webnovel

18. Perdebatan

"Lihat ke bawah!" titah Kai Wenning menunjuk ke bawah. Wei Lian Zai menuruti ucapan Kai Wenning. Pria itu kembali fokus menatap ke bawah, pria itu sedang mencari keberadaan Wei Feifei.

"Heh Feifei, kamu sudah sembuh?" teriak Li Wen melambaikan tangannya pada seorang gadis yang tengah memegang pedang dalam pelukannya.

Feifei mendongakkan kepalanya angkuh sembari berjalan menuju Li Wen dan Li Rouwan yang tengah berdiri di lapangan. "Jelas saja aku sudah sembuh, aku ini kuat, pendekar wanita yang gak ada tandingannya," jawab Feifei dengan sombong.

Wei Lian Zai menajamkan pendengarannya agar mendengar ucapan orang-orang di bawah sana. Wei Lian Zai tersenyum saat mendengar suara adiknya.

"Halah sombong banget jadi orang. Kamu semalam sudah sekarat, kalau tida diobati guru Lan, mana mungkin kamu akan sembuh," ucap Li Rouwan dengan sinis.

"Heh, aku sakit karena aku baru melawan ular raksaksa. Kamu mana bisa seperti aku? Saat beradu pedang denganku saja kamu langsung tumbang," ejek Feifei tersenyum penuh kemenangan. Li Rouwan menatap tajam Feifei, pria itu sudah ingin menerjang Feifei, tapi tangannya ditahan oleh Li Wen.

"Sudah jangan bertengkar lagi. Feifei baru sembuh, jangan buat masalah!" tegur Li Wen.

"Dia yang mulai," kata Li Rouwan yang memang tidak mau mengalah.

"Kamu yang mulai. Tahu gitu, kemarin aku menyeretmu untuk ikut berburu ular, aku jadikan kamu makanan ular raksaksa," ucap Feifei.

"Kamu yang aku umpanin!" pekik Li Rouwan. Meski laki-laki, kalau masalah berdebat, Li Rouwan tidak mau mengalah. Pria dari Klan Li itu memang sangat keras kepala.

"Diam!" bentak Ai Biyan yang datang tiba-tiba.

Li Rouwan dan Feifei memalingkan wajahnya, mereka sama-sama melempar liriksan sinis. Ai Biyun menggelengkan kepalanya. Kalau ada Kai Wenning, Kai Wenning lah yang akan melerai pertengkaran Li Rouwan dan Feifei. Tetapi pagi ini ia belum melihat Kai Wenning sama sekali.

"Eh Feifei, ceritakan bagaimana kamu bisa terluka kemarin," ujar Li Wen.

"Kemarin saat Kai Wenning melihat Guru Lan dan Guru Su, Kai Wenning akan mengikuti mereka. Jadi aku memaksa ikut, dan aku melihat keajaiban di dunia," jelas Feifei yang saat ini kembali bersemangat.

"Sini mendekat!" ajak Feifei menyuruh teman-temannya mendekat. Li Rouwan, Li Wen, Ai biyun pun mendekati Feifei. Mereka cukup penasaran dengan apa yang terjadi kemarin.

"Terus kami melihat kehebatan Guru Lan dan Guru Su. Mereka membunuh semua ular yang ada di sana. Ularnya banyak banget, dan anehnya lagi tidak ada darah saat Guru menebas kepala ular itu."

"Kok bisa gak ada darah?" tanya Ai Biyun sembari menggosok lehernya yang terasa merinding.

"Aku curiga itu ular sihir. Saat semua ular sudah mati, ular itu langsung menghilang tanpa jejak. Terus aku dan Kai Wenning terbang mendekati Guru Lan dan Guru Su yang tengah melawan ular besar, Guru Lan dan Guru Su sangat hebat sampai membuat ular lemas. Aku datang mengeluarkan mantra penakluk turunan dari kakakku, terus Kai Wenning dengan hebatnya melesatkan anak panahnya tepat di atas kepala ular. Ularnya langsung mati." Feifei bercerita dengan menggebu-gebu. Gadis itu bersedakap dada saat teman-temannya memuji kehebatannya.

"Hebat kamu Feifei, tidak heran kalau guru Lan membawamu ke sini untuk jadi muridnya," puji Li Wen.

"Jelas, siapa dulu, Feifei," jawab Feifei dengan bangga.

Dari kejauhan, Lan Yunxi menatap Feifei dengan senyum samar yang tersungging di bibirna. Senyum itu sangat samar, bahkan hampir tida terlihat. Meski demikian, Lan Yunxi senang saat mengetahui Feifei baik-baik saja.

Di atap, Wei Lian Zai ikut tersenyum melihat adiknya. Adiknya baik-baik saja dan mendapatkan banyak teman. Saat di rumah, Wei Lian Zai selalu menyembunyikan adiknya membuat adiknya tidak memiliki teman. Adiknya hanya bermain seruling di ruang bawah tanah yang dibangun Wei Lian Zai. Adiknya selalu memberontak ingin keluar, ia selalu memaksa adiknya tinggal di rumah membuat adiknya lebih sering marah. Saat ini Wei Lian Zai melihat Feifei tersenyum senang saat bercanda dengan teman-temannya.

"Kamu lihat sendiri, Wi Lian Zai. Wei Feifei baik-baik saja. Kami tidak menyandera Feifei, dia datang sendiri. Dan kamu lihat guru Lan, dia tersenyum menatap adikmu. Aku yakin itu bukan senyum jahat," jelas Kai Wenning. Pandangan Wei Lian Zai mengarah pada Lan Yunxi, pria di bawah sana tidak melepaskan pandangannya dari Feifei.

"Aku akan menjaga Feifei, kalau guru Lan melakukan sesuatu yang jahat pada Feifei, aku yang akan menetang untuk pertama kalinya," ujar Kai Wenning.

"Apa kamu bisa dipercaya?" tanya Wei Lian Zai.

Kai Wenning mengambil sesuatu dari saku bajunya. Sebuah kupu-kupu emas,"Bawa ini untuk komunikasi kita. Aku akan memberikan kabar Wei Feifei melalui kupu-kupu emas yang sudah aku beri mantra," tambah Kai Wenning. Wei Lian Zai menerima kupu-kupu ini.

"Jaminannya kepalaku. Kalau aku gagal menjaga Feifei, kamu bisa membunuhku. Tapi aku pastikan tidak akan gagal menjaganya," ujar Kai Wenning dengan yakin. Wei Lian Zai tampak menimang. Ia sudah pernah dihianati Kai Wenning, tetapi dalam hal menjaga Feifei, entah kenapa ia sangat ingin mempercayai Kai Wenning.

"Aku percayakan Feifei padamu," putus Wei Lian Zai akhirnya. Kai Wenning tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.

Kai Wenning segera meloncat turun dari atap untuk bergabung bersama Feifei dan yang lainnya.

"Eh itu guru Kai," ucap Li Wen yang langsung mendekati Kai Wenning. Kai Wenning tersenyum menatap murid-muridnya. Pandangan Kai Wenning mengarah pada Wei Feifei.

Klan Wei terkenal dengan paras yang rupawan, harusnya ia yakin sejak pertemuan pertamanya kalau gadis cantik di hadapannya adalah Klan Wei.

"Feifei, bagaimana dengan lukamu?" tanya Kai Wenning.

"Semua baik-baik saja," jawab Feifei.

"Jangan gegabah lagi. Lain kali aku tidak akan mengajakmu untuk ke tempat-tempat berbahaya."

"Ajak aku, aku ingin berburu monster," pekik Wei Feifei mendekati Kai Wenning. Gadis itu mencekal tangan Kai Wenning yang membuat teman-temannya terkesiap.

"Ya, ajak aku lagi, ya. Aku akan belajar ilmu pedang dengan giat biar bisa mengalahkan banyak monster dan menaklukkan ilmu sihir mereka," ujar Feifei lagi.

"Setelah menaklukkan saja kamu langsung pingsan, dasar gak tahu malu," cibir Li Rouwan yang senang mencari gara-gara dengan Feifei.

"Ekhem." Suara deheman membuat semua murid menatap ke arah sumber suara. Lan Yunxi datang mendekat ke murid-muridnya. Dengan kompak murid-muridnya menundukkan kepalanya untuk salam penyambutan.

Lan Yunxi menatap Feifei dari atas sampai bawah, memastikan kalau gadis di hadapannya baik-baik saja. Feifei yang ditatap pun menundukkan kepalanya. Pandangan Lan Yunxi mengarah pada muridnya yang lain.

"Di mana pedang kalian?" tanya Lan Yunxi pada Ai Biyan, Li Wen dan Li Rouwan yang tidak membawa pedangnya.

"Di kamar, guru," jawab mereka kikuk.

"Apa kalian tidak mau mengikuti pembelajaran pedang hari ini?" tanya Lan Yunxi. Buru-buru ketiga murid itu langsung pergi begitu saja. Wei Feifei tertawa geli melihat teman-temannya.

Di atap, Wei Lian Zai membalikkan tubuhnya. Pria itu pergi dari sana karena merasa adiknya baik-baik saja. Ia akan datang lain waktu untuk berbicara dengan adiknya. Saat ini masih ada yang perlu ia kerjakan.