webnovel

Mereka Panik

Suasana di dalam bis sangat ramai, banyak murid yang bernyanyi dan saling berbincang bincang. Di dalam bis, Masing-masing terdapat dua kursi kosong, namun di dalam sana hampir semua kursi sudah ditempati oleh murid-murid dari teman sekelasnya. Vania terus berjalan melewati tempat duduk teman-teman kelasnya untuk mencari satu kursi yang kosong, sambil menoleh ke kanan dan kiri, hingga Vania sampai ke ujung bis dan dia bertatap mata dengan Neman untuk sejenak, suasana Vania menjadi tegang seperti rusa yang sedang diintai oleh sang singa.

"Ngapain liat-liat hah?!" ucap Neman sambil melotot kepada Vania dengan nada garang.

Vania tidak menjawab, melainkan dia menggelengkan kepalanya ke kanan ke kiri yang mengisyaratkan kepada Neman bahwa dia tidak bermaksud apa-apa.

"Vania, sini duduk sama aku," ucap seseorang dari arah samping yang sedang melambaikan tangannya maju mundur untuk memanggil Vania. Vania pun segera menghampiri seseorang yang memanggilnya itu.

Di sebelah kursinya tidak ada siapa-siapa melainkan tas yang ditaruhnya, tujuannya agar yang lainnya mengetahui kalau kursi itu sudah ditujukan untuk temannya. Ia sedang duduk sendirian di sebelah jendela bis supaya bisa menghirup udara segar dari jendela bis tersebut.

Vania kemudian bergerak mendekat supaya duduk bersebelahan dengannya. Seketika teman Vania itu langsung saja mengambil tas nya, karena Vania ingin duduk dengannya. Tas yang ditaruh itu memang bertujuan menunggu kedatangan Vania.

Vania pun duduk dan menaruh tas miliknya disela-sela kakinya.

"Kok nyari tempat duduknya di sini sih Bella, aku gak suka duduk deketan bangkunya sama si pecundang yang beraninya sama orang lemah itu," ucap Vania kepada Bella. Pecundang yang dimaksud oleh Vania adalah Neman.

"Mau gimana lagi Vania, kamu liat sendiri kan, kursi di depan udah diisi semua sama yang lain. Di sini doang yang tersedia dua bangku kosong," jawab Bella.

"Iya deh, gapapa," ucap Vania dengan sebal, alisnya dikerutkan.

Bella memandang Vania, pandangan nya terfokuskan ke kantong mata Vania yang menghitam. "Vania, kantung matamu kok sedikit hitam, kenapa tuh?"

"Hah, emang nampak banget ya hitam nya?" tanya Vania.

"Ga terlalu hitam sih, cuman sedikit kelihatan hitam aja. Emang kenapa bisa sampe hitam gitu?" lanjut Bella bertanya.

"Jadi gini, aku mulai dari tadi malam belum tidur, nahan kantuk aku sampe sekarang, makanya mataku jadi gini. Aku lupa kalau hari ini ada acara perkemahan, makanya tadi malam aku begadang nonton film."

Bella tertawa. "Aneh-aneh aja kau Vania, masa bisa lupa tentang hari ini, aku aja ga sabar banget mau cepat-cepat sampai di sana." Bella tersenyum kecil. "Katanya di sana tempatnya indah, makanya aku bersemangat banget."

Bella adalah teman kelas Vania yang sangat akrab. Mereka selalu ingin berkelompok bila ada tugas kelompok yang diberikan oleh Guru-gurunya.

"Hoammm~" Vania menguap. "Aku ngantuk banget Bella, aku udah nggak bisa nahan ngantuk ku lagi nih," ucap Vania yang menyingkapkan kacamata sambil mengucek pelan matanya.

"Yaudah, tidur aja dulu, perjalanan juga masih jauh dan memakan waktu berjam-jam. Nanti kalau sudah sampai tujuan, aku bangunin kok."

"Oke, makasih Bella, aku tidur deh."

Vania memejamkan matanya. Tak perlu menunggu waktu lama, hanya dalam beberapa menit setelah Vania memejamkan matanya, Vania langsung tertidur.

Beberapa jam telah berlalu setelah Vania tertidur. Bis yang ditumpangi para murid untuk pergi ke hutan tempat tujuannya sudah sampai. Para murid mulai berkeluaran dari pintu bis.

"Vania! Vania!" Bella berusaha membangunkan Vania dari tidurnya dengan kedua tangannya memegang pundak Vania lalu menggoyang-goyangnya secara keras berulang kali. "Ayo bangun, kita udah sampai."

Vania sedikit tersadar, pandangannya sedikit buram dan badannya sedikit lemas karena baru bangun dari tidur.

"Kita udah sampai Bella?" tanya Vania, ia menyingkap kan kacamatanya, lalu mengusap-usap matanya dengan tangannya.

"Iya, kita udah sampai, yang lain juga udah pada keluar dan berbaris tuh."

Vania berdiri, kemudian dia mengambil dan mengenakan tas yang tergeletak di bawah kakinya. "Ayo Bella."

Mereka berdua berjalan keluar melalui pintu bis, lalu berbaris dan mengikuti barisan kelasnya.

Pak guru kelas itu mulai mengabsen murid-muridnya dimulai dengan laki-laki culun berkacamata yang berada di barisan depan.

"Anton Wilbur."

"Iya Pak?"

"Maju ke sini," ucap Pak guru yang memerintahkan muridnya itu untuk maju ke depannya.

Anton pun berjalan hingga ke hadapan Pak guru, melewati teman-teman kelasnya yang sedang berbaris.

"Mana HP mu?" tanya pak guru.

Anton keheranan dan bingung. "Hp ku buat apa pak?" Anton bertanya sembari mengeluarkan HP-nya dari saku celana kanannya.

"Ini HP saya Pak." Anton menunjukkan HP nya kepada Pak guru. Kemudian dia bertanya lagi, "Emang HP saya buat apa Pak?"

Pak guru mengambil HP Anton dari tangannya, lalu disimpannya ke dalam kantong celananya.

Anton yang baru saja diambil HP-nya oleh Pak guru menjadi heran. Dia berpikir, apakah ini adalah penyitaan HP. Jika benar terjadi penyitaan HP, Anton tidak masalah akan hal itu, karena dia adalah anak indie yang senang menikmati kesunyian hutan di malam hari.

"Maaf ya, tapi HP, gadget, dan alat elektronik kalian semua harus bapak sita, gunanya buat apa? ... Gunanya agar kalian lebih bisa menikmati suasana camping ini tanpa menggunakan gadget sama sekali," ucap Pak guru memberitahu semua murid kelasnya.

"Anton, balik ke barisan."

Anton mengangguk dan kembali ke barisannya.

Neman tertawa kecil melihat hal yang baru saja Anton lakukan. "Liat tuh, polos amat adek lu Max."

"Adek lu kali." Max menyahut, ia juga tertawa.

"Ngelawan lu ya."

Joshua memotong pembicaraan mereka. "Eh co' jangan berisik ... kalo beneran bakal disita HP kita, bakal ga asik ntar."

"Hah, kok jadi gitu sih pak? Kami kan pengen foto-foto nanti pas udah sampe di gunung nya," protes dari salah satu muridnya yang merasa tak terima akan penyitaan tersebut.

"Iya nih, kami kan pengen upload story di sana. Buat apa jalan-jalan kalau gak di story in," ucap seorang murid wanita dari kelas tersebut.

"Kita ini tidak sedang liburan nak," jelas Pak guru.

Seorang teman kelas lainnya sedang protes. "Kalau aku bosen dan pengen main game di HP gimana pak? Aku kan butuh hiburan kalo lagi bosen, aku juga—"

"Pak Pak Pak!" salah satu murid memotong omongan dari murid yang tadi sedang berbicara dengan nada yang agak nyaring. "Buat dengerin musik nanti gimana pak? Kami kan butuh hiburan, kami pengen nyanyi-nyanyi bareng nantinya."

"Ohh, soal itu kalian tenang aja ya, nanti di perkemahan bakalan lebih asik dan sangat ramai kok, soalnya kita bakal nyanyi bareng make gitar ditemani api unggun. Pokoknya asik banget," Pak guru berusaha menenangkan murid-muridnya.

"Tapi tetep Pak, kami butuh HP disana Pak, buat GPS."

"Betul tuh."

"Yahhh, kalian ini, ini hutan teman, bakalan nggak asik kalau megang HP. Kita harus menikmati ketenangan hutan ini dengan cara nan indie dan meriah dengan ditemani secangkir kopi ..."

"Indie indie, pala bapakmu indie ... di HP gue ada dokumen rahasianya masalahnya." Salah satu dari murid yang sedang berbaris di sana menjadi kesal. Suasana pun berubah menjadi kacau.

"Aku juga pengen nonton film yang sudah ku download nantinya ..."

Tampak murid-murid sedang protes tak terima karena HP mereka akan disita. Suasana kelas ricuh, mereka saling bersahut-sahutan yang menimbulkan suasana menjadi heboh.

"Hapus video itu di galeri kalian sekarang woe!!!" Salah satu murid di kelasnya berteriak. Entah mengapa setelah anak itu berteriak, murid-murid lainnya bergegas memeriksa kembali HP masing-masing.

"Saya pengen belajar lewat HP dengan ketenangan hutan pak ..."

"Aku nantinya pengen ngabarin mamihh ..." 

"Diammm!!!" Pak guru berteriak keras dengan nada yang sangat nyaring.

Suara kerasnya terdengar hingga ke kelas lainnya yang sedang berbaris juga. 

"Diam semuanya diam!" suasana yang semulanya berisik dipenuhi protes oleh murid-murid kelas itu kemudian menjadi diam setelah Pak guru berteriak untuk menghentikan kekacauan kelasnya.

"Kita disini bukan buat bersenang-senang saja ya, ingat itu. Kita ke sini tujuannya untuk belajar ... setelah camping ini selesai kalian juga pasti bakal dapat nilai tambahan. Pokoknya kalian tidak usah ngurusin tentang sesat atau apapun karena jalur-jalur di hutan ini tidak terlalu menyesatkan. Dan kalian juga jangan khawatir, di sana bakal asik kok, tenang aja."

Penyitaan gadget itu tidak hanya dilakukan di kelas Vania saja, semua murid di kelas lain pun dipaksa untuk menyerahkan HPnya ke wakil kelas masing-masing.

"Lanjut ke topik, oke, selanjutnya ... Ryan Austin, maju kamu," Pak guru melanjutkan perintah kepada murid-muridnyanya untuk maju kedepan dan menyerahkan HP mereka untuk disita selama camping berlangsung.

"Bapak sekali lagi mengingatkan ya, kalau ada yang ketahuan bohong dan menyembunyikan HP-nya, bapak bakalan memotong 60 nilai dari tugas kalian. Kalau nilai kalian 100, maka akan menjadi 40. Dan kalau nilai kalian adalah 40, maka akan menjadi -20 ... -20 itu akan bapak gunakan untuk mengurangi nilai mata pelajaran kalian lainnya," tegas Pak guru.

Beberapa murid meneguk air liurnya karena merasa takut. Beberapa murid yang sebelumnya sudah bersiap untuk menyembunyikan HPnya yang berada di kaos kaki, di dalam sepatu, dan lain-lainnya kemudian mengurungkan niatnya untuk melakukan itu.

Murid-murid terus menerus bergantian menyerahkan HPnya untuk disita, sesuai panggilan acak dari Pak guru. Hingga tiba saatnya giliran Vania untuk menyerahkan HP miliknya.

"Vania Callista, maju kamu." Pak guru memanggil.

Mendengar namanya di panggil, Vania pun maju ke depan dan menyerahkan HP nya kepada pak guru. Setelah Vania menyerahkan HP nya, Vania kembali ke barisan sebelumnya yang bersebelahan dengan Bella.

"Oke, selanjutnya Ella Myla," ucap Pak guru memanggil.

Ella Myla berjalan untuk menyerahkan HPnya kepada Pak guru, seperti yang dilakukan teman kelasnya.

"Eh, Josh," Neman memanggil Joshua sambil menyenggol untuk mendapatkan responnya.

"Uy, kenapa?" tanya Joshua dengan berbisik.

"Sembunyiin nih HP gue," bisik Neman kepada Joshua yang sedang berbaris di sebelahnya.

"Eh buset, lu ga boleh gitu Neman, lu gak boleh curang gini dong, HP gue aja udah gue kasih ke Pak guru tadi. HP lu juga harus diserahin ke Pak guru lah, supaya solid." Bisik Joshua dengan alis yang dikerutkan.

"Ahh elah Josh, kita kan kawan, tolongin gue dong sekali lagi, lu tahu sendiri kan kalau gue gak bisa banget lepas dari HP." Neman tetap memaksa Joshua agar dia mau membantu menyembunyikan HP miliknya.

"Jangan Neman, kalo lu ketahuan gimana? Gue takut kalau gue bakal kena hukuman juga kalo lu ketahuan." Joshua menjadi gugup.

"Bodo amat Josh." Neman mengabaikan ocehan Joshua temannya itu.

Kemudian Neman membuka tas Joshua tanpa se izinnya dan lalu menaruh HP miliknya ke dalam tas milik Joshua. Joshua yang mengetahui itu hanya bisa pasrah dan membiarkannya.

Barisan Vania dan barisan mereka saling bersebelahan. Jarak antara Vania dan mereka lumayan dekat, sehingga Vania bisa menyaksikan Neman yang sedang menyembunyikan HPnya ke dalam tas milik Joshua. Vania yang melihat itu memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan mereka dan lebih memilik untuk pura-pura tidak tahu.

"Neman Alvaro." Pak guru memanggil, tiba giliran Neman untuk menyerahkan HPnya.

"I-iya Pak, hadir," jawab Neman.

"Sini kamu."

Neman berjalan melewati barisan kelasnya. Pandangan mata teman-teman kelasnya tertuju kepada Neman yang berjalan menghampiri Pak guru yang sedang berdiri menanti di depan barisan.

Sesampainya Neman di sana, Neman di pertanyakan oleh Pak guru tentang HP miliknya. "Neman, mana HP milik mu?

"Aku gak bawa HP, Pak."

"Jangan bohong, tidak mungkin anak muda seperti kamu ini nggak membawa HP ke sekolah."

"Beneran pak, tadi HP ku tertinggal di rumah. Soalnya tadi aku buru-buru pergi ke sekolah sampai lupa kalau HP ku masih tertinggal di dalam kamar." Tubuhnya berkeringat yang menandakan dia sedang gugup. Matanya menatap kepada Guru di depannya, dengan sedikit senyuman di bibir untuk membuat Pak guru di hadapannya mengira kalau dia sedang tidak menyembunyikan apa-apa.

"Badan kamu kok berkeringat Neman?" tanya Pak Guru dengan alis yang dikerutkan, memasang tampang curiga.

"Kamu jangan berani bohong sama saya ya! Saya gak peduli meskipun kamu anak kepala sekolah. Kalau kamu bohong bapak akan benar-benar ngehukum kamu," tegas Pak guru.

"Nggak Pak, aku nggak nyembunyiin apa-apa kok, seriusan." Jawab Neman. Ia tersenyum paksa, memalsukan senyumannya agar terlihat tenang.

Pak guru maju mendekati Neman. Tangannya kemudian meraba-raba badan, kaki, hingga memeriksa sepatu Neman. Setelah selesai meraba-raba untuk mengecek apakah benar Neman tidak menyembunyikan HPnya, Pak guru melanjutkan tindakannya dengan mengecek semua kantong, dimulai dari saku baju, saku celana, hingga kantong-kantong lainnya selesai di periksa.

Merasa kurang puas, Pak guru mengambil paksa tas milik Neman yang sedang digendongnya. Dia kemudian mencari-cari apakah ada HP atau Gadget lainnya yang berada di dalam tas milik pemuda di hadapannya tersebut.

Setelah selesai diperiksa dan tidak menemukan HP atau alat elektronik lainnya, Pak guru mengembalikan tas yang baru saja diperiksanya itu kepada Neman. "Saya bingung, kok bisa-bisanya seorang pemuda di zaman seperti ini sampai kelupaan barang penting seperti HP begitu."

"Kalo saya ga buru-buru juga pasti saya bawa Pak, gak mungkin kan saya ngelupain dengan sengaja barang sepenting itu, hehe." Neman terkekeh. Dia senang, merasa lega karena berhasil membohongi Gurunya itu.

"Ya sudah, sana balik ke barisan."

"Oke Pak." Neman pun berjalan kembali ke barisan belakang yang bersebelahan dengan Joshua.

Neman telah sampai di sebelah Joshua. Joshua melihat Neman dengan senyum di bibirnya.

Neman menyeringai. "Apa Josh?"

Joshua menggelengkan kepalanya dengan tersenyum, sembari menggerakkan kepalanya untuk kembali melihat kedepan.