"Berani-beraninya kau melawanku?!" Ryan, menarik kerah baju teman sekolahnya—Theodor, yang ia anggap telah berani melawan aturannya di Aquilla high school.
Semua orang yang melihat perundungan yang dialami Theodor hanya diam karena tentu mereka tidak ingin bernasib sama sama seperti Theodor, siswa yang terkenal berprestasi. Namun, tidak mudah bergaul.
"Pukuli dia!" Ryan meminta anak buahnya, untuk kembali memukul Theodor hingga babak belur.
Sementara itu Sora, yang baru saja pertama kali masuk ke sekolah, karena baru saja di terima menjadi pengajar Matematika di sekolah itu, tampak berlari kecil. Langkahnya terhenti ketika dia melihat penganiayaan keji yang dilakukan Ryan dan teman-temannya.
"Hei... ada apa ini?" Wanita cantik yang mengenakan baju rapi, dah heels setinggi tiga sentimeter itu mendekat ke arah segerombolan siswa yang tengah menganiaya temannya tersebut.
Seketika suara hening seiring kedatangan Sora, yang berjalan mendekat ke arah mereka. Ryan yang melihat seorang gadis cantik yang terlihat lebih tua darinya, tidak merasa terprovokasi.
"Kalian membully temanmu?! Apakah kalian mau aku adukan ke kepala sekolah atau guru lain?" hardik Sora, yang merasa perihatin dengan Theodore yang sudah mulai lemas.
Namun, kenyataan yang harus Sora terima, salah satu dari siswanya itu, tampak mendekat ke arahnya dan tiba-tiba memegang dagu Sora hingga gadis yang baru saja lulus kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Western tampak mendongakkan kepala, karena pria berseragam sekolah itu memang lebih tinggi dari dirinya.
"Guruku yang cantik, kau orang baru? Belum tahu siapa aku, bukan?" kelakar Ryan dengan begitu sombong menantang Sora.
"Lepaskan tanganmu dari daguku, anak kurang ajar!" Sora dengan sekuat tenaga menampik tangan Ryan. Namun, bukannya takut Ryan malah terkekeh dengan sikap Sora, tentu saja diikuti dengan gelak tawa yang lainnya.
Sora memindai seluruh siswa, dia sadar semua yang ada di sini adalah siswa laki-laki yang bisa saja melakukan hal buruk dengan dirinya. Saat itu juga Sora memilih pergi untuk meminta bantuan dengan guru lain.
Sora setengah berlari menuju ke ruang guru, hingga napasnya terengah-engah, membuat semua guru yang ada di dalam ruangan langsung melirik ke arah Sora, wanita dengan rambut coklat gelap dengan mata biru itu.
"Halo... Apakah Anda Miss Soraya Foster, guru matematika baru di sekolah ini?" tanya salah satu guru yang masih terlihat muda.
Sora mengangguk, dia mengatur napasnya sendiri yang tersengal. Kemudian gadis itu menunjuk keluar.
"Ada apa di luar?" tanya salah satu guru paruh baya perempuan.
Sora menelan ludah, mencoba sekuat tenaga menjawab pertanyaan guru tersebut.
"Ada siswa yang dibully, di sana."
Mendengar jawaban Sora, membuat semua guru saling memandang, seolah tahu siapa pelakunya.
"Tolong lihat anak itu! Jika tidak, dia akan mati di tangan siswa-siswa brandal itu!" lanjut Sora dengan masih terengah-engah.
Namun, anehnya seolah mereka malas menanggapi laporan Sora, dan dengan terpaksa mereka berjalan mengikuti Sora ketika gadis itu keluar.
Ketika mereka sampai di tempat kejadian, nyatanya Theodor tergolek lemah sendirian dengan luka yang memenuhi tubuhnya. Sora terkejut dan mencari lima anak yang menganiaya siswa ini.
"Tadi aku melihat lima siswa berandalan itu di sini." Sora memekik, meyakinkan semuanya.
Anehnya guru-guru yang mengikuti Sora, membopong Theodor dan langsung mereka bawa ke rumah sakit.
"Miss Soraya. Tolong jangan perpanjang masalah ini. Kami akan menanganinya." Suara kepala sekolah yang tiba-tiba datang membuat Sora tertegun. Bukannya mencari siapa pelakunya. Sora harus menerima kenyataan jika dirinya dipaksa melupakan kejadian tragis ini. Ada apa dengan sekolah ini? Hal itu membuat Sora merasa aneh, dan terus mencari tahu kenapa tempat ini seolah mewajarkan kasus Bullying. Padahal ini serius dan harus benar-benar ditangani.
**
Terpaksa Sora mengindahkan apa yang dia lihat tadi, wanita itu berjalan ke sebuah kelas yang berada di lantai tiga, kelas tingkat akhir, di mana kelas itu terdapat siswa yang mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian tingkat akhir menuju universitas.
Dari jauh tampak riuh suara bising murid-murid yang tentu saja menjadi pemandangan biasa. Di dalam kelas yang ditujunya. Sora mengintip suasana kelas itu dari pojok jendela. Beberapa siswi sedang berdandan atau mungkin memamerkan barang miliknya. Ya, sekolah ini adalah tempat belajar bagi anak-anak orang penting dan berada, bisa dibilang menengah ke atas, dan Sora beruntung mendapatkan pekerjaan ini sebagai guru pengajar matematika. Setidaknya gaji yang akan dia dapat akan cukup untuk dikirimkan kepada sang ibu yang sedang sakit di kampung halamannya Torai—kota kecil yang bisa ditempuh dengan kereta atau pesawat. Sementara Sora melihat siswa laki-laki tampak berbincang dan bersenda gurau berkelompok dengan teman-temannya.
Sora menarik napas dalam-dalam, kemudian menelan ludahnya sendiri. Mempersiapkan diri untuk masuk ke kelas.
Saat Sora menarik panel pintu, seketika suasana hening, dan Sora masuk dengan begitu anggun.
"Selamat pagi, anak-anak." Sora berjalan sembari menyapa para siswa yang tampak kebingungan karena baru pertama kali melihat guru muda yang cantik seperti Sora.
"Saya akan menjadi Wali kelas kalian yang baru, dan sekaligus mengajar Matematika di sini."
Semua siswa siswi masih terdiam.
"Nama saya Soraya Foster, dan karena usia saya masih dua puluh empat tiga tahun, kalian bisa memanggil saya Miss Sora."
Tiba-tiba mata Sora menangkap sesuatu yang aneh, dia melihat pemuda yang tadi menganiaya temannya, dia tampak tidak memedulikan dirinya dan malah asik memejamkan mata dengan headset yang terpasang di telinganya. Pandangan Sora berubah nyalang, dia terlihat marah pada anak laki-laki itu, dia berjalan mendekat ke arahnya dan langsung menarik benda yang menutupi indera pendengaran murid badung itu. Sora sedikit membungkuk lalu dia berbisik, "Hai... kita bertemu lagu, saatnya belajar, simpan barangmu ini atau akan kusita!" desis Sora.
Semua murid yang ada di dalam kelas tampak terbelalak melihat Sora berani memprovokasi Ryan. Padahal pemuda itu salah satu orang yang tidak boleh disinggung di sekolah ini.
Sementara Ryan yang tadinya akan marah, dia berubah tersenyum menyeringai saat melihat guru cantik yang ada di hadapannya. Mata mereka saling bersirobok, bahkan Ryan bisa merasakan embusan napas Sora yang menyapu wajahnya.
"Hai... cantik, kita bertemu lagi."
Ucapan Ryan membuat Sora terbelalak, dari mana nyali anak ini sehingga dia bisa berbuat kurang ajar pada gurunya.
"Panggil saya Miss Sora!" desisnya mulai resah.
"Tapi, aku hanya ingin memanggilmu dengan sebutan sayang?" balas Ryan, yang langsung mengambil helaian rambut coklat Sora, dan menghirup aroma stroberi yang telah teresidu dengan rambut cokelat Sora."
Sora tersentak mendapat perlakukan seperti itu. Lalu ia menegakkan tubuh, dan menjauh dari Ryan.
"Sinting!" gerutu Sora.
Semua murid yang melihat adegan itu tampak canggung. Namun, tidak untuk Bella Swan. Gadis yang telah memiliki hubungan dengan Ryan. Dia sangat cemburu karena melihat sang pujaan hati menggoda wanita lain di hadapannya.