webnovel

Perkenalan

Pernikahan adalah suatu ikatan yang terjadi saat ikrar janji suci itu terjadi. Sedangkan rumah tangga adalah penyatuan dua insan dengan dua hati yang harus menjadi satu, yang artinya dua kepala, dua otak yang harus menjadi satu hati. Satu ikatan, satu komitmen, satu tujuan untuk meraih satu kebahagiaan di dalam lingkungan yang kita sebut dengan keluarga.

"Yang, kapan kita ke rumah emak?" Emak adalah panggilan nenek dalam bahasa sunda. Kami biasa memanggil dengan panggilan emak atau nini [ nenek ]. Mas Andi merayu agar aku mau pindah ke rumah emak, rumah yang ia diami bersama dengan emak nya sejak kecil. Alasan mas Andi menyuruhku tinggal bersama di rumah emak adalah karena emak sudah tua umurnya sudah 65 tahun. Beliau juga hidup sendiri karena sejak 15 tahun lamanya beliau di tinggal suami kedua nya merantau di negeri orang dan sampai saat ini belum pulang-pulang.

Saat baru menikah aku tinggal dirumah mama hanya 3 hari saja, setelah itu aku mengikuti suami untuk tinggal di rumah emak sekalian menemani emak di masa tua nya. Tapi semenjak usia kandunganku yang menginjak 7 bulan aku terus di suruh mama untuk tinggal bersama nya. Karena mama bilang usia kandungan 7 bulan sudah termasuk hamil tua takutnya akan terjadi kontraksi sewaktu-waktu. Memang jarang tapi temanku juga begitu melahirkan di saat usia kandungan 7 bulan. Hingga anaknya prematur yang di haruskan mendapati pelayanan khusus.

Aku masih enggan menjawab tawaran yang mas Andi berikan. Walau aku diam dirumah ibu tiri, tapi aku sudah kerasaan di rumah mama, ia sudah aku anggap sebagai ibuku sendiri walau memang se sayangnya ibu tiri tak akan bisa se sayang ibu kandung yang melahirkanku.

"Aku mau bantu mama dulu di dapur, malu, mas." Ku lihat mama sedang sibuk di dapur membuat adonan tahu pedas di dapur untuk di jual. Di belakang rumah atau dapur mama membuat jendela model-model warung jadul dari kayu.

Mas Andi pun pamit setelah selesai sarapan pergi ke konter kecil yang kami punya. Kami menyewa sebuah toko kosong yang kebetulan posisinya berada di pinggir jalan. Tempatnya tidak besar, yang penting kami mampu membagi uang sewa dengan modal awal konter itu. Selain isi pulsa juga kami menyediakan jasa cuci cetak foto, ngetik dan print, lalu menyediakan sedikit aksesoris Hp dan kebutuhan kecil lainnya.

"Rin, mama bukannya mau ikut campur masalah rumah tangga kamu dengan suami mu itu. Tapi dia sudah menjadi suami kamu, sudah menjadi ke harusan kamu mengikuti suami ke mana saja. Nih, kalau kata orang tua dulu bilang mau kemana pun suami melangkah harus diikuti sekalipun itu ke liang lahat." Sikapku masih sama tak menimpali nasihat mama karena mungkin mama memang tidak ingin aku berada di rumahnya. Karena sebenarnya hubunganku dengan mama tiriku juga tak terlalu dekat dan tak terlalu jauh juga.

"Nanti sehabis lahiran kamu pergi saja ikutin suamimu tinggal lagi disana. Mama gak mau denger kamu cekcok lagi di rumah ini suka risih ke mama nya." Ucapan mama membuatku berfikir bahwa benar apa yang dikatakan oleh mama. ia

Satu alasanku menerima lamaran mas Andi adalah karena papaku sudah tiada dan mama selalu mendesak mas Andi untuk melamarku cepat-cepat, hingga di usiaku yang baru 19 tahun langsung menikah dan kini kandunganku sudah menginjak usia 7 bulan.

Aku mengantarkan nasi dan lauk untuk makan siang mas Andi. Kebetulan hari ini adah hari minggu, jadi yang jaga konter seharian adalah mas Andi. Tapi jika mas Andi bekerja aku yang menjaga konter seharian .

Ku bawakan lauk seadanya yang mampu ku beli. Meskipun aku dan suamiku tinggal di rumah mamaku, segala sesuatu nya terpisah, di kerjakan sendiri. Seperti misalnya alat mandi, dan termasuk lauk nasi aku sendiri yang memasak. Pun yang saat ini aku bawa aku masak sendiri , walau harus berjuang dengan rasa mual yang hebat selama proses pembuatan masakan itu sendiri.

"Dimakan, mas." Aku mempersilahkan ia makan sementara aku menunggu di luar, karena selama aku hamil selama itu pula aku ngidam. Tak bisa memakan apapun kecuali ale-ale merah yang harganya 1000 per biji nya. Aku tahu tidak akan baik untuk pertumbuhan si kecil selama berada di dalam rahimku. Tapi apalah daya, di setiap makanan apapun ku cium terasa begitu bau, baunya aneh entah bau apa.

"Mas, mengenai tinggal di rumah emak lagi, bisakah nanti sehabis lahiran?" Aku membereskan tempat makanan yang sudah ludes di makan mas Andi dengan rasa mualku yang ku tahan karena mencium aroma bau masakan untuk mas Andi.

"Kamu gak kasian sama emak yang tinggal sendiri di rumah?"

"Ya mau gimana lagi, mas. Hanya tinggal 2 bulan lagi menuju lahiran, sedangkan ini pertama kalinya aku melahirkan. Tidak tahu apa yang harus di lakukan pasca lahiran, setidaknya ada yang mengurus anak kita nanti."

"Masalah ngurus anak, sendiri juga bisa nanti juga bakal bisa. Ala bisa karena biasa," mas Andi menghidupkan rokoknya, meski tahu aku tidak bisa mencium bau rokok.

"Emak sudah tua, bagaimana bisa ia nanti mengurusku dan anakku, takutnya malah merepotkan."

Aku kesal dengan mas Andi yang tidak bisa mengerti dengan ke adaanku saat ini. Aku bahkan belum bisa mempersiapkan perlengkapan bayi seperti popok, pernel dan lainnya.

Mas Andi hanya sibuk maen game ke sukaannya, bahkan saat kami sedang berdiskusi. Aku pun pulang tanpa membawa uang se peser pun untuk bekal hari ini, aku tiduran di kamar karena rasa mualku terus mengusik lambungku.

"Rin, makan dulu paksain jangan di turuti sama mual, kasian dede bayi yang ada di perutmu nanti." Mama memaksaku untuk bisa menelan makanan. Ia sediakan nasi putih yang sudah di dinginkan dengan perkedel kentang. Aku coba memasukinya 1 2 3 suap masih bisa masuk selebihnya aku kelaurkan kembali.

"Nggak apa-apa yang penting ada masuk, jangan sampai gak masuk apa-apa." Ada rasa kasihan di mata mama saat menatapku dengan kondisi seperti ini. Akupun tidak bisa berbuat banyak, berharap si calon debay yang berada di rahimku baik-baik saja.

Sudah sore, suamiku mas Andi pun pulang untuk sekedar mandi. Ia melihat keadaanku yang sedang lunglai tak berdaya.

"Rin, sudah mandi," Aku menggelengkan kepalaku karena dari tadi aku hanya muntah tak mampu bahkan hanya untuk meminum air putih.

"Andi, si Rina sepertinya harus di infus. Dia kekurangan cairan, makan aja dia gk bisa, dikit-dikit muntah dikit-dikit muntah. Udah makan belum, ayo makan dulu baru mandi." Mama sedang sibuk meladeni orang yang memesan tahu pedas bahkan sampai malam.

"Makan lah sesuatu," mas Andi mengusap rambutku.

"Ya gimana tiap makan langsung keluar, jangankan makan minum air putih saja tidak bisa," aku menangis karena kesal dengan kondisiku.

"Ya sudah, kita tinggal disini sementara sampai dede bayi nya lahir,"

Teekadang butuh energi untuk bisa sabar.

Rizqyazzamcreators' thoughts