Aheng dan Naraka terdiam di sebelah nakas Luo. Mereka berdua tampak saling bertukar pandang dan menyelami pikiran masing-masing tanpa banyak bicara. Aheng menghela nafasnya, dia tidak bisa membiarkan sahabatnya terus seperti ini, baru saja mereka bertengkar selama satu hari, Luo sudah kembali ke dalam kebiasaan lamanya. Membuat Naraka berinisiatif untuk menghubungi Putri, Naraka segera ke luar dari kamar Luo menuju balkon apartemen sahabatnya, dan melakukan panggilan telfon ke pada Putri.
"Ehm, maaf Putri, aku menghubungi kamu larut malam. Aku harap, aku tidak mengganggu waktu tidur mu" sesal Naraka yang kini tampak mengusap tengkuk lehernya. Dinginnya angin malam semakin membuat Naraka gugup untuk menghubungi seseorang yang telah mengusik hatinya,
"Ada apa Ka? Ada yang bisa aku bantu?" tanya Lisya yang kini tengah bersama Rei alias Agatha di sampingnya, Rei sengaja mengaktifkan ikon speaker yang berada di ponsel Lisya,
"Apa, Agatha sudah tidur? Aku ingin berbicara dengannya, mungkin ini terdengar egois, tapi aku ingin dia berbesar hati untuk menemui Luo. Keadaan Luo sangat kacau. Dia kembali ke kebiasaan buruknya, aku harap Agatha mau membantu kami untuk mengatasi Luo" pinta Naraka. Rei yang mendengar hal itu meminta Lisya untuk menolak apa yang Naraka inginkan, membuat Lisya mengangguk mengerti dan mengikuti apa yang Rei inginkan.
"Aku tidak tau Re, eh maksudku Agatha akan menyetujui hal itu atau tidak, tapi aku akan mencoba berbicara dengannya besok pagi. Agatha baru saja tidur, aku rasa dia kelelahan karena berjalan cukup jauh dari apartemennya hingga ke panti" dusta Lisya yang membuat Naraka percaya dan mengiyakan apa yang Lisya ucapkan,
"Baiklah. Aku akan menunggu kabar darimu besok pagi. Aku harap, ada kabar baik. Aku hanya tidak ingin Luo menyakiti dirinya sendiri, terlebih orang lain." kata Naraka penuh harap,
"Baik. Besok pagi, akan aku sampaikan" tandas Lisya, sambungan telfon mereka pun akhirnya terputus. Lisya mencari keberadaan Rei yang kali ini tengah mencoba berpura-pura tidur di samping Lisya. Lisya memang buta, tapi tidak untuk mata batinnya. Lisya bisa tau apa yang Rei lakukan ketika dia sedang merajuk. Rei bukan sosok yag keras kepala dan sulit diatur. Rei memiliki sifat yang cenderung terbalik dengan Tere, Rei lebih lembut dan periang namun terkadang jiwa pemberontaknya keluar dan membuat siapapun menghela nafas dengan apa yang dilakukan sahabatnya itu. Lisya mencari keberadaan Rei yang mencoba bersembunyi dari balik selimut.
"Aku tau, kamu belum tidur. Aku harap, kamu memutuskan yang terbaik Rei. Aku tidak akan memaksamu untuk segera kembali, tapi lari masalah bukan seperti Rei yang aku kenal" papar Lisya membuat Rei menyingkap selimutnya dan memperbaiki posisinya untuk duduk di samping Lisya.
"Sya, aku takut terlalu terlena dengan apa yang aku miliki sekarang. Semua yang aku miliki milik Agatha, bukan Rei. Aku takut terlalu mencintai dia. Bahkan, dia tidak tau kondisi aku yang sebenarnya. Lagipula, dia tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Luo menuduhku selingkuh dengan Alan. Ah! Aku malas membahasnya"
"Rei, coba renungkan baik-baik. Jika Luo tidak mencintaimu. Dia tidak akan semarah itu bukan? Semua terjadi karena dia cemburu"
"Tapi, itu berlaku untuk Agatha. Bukan aku" kata Rei sendu,
Lisya menepuk bahu sahabatnya pelan, berharap Rei tidak larut dalam kesedihannya. Benar apa yang dikatakan Rei. Rei tidak akan memiliki Luo jika Agatha bangun dan mereka berdua kembali ke dalam tubuh mereka masing-masing. Ntah sampai kapan Rei akan terperangkap di dalam tubuh Agatha, Lisya hanya bisa berharap keajaiban terjadi ke pada sahabat baiknya.
"Sudah, kita jangan bahas ini lagi. kamu butuh istirahat. Besok pagi, kamu pikirkan lagi apa yang terbaik bagi kamu dan Luo. Ini pertama kalinya kamu jatuh cinta, wajar saja jika kamu merasakan hal itu" kata Lisya mencoba menenangkan sahabatnya.
Rei menganggukkan kepalanya, kemudian dia membenarkan posisinya untuk kembali tidur dan menikmati indahnya pulau kapuk.
**
Pagi telah datang, Naraka dan Aheng membagi tugas untuk menyiapkan sarapan dan membersihkan apartemen Luo yang berantakan. Bagaimana tidak berantakan? Sahabat mereka tiba-tiba bangun dan mengamuk. Membuat Aheng dan Naraka berkerja keras menenangkan Luo.
"Apes banget kita" keluh Aheng,"Luo ngamuk gak kira-kira, nasib jadi jomblo" lanjutnya,
"Haish! Pagi-pagi udah meratapi nasib. Aku mau komentar apa? Toh kita berdua sama-sama jones" papar Naraka,
"Jones?"
"Jomblo ngenes!" jawab Naraka kesal,"gitu aja kamu gak tau Heng!" lanjutnya,
"Duh! Kenapa harus disingkat sih! Tinggal bilang aja kita jomblo ngenes, masih aja disingkat jones. Kamu kan tau, otak ku nggak nyampek" omel Aheng
"Hahaha! Sorry aku lupa kalau kamu lemot" ledek Naraka membuat Aheng mendelik kesal kea rah sahabatnya,
"Aku timpuk teflon, tau rasa!" amuk Aheng membuat Naraka mengacungkan dua tangannya menandakan dirinya mengajukan perdamaian,
Tiba-tiba pintu kamar Luo terbuka. Tampak penampilan Luo yang sama seperti kemaren, berantakan dan tidak punya harapan hidup. Kantung matanya tampak menghitam. Sangat kontras dengan wajahnya yang putih tapi sayu, tidak segar seperti biasanya.
"Anjay! Mayat hidup!" teriak Aheng dan Naraka nyaris bersamaan, Luo hanya melirik sahabatnya sekilas kemudian mengabaikan mereka dan segera mengambil segelas air di meja makan.
"Kalian sedang apa di rumahku? Ini masih jam enam pagi. Kalian tidak punya etika, bertamu pagi-pagi ke rumah orang" omel Luo yang merasa terganggu dengan kehadiran kedua sahabatnya,
Naraka dan Aheng menganga mendengar apa yang Luo katakan ke pada mereka berdua. Bukan kata terima kasih yang mereka berdua dapatkan, melainkan sebuah omelan di pagi hari.
"Hei! Aku sedang bertanya ke pada kalian berdua. Apa kalian berdua tuli?" tanya Luo yang kini mulai sensitif dengan kedua sahabatnya.
"Haish! Bukannya terima kasih, kamu malah mengolok kami. Kami berdua sudah dari semalam di sini. Kamu kira siapa yang menemani malam suram kamu di sini? Setan?" cecar Aheng kesal, membuat Luo menatap kedua sahabatnya secara bergantian.
"Kalian berdua dari semalam di sini?" tunjuk Luo secara berganytian kea rah Naraka dan Aheng,
"Iya! Kamu fikir, semalam yang kamu peluk itu Agatha?" cibir Aheng," itu aku. Bukan Agatha Gianina kekasihmu itu" lnjut Aheng yang kini mulai mendramatisir keadaan dan membuat Naraka menahan tawanya. Bagaimana tidak? Luo tampak shock mendengar jawaban Aheng.
"Di mana Agatha?" tanya Luo,
"Kamu fikir dia akan di sini ketika kamu menuduhnya tanpa bukti? Aku sudah memperingatkanmu Luo. Dia bukan Agatha yang dulu. Kenapa kamu tidak mendengarkan aku. Aku rasa,dia masih marah. Berikan waktu tenang untuknya" kata Naraka yang kini beralih ke dalam mode serius,
"Tapi aku melihatnya di CCTV"
"Yang kamu lihat, Alan yang mondar-mandir di depan apartemen kamu. Dia tidak masuk ke dalam apartemen kalian." Jelas Naraka yang kini membuat Luo terbungkam dengan kata-kata Naraka.