webnovel

Menunggu dirinya

Setelah beberapa saat, Vania dan Lisa kemudian sampai di parkiran sekolah. Terlihat banyak murid-murid dari kelas berbeda yang sedang berkumpul di parkiran, dan ada juga yang langsung pergi ke arah lapangan. Banyaknya murid-murid yang sedang berkumpul di parkiran menandakan kalau mereka belum berangkat ke tempat tujuan kemah.

"Syukurlah kita nggak telat." Vania merasa senang karena ternyata dia tidak telat.

"Iya Vania, mereka aja masih di parkiran tuh."

[Untuk semua siswa dan siswi, harap pergi ke depan lapangan dan berbaris segera. Sebentar lagi kita akan pergi ke hutan tujuan kita berkemah.] 

Suara itu terdengar jelas dan nyaring di seluruh wilayah sekolah. Itu adalah suara speaker yang berasal dari kepala sekolah, dia sedang mengabarkan kepada seluruh murid kalau mereka sebentar lagi akan berangkat. 

"Eh, udah pengumuman tuh, ayo ke lapangan, Vania."

"Eh iya, yaudah ayo Lisa," ucap Vania sambil berjalan.

Mereka berdua berjalan berdampingan menuju lapangan untuk mendatangi suara dari speaker tersebut.

"Lisa." Vania memanggil Lisa.

Pandangan Lisa sedang terfokuskan kepada HP yang sedang dimainkannya, tanpa memedulikan apa yang ada di sekitarnya.

"Hmm?" Lisa bergumam seperti bertanya, tapi Lisa sebenarnya tidak terlihat fokus mempedulikan perkataan apa yang hendak temannya sampaikan.

"Lisa! Aku mau ngomong, dengerin duluu." Merasa omongannya tak didengar, Vania memanggil Lisa sekali lagi dengan nada yang sedikit keras.

Lisa memencet tombol power sekali, lalu dia meletakkan HP miliknya di sakunya.

"Ada apaan sih, Vania?"

"Nanti pas kita udah sampe di hutan, kita ketemuan yuk."

"Mau ketemuan gimana emangnya, kita aja baru kali ini kesana, lucu kau," ucap Lisa yang tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"Nanti aku kirim pesan ke kamu kalo udah nyampe di sana."

"Kalo di sana ga ada jaringan gimana?" tanya Lisa.

"Yaa, kita saling cari aja nanti," jawab Vania.

"Iya, okke deh." Lisa meng iya kan permintaan sahabatnya tersebut, ia tersenyum sembari mengarahkan tangan kanannya yang membentuk logo OK.

Setelah jalan santai dari parkiran untuk menuju lapangan, kini mereka berdua sudah tiba di lapangan. Di sana banyak murid-murid yang sedang berbaris dipimpin oleh wakil kelasnya masing-masing.

"Itu kelas ku tuh, yaudah Vania, aku duluan ya." Lisa menghampiri kelasnya yang sedang berbaris.

"Iya Lisa." 

Vania juga berjalan untuk mencari di mana kelasnya berbaris. Vania terus berjalan hingga menemukan temannya yang siap berbaris. Tanpa pikir panjang, Vania kemudian pergi ke sana dan ikut berbaris.

Setelah selesai berbaris, Pak guru mengecek kehadiran murid-muridnya dengan cara meng-absen murid-muridnya satu persatu.

"Oke, sekarang kalian Bapak absen ya," ucap Pak guru yang segera memulai absen kelasnya.

"Alex Ferguso!" Pak guru memanggil murid-murinya dengan nada yang keras agar didengar.

"Ada, Pak," sahut Alex Ferguso yang namanya dipanggil.

Absen terus berlanjut hingga giliran Vania untuk diabsen tiba. "Vania Callista?"

"Hadir pak." Vania menjawab panggilan dari gurunya tersebut.

"Oke, bapak sudah mengecek kalian semuanya ya. Ternyata ada tiga orang yang belum datang," Pak Guru menghela nafasnya.

"Si Joshua, Max, dan Neman, mereka ini pada ke mana ya?" Pak guru bertanya kepada murid-murid di depannya yang sedang berbaris.

"Gak tau kami pak, mereka lagi di jalan mungkin." Salah satu murid dari barisan itu menjawab.

Pak guru menghela nafasnya. "Hade-eh mereka ini, yaudah, kita tunggu saja."

Pak guru kesal dengan keterlambatan mereka. Setelah para murid di kelas lain selesai berbaris, mereka memasuki bis kelasnya masing-masing dan langsung pergi ke tujuan camping.

Sudah dua puluh menit lebih mereka menunggu kedatangan Neman, Max, dan Joshua, namun mereka belum datang juga.

"Pak, bis yang lain semuanya udah pergi tuh, kita aja yang belum. Mending langsung pergi aja gak usah nungguin mereka." Salah satu murid lainnya memberikan saran kepada Pak guru agar segera pergi ke tujuan camping.

"Tunggu bentar ya nak, kalo sepuluh menit lagi gak datang yaudah kita langsung pergi aja."

Tak lama setelah pak guru berbicara, mereka datang sambil berlari. Neman, Max dan Joshua, mereka bertiga datang ke arah barisan Pak guru dengan nafas yang terengah-engah akibat kelelahan setelah berlari sekencang-kencangnya.

Semua pandangan seketika tertuju kepada mereka yang baru saja datang terlambat.

"Kenapa sih kalian ini! selalu saja datang terlambat. Hingga camping yang harusnya datang jam 08.30 aja kalian telat hampir se jam," heran Pak guru yang sedang mengatur barisan kelasnya tersebut.

"Tadi kami lagi, hmm ..." Max memikirkan sesuatu untuk mencari alasan keterlambatan mereka supaya masuk akal.

"Ahh iya, kami tadi kena macet Pak, sama motor mogok juga tuh, makanya ke bengkel dulu bentar, ya kan Josh?" lanjut Max. Ia berharap kebohongan nya itu bisa dipercaya oleh Pak guru.

"I-iya tuh Pak, bener, motor Neman mogok. Sebagai teman setia Neman, kami wajib dong nungguin dia," sahut Joshua.

Mereka berdua mencoba berbohong agar mereka tidak kena hukuman. Hal yang terjadi sebenarnya ialah, mereka terlambat karena menunggu Neman yang bangun telat.

"Alasan aja kalian ini," cetus Pak guru.

"Yaelah Pak, bentaran doang gini kok," bantah Neman.

Neman merupakan Pemuda yang memiliki wajah tampan, memiliki rahang tajam, hidung mancung dan tatapan matanya yang tajam dingin membuatnya sedikit disegani. Meskipun memiliki wajah yang tampan, wajah rupawannya menjadi tak berguna akibat kelakuan-kelakuan buruknya yang selalu dipandang oleh orang-orang di sekitarnya. Yang selalu mereka pikirkan bila mendengar nama Neman hanyalah keburukan perilakunya. Neman memiliki sifat yang egois, dan keras kepala. Dia selalu ingin menang sendiri dan tak mau kalah. Tak seperti murid lainnya yang memakai baju Pramuka lengan pendek, Neman justru memakai baju Pramuka dengan lengan panjang yang digulung hingga siku tangan.

Berbeda dengan Neman dan Joshua, Max tak memiliki wajah setampan mereka. Max memiliki rambut kribo yang mana itu menjadikan ciri khasnya. Sedangkan Joshua dominan dengan rambut kuning pirangnya dan tatapannya yang sayu.

Karena keterlambatan mereka bertiga ini lah yang membuat Vania dan yang lainnya merasa kesal, mereka lelah menunggu kehadiran tiga orang tersebut di tengah cahaya matahari yang mulai sedikit memanas. Kekesalan itu cuman bisa mereka pendam karena mereka tidak berani dan tidak ingin bermasalah dengan Neman dan teman-temannya.

Neman, Joshua, dan Max. Mereka adalah salah satu kelompok yang sangat populer di sekolah, hampir semua orang mengetahui nama mereka. Mereka terkenal karena mereka adalah kelompok pembully yang ditakuti, dan ketua kelompok mereka adalah si Neman. Neman pernah memenangkan kejuaraan Silat sekolahnya dengan posisi juara satu, sehingga membuatnya disegani dan ditakuti oleh seluruh sekolah. Kemampuan bertarung Neman tidak perlu dipertanyakan, karena Neman pernah berkelahi dengan empat orang yang membawa senjata, namun yang berhasil menang adalah Neman, meskipun dia seorang diri.

Neman juga merupakan anak dari kepala sekolah, yang mana itu membuatnya sedikit terlindungi dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Tak ada celah bagi para murid-murid biasa untuk membalas dendam kepada Neman. Mengetahui hal itu, mereka lebih memilih diam dan tidak membuat masalah dengan Neman.

Vania nampak kesal karena keterlambatan mereka dan juga kehadiran mereka, 'Kenapa mereka harus hadir sih, mendingan gak usah hadir aja sekalian,' ucapnya dalam hati. Wajahnya cemberut namun tak melihat ke arah mereka.

Vania merupakan salah satu korban bully dari kelompok Neman juga, pikiran Vania untuk sementara senang sebelum kedatangan mereka, karena dia berpikir acara perkemahan ini akan menjadi acara yang terbaik dengan tidak hadirnya mereka, tetapi harapannya itu sirna setelah melihat kehadiran mereka bertiga. Vania berpikir bahwa acara perkemahan tersebut akan menjadi acara terburuk menurutnya karena kedatangan Neman dan kelompoknya.

"Okee, sekarang semuanya sudah berkumpul dan nggak ada yang tertinggal," ucap Pak guru sembari memantau murid-muridnya. "Yaudah, semuanya, ayo masuk ke dalam bis, sesuai barisan, mulai dari barisan kiri."

Satu per satu murid-murid yang sedang berbaris itu mulai memasuki bis tersebut. Tak seperti yang lainnya, Neman dan kelompoknya pergi masuk tanpa mempedulikan urutan masuk sesuai barisan, dan mereka memilih kursi urutan paling belakang. Pak guru yang menyaksikan itu hanya bisa menggeleng dan menghela nafasnya.

Tak memerlukan waktu lama, hanya sebentar untuk menunggu barisan lain masuk, sekarang tiba saat nya barisan Vania yang berada di posisi paling kanan untuk masuk kedalam bis, dan dia langsung saja masuk ke dalam bis itu. Setelah masuk ke dalam bis, Vania berjalan menyusuri kursi bis untuk mencari kursi yang kosong untuk ditempati olehnya.