webnovel

Ancaman Tentara Pemerintah

Para tentara yang tersisa tampak tegang, saling menatap dengan ketakutan yang jelas terlihat di wajah mereka. Mereka tidak menyangka akan berhadapan dengan seseorang seperti Ceun-Ceun, yang kekuatannya jauh melampaui apa yang mereka bayangkan.

Pemimpin kelompok tentara itu, yang sejak awal hanya diam dan mengamati, akhirnya maju. Dia menatap tentara yang tergeletak di tanah dengan wajah penuh amarah sebelum mengarahkan pandangannya ke Ceun-Ceun.

"Kau sudah membuat kesalahan besar," ujarnya dengan nada mengancam. "Kau mungkin kuat, tapi melawan pemerintah adalah hal yang tidak bisa dibiarkan."

Cuimey, yang sejak tadi diam, maju dan berdiri di samping Ceun-Ceun. Dia tahu, tentara ini hanya berusaha menakut-nakuti mereka dengan ancaman kosong. Cuimey merasakan bahwa kelompok ini bukanlah ancaman besar, namun, jika tidak ditangani dengan benar, mereka bisa menyebabkan masalah.

"Kami tidak mencari masalah dengan pemerintah," ujar Cuimey dengan nada tajam. "Tapi kalau kalian terus memprovokasi kami, jangan salahkan kami kalau kalian pulang dengan tubuh penuh luka."

Tentara itu tampak marah, namun ia tidak bodoh. Ia tahu bahwa meskipun mereka berjumlah banyak, kekuatan Ceun-Ceun dan Cuimey jelas bukan tandingan mereka. Belum lagi, ada Li dan Ren yang juga sudah bersiap jika situasi semakin memanas.

Akhirnya, pemimpin tentara itu mendengus keras dan melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya untuk mundur. "Kita akan bertemu lagi," katanya penuh dendam. "Dan saat itu, tidak akan ada yang bisa menyelamatkan kalian."

Tanpa menunggu jawaban, para tentara itu segera berbalik dan meninggalkan tempat itu, meninggalkan debu yang terbang saat kuda-kuda mereka melesat pergi. Ceun-Ceun dan Cuimey tetap tenang, namun jelas terlihat bahwa suasana di sekeliling mereka baru saja berubah tegang.

Li, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara. "Sepertinya kalian telah membuat musuh baru hari ini."

Ceun-Ceun hanya tersenyum tipis. "Musuh atau bukan, mereka sudah tahu siapa yang harus mereka hadapi jika ingin mencari masalah."

Cuimey mengangguk setuju. "Kita sudah sering menghadapi orang-orang seperti mereka. Ini bukan pertama kali, dan jelas bukan yang terakhir."

Ren, yang sejak tadi juga diam, menatap langit yang mulai memerah oleh cahaya senja. "Kita sebaiknya melanjutkan perjalanan sebelum malam tiba. Tempat ini tidak lagi aman."

Mereka pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan, meski di dalam hati, mereka tahu bahwa ancaman dari tentara pemerintah itu belum sepenuhnya hilang.

Setelah para tentara pemerintah berlalu, Ceun-Ceun dan yang lainnya segera memutuskan untuk bergerak cepat. Hawa di sekitar terasa semakin tegang, dan mereka tidak ingin mengambil risiko disergap di malam hari. Mereka membereskan perbekalan dan meninggalkan kedai dengan langkah yang waspada.

Saat mereka berjalan, Cuimey berjalan di samping Ceun-Ceun. "Menurutmu, apakah mereka akan kembali dengan lebih banyak pasukan?" tanya Cuimey, matanya menyipit penuh kewaspadaan.

Ceun-Ceun hanya mengangkat bahu. "Mungkin saja. Tapi aku tidak khawatir. Kita pernah menghadapi yang lebih buruk dari ini."

Li yang berjalan di depan mereka, tiba-tiba berhenti. "Kita tidak bisa terus begini," katanya, suaranya pelan namun terdengar jelas di antara mereka. "Jika mereka benar-benar datang lagi, kita harus punya tempat berlindung. Atau, kita sebaiknya mencari jalan yang lebih aman ke negeri utara."

Ren mengangguk. "Li benar. Kita harus berhati-hati. Perjalanan ini tidak akan mudah, apalagi jika kita terus diburu oleh sekte-sekte lain dan juga tentara pemerintah."

Ceun-Ceun mendengarkan kata-kata mereka dengan seksama. Mereka semua memiliki poin penting. Perjalanan ke negeri utara memang tidak hanya sekadar perjalanan fisik. Mereka akan menghadapi banyak musuh, baik yang sudah mereka ketahui maupun yang belum mereka duga.

"Aku setuju," Ceun-Ceun akhirnya berkata. "Kita harus lebih berhati-hati. Tapi kita juga tidak bisa terus bersembunyi. Kalau kita terlalu lama, kita akan menjadi sasaran empuk."

Mereka terus melanjutkan perjalanan, suasana semakin hening seiring dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat. Langit perlahan-lahan berubah gelap, hanya tersisa sinar samar dari bintang-bintang yang mulai muncul satu per satu.

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah bukit kecil. Dari kejauhan, terlihat cahaya samar dari sebuah desa. "Kita bisa beristirahat di sana," ujar Cuimey sambil menunjuk desa itu.

Ceun-Ceun mengangguk setuju. "Baiklah, kita akan menginap di desa itu malam ini. Semoga tempatnya aman."

Mereka pun mempercepat langkah mereka menuju desa tersebut, berharap malam ini mereka bisa beristirahat dengan tenang tanpa gangguan.

Mereka tiba di desa kecil yang tampak tenang dan damai, dengan lampu-lampu temaram dari rumah-rumah penduduk yang menyala di malam hari. Desa ini tampak sepi, hanya beberapa penduduk yang tampak beraktivitas ringan di luar rumah mereka. Cuimey, Ceun-Ceun, Li, dan Ren segera menuju penginapan yang terlihat sederhana namun bersih di ujung jalan utama desa.

Penginapan itu dikelola oleh pasangan tua yang ramah. Setelah mereka menyewa kamar untuk malam itu, pasangan tersebut menyambut mereka dengan hangat, menawarkan teh hangat dan camilan sederhana. Cuimey, yang masih merasakan lapar setelah perjalanan panjang, menerima tawaran dengan senang hati.

"Ini teh herbal khas desa kami," kata pemilik penginapan sambil menyajikan teh hangat di meja. "Kami harap kalian bisa beristirahat dengan nyaman di sini."

"Terima kasih banyak," jawab Ceun-Ceun sambil menerima cangkir teh. "Kami menghargai keramahan Anda."

Setelah menikmati teh dan camilan, mereka beristirahat di ruang tengah penginapan sambil berdiskusi tentang rencana mereka selanjutnya. Cuimey, yang biasanya tegas, tampak lebih santai saat duduk di kursi empuk, sementara Ceun-Ceun dan yang lainnya bersantai di sekeliling meja.

"Bagaimana kalau kita menyelidiki desa ini besok pagi?" saran Ren. "Kita bisa mencari tahu apakah ada informasi mengenai sekte-sekte lain atau rute yang lebih aman menuju negeri utara."

Li mengangguk setuju. "Itu ide yang bagus. Kita juga bisa mendapatkan informasi lebih lanjut dari penduduk lokal."

Mereka semua setuju dengan rencana itu dan memutuskan untuk beristirahat malam ini. Sambil menyiapkan diri untuk tidur, mereka tidak bisa menghilangkan rasa waspada mereka. Meskipun desa ini tampak aman, ancaman dari sekte-sekte dan tentara pemerintah masih menghantui pikiran mereka.

Ketika malam semakin larut, Ceun-Ceun dan Cuimey masing-masing berbaring di tempat tidur mereka, namun pikiran mereka tetap aktif. Mereka tahu bahwa perjalanan ini masih panjang dan penuh dengan tantangan, tetapi mereka juga tahu bahwa persahabatan dan kekuatan mereka adalah kunci untuk menghadapi segala rintangan yang akan datang.

Di pagi hari, udara segar dan dingin menyapa Ceun-Ceun dan kelompoknya saat mereka bangun dari tidur. Desa masih tampak tenang, dengan matahari yang mulai naik tinggi dan menerangi setiap sudut desa dengan cahaya keemasan. Mereka semua berkumpul di ruang makan penginapan, siap untuk memulai hari baru.

Pemilik penginapan, yang tampaknya sudah siap dengan sarapan sederhana, menyambut mereka dengan senyuman. "Selamat pagi. Sarapan sudah siap," katanya. "Harap nikmati makanan ini sebelum kalian melanjutkan perjalanan."

Setelah sarapan, Ceun-Ceun dan kelompoknya memutuskan untuk menjelajahi desa. Mereka ingin mengumpulkan informasi yang berguna tentang keadaan di sekitar dan potensi bahaya di rute mereka menuju negeri utara. Mereka mulai berjalan menyusuri jalan-jalan desa yang sempit, sambil menyapa beberapa penduduk yang tampak sedang melakukan aktivitas pagi mereka.

Mereka berhenti di sebuah toko kecil yang menjual berbagai barang kebutuhan. Toko tersebut dikelola oleh seorang pria tua yang tampaknya berpengetahuan luas tentang desa dan sekitarnya. Ceun-Ceun memutuskan untuk bertanya tentang keadaan di sekitar dan apakah ada berita mengenai sekte-sekte yang mereka cari.

"Selamat pagi, Bapak," ujar Ceun-Ceun dengan sopan. "Kami sedang dalam perjalanan menuju negeri utara dan ingin tahu apakah ada informasi penting tentang perjalanan kami atau potensi bahaya di sepanjang jalan."

Pria tua itu menatap mereka sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Ada beberapa kabar buruk tentang jalan menuju negeri utara," katanya dengan nada serius. "Beberapa waktu lalu, sekte-sekte besar sering melakukan patroli di daerah itu. Mereka dikenal sangat berbahaya dan tidak segan-segan menyerang siapa saja yang melintasi wilayah mereka."

Ceun-Ceun dan kelompoknya saling bertukar tatapan, meresapi informasi yang baru mereka dapatkan. "Apa ada jalan alternatif yang lebih aman?" tanya Cuimey, mencoba mencari solusi.

Pria tua itu mengangguk. "Ada satu jalur alternatif melalui pegunungan. Jalur itu lebih panjang dan sulit, tetapi lebih aman karena kurang dilintasi oleh sekte-sekte besar."

Setelah mendengar informasi tersebut, Ceun-Ceun dan kelompoknya memutuskan untuk mempertimbangkan rute alternatif ini. Mereka mengucapkan terima kasih kepada pria tua itu dan melanjutkan eksplorasi mereka di desa. Meskipun mereka harus menghadapi perjalanan yang lebih berat, mereka merasa lebih siap untuk melanjutkan petualangan mereka dengan informasi baru yang mereka peroleh.

Setelah mendapatkan informasi penting dari pria tua di toko, Ceun-Ceun dan kelompoknya memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat lain di desa sebelum melanjutkan perjalanan. Mereka merasa perlu memastikan bahwa semua persiapan mereka lengkap dan informasi yang mereka dapatkan benar-benar dapat diandalkan.

Li dan Ren memilih untuk mengecek kuda-kuda mereka di peternakan setempat. Mereka memastikan kuda-kuda dalam kondisi baik dan siap untuk perjalanan panjang yang akan datang. Sementara itu, Cuimey dan Ceun-Ceun menuju ke sebuah kedai kecil yang menjual berbagai perlengkapan perjalanan dan makanan. Mereka membeli beberapa barang tambahan yang mungkin mereka butuhkan di jalan, termasuk obat-obatan dan persediaan makanan kering.

Setelah berbelanja, mereka kembali ke penginapan untuk beristirahat sejenak. Di sana, mereka membahas rencana perjalanan mereka dan memastikan bahwa mereka siap menghadapi jalur alternatif yang akan mereka ambil.

"Kita harus memastikan kita siap untuk jalur pegunungan," kata Ceun-Ceun sambil mengecek perbekalan mereka. "Kita mungkin akan menghadapi medan yang berat dan cuaca yang tidak bisa diprediksi."

Cuimey mengangguk setuju. "Kita harus mempersiapkan diri untuk segala kemungkinan. Tetapi setidaknya, kita tahu bahwa jalur ini lebih aman dari sekte-sekte yang sering berkeliaran."

Li dan Ren kembali ke penginapan setelah memastikan kuda-kuda dalam kondisi baik. Mereka semua berkumpul di ruang makan penginapan, dan setelah makan siang, mereka bersiap untuk berangkat. Mereka memutuskan untuk memulai perjalanan menuju pegunungan di sore hari, menghindari panas terik matahari yang bisa melelahkan.

Dengan semua persiapan yang sudah selesai, mereka meninggalkan desa kecil itu dengan penuh harapan. Mereka melintasi jalan setapak yang menuju ke pegunungan, siap menghadapi tantangan baru. Ketegangan di udara terasa lebih ringan saat mereka meninggalkan desa dan memasuki jalur yang lebih sepi. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir, tetapi dengan informasi baru dan semangat yang tinggi, mereka merasa lebih siap untuk menghadapi apa pun yang mungkin datang di hadapan mereka.

Saat mereka memasuki jalur pegunungan, suasana berubah menjadi lebih tenang dan sejuk. Udara segar pegunungan menyambut mereka, dan pemandangan yang menakjubkan dari puncak-puncak yang menjulang tinggi mengalihkan perhatian mereka sejenak dari kekhawatiran. Jalan setapak yang mereka lalui mulai menanjak dan sempit, ditumbuhi oleh pepohonan rimbun yang memberikan naungan dari sinar matahari.

Ceun-Ceun memimpin kelompok dengan langkah hati-hati, diikuti oleh Cuimey, Li, dan Ren. Mereka semua tetap waspada, terutama karena medan yang tidak terduga dapat menambah risiko perjalanan mereka. Sesekali, mereka berhenti untuk beristirahat dan memeriksa keadaan kuda-kuda mereka, yang tampaknya mulai lelah.

Saat matahari mulai terbenam, mereka menemukan sebuah gua kecil yang bisa menjadi tempat berlindung sementara. Gua itu tampak aman dan cukup luas untuk menampung mereka dan perbekalan mereka. Mereka memutuskan untuk bermalam di sana dan membuat api unggun untuk menghangatkan diri dan memasak makanan.

"Tempat ini cukup aman untuk malam ini," kata Cuimey sambil menyiapkan api unggun. "Kita harus memastikan untuk menjaga api tetap menyala agar tidak menarik perhatian."

Ceun-Ceun mengangguk. "Kita harus menjaga kewaspadaan. Tidak ada yang tahu apa yang bisa terjadi di pegunungan ini."

Li dan Ren mulai menyiapkan makanan dari persediaan yang mereka bawa. Sementara itu, Ceun-Ceun dan Cuimey berdiskusi tentang strategi perjalanan mereka ke depan, membahas rute dan kemungkinan ancaman yang mungkin mereka hadapi.

Saat malam tiba, langit di atas pegunungan dipenuhi bintang-bintang, menciptakan suasana yang damai namun tetap diwarnai dengan rasa waspada. Mereka beristirahat di sekitar api unggun, menjaga diri mereka tetap hangat sambil tetap waspada terhadap kemungkinan ancaman.

Saat mereka tertidur, Ceun-Ceun merenungkan perjalanan yang telah mereka lalui dan tantangan yang akan datang. Meskipun mereka menghadapi berbagai rintangan, semangat dan tekad mereka tidak goyang. Dengan persahabatan dan kekuatan mereka, mereka siap menghadapi segala rintangan yang akan datang di perjalanan mereka menuju negeri utara.