yang menyebabkan gangguan batin berlebihan. Jangan bebankan pikiran yang terlalu berat sebab itu dapat membuat tubuh Yang Mulia Permaisuri melemah, Yang Mulia."

Kaisar Wei-Quo menghela napas kasar, dia menatap ke arah Jinjing tajam. "Baik, aku mengerti. Anda bisa pergi, Guru Besar."

"Terimakasih sudah memberikan hamba kesempatan untuk memeriksa keadaan Yang Mulia Permaisuri. Hamba mohon pamit undur diri ...."

Jinjing menundukkan kepalanya ketika merasakan Kaisar Wei-Quo mendekatinya.

"Permaisuriku," panggilnya begitu pelan.

"Y-ya?"

"Tatap aku."

"A-aku tidak berani ...."

"Anda adalah istriku, kewajibanmu yaitu menuruti setiap ucapanku."

Seketika Jinjing mengangkat wajahnya, membalas tatapan tajam milik Kaisar Wei-Quo. Untuk pertama kalinya, dia melihat senyum manis yang tegas darinya, dan itu membuatnya jijik.

Apa-apaan pria ini!! Dia pikir dia siapa ...?!

"Anda melompat dari atap ... saat perayaan kehamilan Selir Lu dan melupakan perayaan pernikahan kita." Seperti bisa membaca pikiran, Kaisar Wei-Quo menjelaskan.

Jinjing menelan ludahnya gugup.

"Ak—hamba? Melompat?"

"Ya, anda, Meifen'er. Tidak ada luka serius di tubuhmu, semua puluh dengan normal saat anda tertidur selama sepuluh bulan."

"S-sepuluh bulan? Ak—hamba, koma?!"

Kali ini giliran Kaisar Wei Quo yang merasa bingung. Sebelah alisnya terangkat ketika dia bertanya dengan suara rendah, "Apa itu koma?"

"Seseorang dalam keadaan tidak sadar—aish, ini bukan bagian yang penting! Tidak ... tidak! Aku sudah tengah dilarikan ke salah satu rumah sakit di Shanghai! Ditembak oleh Psychopat itu, aku bukan permaisuri ataupun istrimu!" Jinjing segera turun dari ranjang besar, kakinya melangkah cepat menuju pintu kaca tempat keluar masuknya udara. Tangan kecilnya mendorong dengan sekuat tenaga kaca tersebut hingga terbuka.

"Ini di mana?!"

Di hadapannya terdapat hamparan hutan yang luas dan tak jauh terdapat pemukiman warga yang begitu ramai. Dari sana, Jinjing bisa melihat jika dirinya ada di lantai paling tinggi di sebuah kastil mewah. Dia berlari menuju cermin raksasa yang menyelimuti dinding timur ruangan itu. Ia melihat tubuhnya dibalut hanfu sutra bermotif Naga yang begitu mewah dan berwarna cerah.

Rambutnya teruntai sepanjang lutut dan berwarna emas. Sangat cocok dengan kulitnya seputih susu dipadukan iris mata hitam pekat. Jinjing begitu menawan!

Tapi, ini bukan dirinya! Jinjing tidak suka rambut panjang dan dia memiliki tato Naga sepanjang lengan kiri. Namun, saat ini telah lenyap.

Seketika, Jinjing bergerak cepat ke arah Kaisar Wei-Quo hingga memegang erat-erat leher pakaiannya. Menatapnya dengan mata membulat emosi. "Anda menculikku? Aku di mana?!!"

Suara jeritan Jinjing ternyata mengundang pengawal lainnya. Rombongan pria berpakaian ksatria masuk dan melayangkan pedang ke arahnya.

"Tidak apa, lepaskan. Yang Mulia Permaisuri hanya merasa kebingungan dan sedikit tidak stabil," kata Kaisar Wei-Quo memerintah. Kedua iris matanya menatap datar Jinjing.

Kaisar Wei-Quo membanting tubuh Jinjing ke atas ranjang. "Tidurlah, Istriku. Tenangkan pikiranmu dan fokus kepada pemulihan, urusan istana, Selir Wu sudah mengambil alih tugas tersebut."

Bertepatan dengan itu, seorang ksatria wanita masuk dengan membawa sebilah pedang, memberikan hormat di hadapan Kaisar Wei-Quo dan Jinjing.

"Hormat, Yang Mulia Kaisar dan Yang Mulia Permaisuri. Hamba datang untuk menjalankan perintah yang diberikan!"

"Meifen'er, dia adalah Xióng Lanying yang akan menjadi tangan kananmu mulai saat ini."

Jinjing memejamkan matanya lelah, dia memilih untuk kembali tidur di atas kasur yang sedikit keras dibandingkan miliknya di rumah ... dengan harapan, ketika, dirinya membuka mata nanti dia sudah berada di kamarnya yang empuk dan keluarga harmonisnya.

"Istirahatlah, Permaisuri. Segarkan pikiranmu, aku akan menemuimu nanti."