webnovel

Sweet Lights

Hidup normal itu pasti selalu diinginkan oleh semua orang. Benar kan? Begitu pun Varel, hidup nya seakan berpindah alih ke spekulasi lain. Varel memang cowok, tapi dia tidak bisa mengelak jika dirinya menginginkan dia untuk menjadi penyuka sesama jenis. Penyuka sesama jenis bukan kutukan. Kita tidakak bisa seenaknya menyalahkan kalo orang seperti itu menjijikan, dan lain lain. •• Ini cerita gay, aku bukan suka aja gitu bikin cerita gini. Tapi yah begitu lah, lucu. Tolong bijak dalam membaca dan ambil kesimpulan nya.

gaviifasyanda · Realistis
Peringkat tidak cukup
11 Chs

Tujuh

Rintikan hujan turun saat aku sudah sampai di salah satu halte bus yang ada di dekat pos satpam.

Tadinya aku mau berangkat bekerja menaiki angkot seperti biasa, tapi ternyata semua angkot sedang demo dan tak ada satupun yang beraktifitas.

Berakhirlah aku yang menunggu bus, yah walaupun halte bus cukup jauh. Tak apalah yang penting bisa pergi bekerja.

Karena dirasa hujan akan turun sangat deras, sepertinya akan memakan waktu cukup lama untuk menunggu hujannya reda. Aku pun duduk disalah satu bangku halte. Tak lama dari itu, sebuah mobil mewah berhenti di tepi halte dan keluarlah sesosok laki-laki gagah menggunakan payung berjalan kearah halte tempat aku berteduh.

Setelah ku amati, sepertinya aku kenal dan bisa dibilang tak kenal. Entahlah, coba pikirkan.

Jackpot!—ternyata benar dia, dia sudah kembali. Penampilan yang lebih modis dan bergaya itu membuat diriku hampir 90% tak mengenalinya.

"Varel!" panggilnya sambil membuka kacamata hitam yang menghalangi mata elang nya.

Ia memiliki sepasang mata elang tajam, bibirnya yang melengkung indah, kulit yang sedikit tan, badan kekar dan gagah. Berbeda dengan yang dulu.

Aku mendongak melihat nya, aku masih terkesiap melihat penampilannya yang bisa dibilang sudah berubah.

"Kau?—" jawabku sambil melihatnya, ia tersenyum dan mengelus rambutku. Oh tidak, sepertinya dia masih orang yang sama, yang masih sama—masih sama mencintaiku.

"Ya, ini aku. Aku kembali, bagaimana penampilanku? apakah terlihat keren?" aku mengedipkan mataku gelagapan.

"Biasa saja" jawabku lalu menundukkan kepala dan melihat sepasang kaki ku yang terlihat lusuh mengenakan sepatu.

"Hey kau berbohong, em bagaimana jika kita pergi dari sini. Tidak enak berbicara di halte seperti ini. Mari ikut aku" katanya lalu mengambil pergelangan tanganku untuk ia genggam namun aku langsung menepisnya.

"Tak perlu, aku harus bekerja"

Ia terkekeh "Ah, kau masih sama saja. Gila bekerja, aku sangat salut denganmu, BABY" kata terakhir yang ia ucapkan sontak membuat orang-orang yang ada disekitar halte menengok kearah kami, itu membuatku malu—benar-benar malu.

Aku pun memutuskan menepis tubuhnya hingga bergeser dan pergi dari halte, masa bodo dengan baju yang basah, yang penting aku bisa pergi dari nya.

Aku menerobos hujan dan memilih kembali lagi kerumah, Seperti nya aku harus menelpon orang cafe untuk minta izin.

Saat sampai di gang arah kerumah, aku mendengar suara mobil yang setia mengikutiku dari tadi, ternyata ia masih mengikuti ku. Apa dia gila?

Orang itu segera turun dari mobil dan berlari menghampiri ku yang sedang setengah berlari.

"Jangan pergi!" ucapnya lalu menggenggam erat pergelangan tanganku.

"Lepaskan!" kataku membentak, ia yang memang tipikal orang egois pun tetap memegang teguh kendalinya.

"Aku mohon! jangan tinggal kan aku, aku baru saja kembali. Jangan menghindar seperti ini"

Baru kali ini aku melihatnya menangis, walaupun tak terlihat, tapi aku bisa mendengar nafasnya yang tak beraturan saat ini.

Ia segera memeluk tubuhku. Kami berpelukan di dalam derasnya hujan sore. Aku tak berkutik, membiarkan ia menumpahkan segalanya.

"Maaf! Maafkan aku pernah meninggalkanmu. Lihat ini—" ia melepaskan pelukannya dan mengarahkan tanganku untuk menyentuh dada sebelah kirinya "—lihatlah, dia masih setia berdetak cepat dan tak beraturan saat aku menggenggam bahkan melihat mata indahmu. Dan perasaan ini juga masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah dan tak ada yang berniat merubahnya" lirihnya, aku yang mendengar penuturannya pun ikut terenyuh tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.

"Aku masih mencintaimu varel, sangat. Aku sangat-sangat mencintaimu melebihi apapun. Aku—" belum sempat ia melanjutkan pernyataannya, aku segera menjawab "Aku tau kamu mencintaiku, tapi cinta ini salah. Ku mohon jangan seperti ini!! aku tak bisa membalas cinta terlarang ini!" jawabku ketus tapi ia tak menghiraukan ucapanku, yang penting dia bisa menumpahkan segala keluh kesah tentangku.

"Aku tak perduli! yang terpenting aku masih mencintaimu. Aku akan membuatmu membalas cinta ini. Sangat sulit untuk melupakan mu varel! Disaat aku sudah pergi jauh pun aku masih setia mencintaimu, walaupun aku tau kau tak membalas cintaku."

"Jika kamu sudah tau aku tak akan membalas cintamu kenapa kamu masih tetap teguh untuk membuatku mencintaimu?! aku lelah jika terus-terusan banyak yang menyukaiku. Aku ini straight, aku tak mau belok seperti kalian. Aku mohon jangan paksa aku!" aku pun menangis sambil memegang dadaku yang seketika sesak karena menahan emosi dan berakhirlah meledak hingga menyebabkan pernafasan ku terhambat.

Aku menangis sesenggukan dan dia pun memelukku, aku hanya terdiam. Biar air mata ini yang menjelaskan semuanya betapa aku terluka hidup diantara kebimbangan yang salah.

"Aku tau rel. Aku tau bagaimana kau sekarang. Tapi apakah tak ada satupun ruang yang kau buka untuk menerima cinta ku ini walaupun bagi orang kebanyakan ini adalah salah? Aku pun tak mau seperti ini, tapi apakah hatiku juga salah jika dia ingin bersinggah memilih siapa yang pantas mengisinya?" aku menggeleng di dalam dekapannya, aku tak tau harus berbuat apa. Sungguh ini sangat membingungkan, pilihan yang benar-benar ada di luar pikiran.

"Jangan seperti ini, jangan seperti ini rel kumohon. Cukup dulu kau mengusir dan membentak ku. Aku tak ingin kedua kalinya, kau adalah cahayaku rel, aku tak punya siapapun selain kau yang ada disisi ku untuk terus aku cintai dan kuberikan segala kasih sayang yang ku punya. Aku mohon rel, aku tak akan memaksamu lagi, tapi tolong jangan menjauhiku lagi seperti ini. Hatiku sakit saat kau bergerak menjauh bukan mendekat. Jika kau ingin tau, dari jauh pun aku masih setia memantaumu, aku menyuruh seseorang untuk mengikuti dan memberi informasi apa saja yang sedang kau lakukan. Itu cukup untuk mengobati rasa rindu ini rel. Sungguh menahan rindu itu menyesakkan. Saat aku tau kau ingin berangkat bekerja dan kebetulan aku sedang berada disekitarmu, aku mulai mendekatimu lagi. Dan tadi ialah pertemuan pertama kita setelah sekian lama. Tapi apa? Kau malah masih setia menjauhiku seperti dulu saat kau mengetahui aku mencintaimu." jelasnya panjang lebar dengan nada lirih namun terdengar tegas.

"Iya aku tau, ternyata yang aku pikirkan jika ada seseorang yang selalu mengintaiku itu adalah orang suruhanmu. Tapi tak bisakah kamu menghargai privasiku? itu sangat menyebalkan!" jawabku ketus

"Aku tak bisa, aku harus melindungimu dimana pun kau berada. Saat aku mengetahui kalau kau didekati dengan dua orang pria sekaligus itu membuat hati ku sakit. Aku hancur saat itu, aku tak bisa berbuat apa-apa" jelasnya sambil menatap mataku yang basah terkena guyuran hujan deras dan tetesan airmata.

"Ayo ikut aku, kau harus segera ganti baju. Nanti kau bisa sakit. Masalah kau tak bekerja hari ini sudah ku beri tau managermu langsung, kau tak perlu khawatir" dia menarikku masuk kedalam mobil tapi aku menahannya.

"Kamu mau membawaku kemana?" tanyaku sambil menahan pergerakkan.

"Apartemenku" singkatnya.

"Tak perlu, aku harus pulang. Rumahku juga sudah tak jauh dari sini"

"Kau mau membuat ibumu bertanya panjang lebar dengan keadaanmu yang pulang basah kuyup dengan mata yang sembab. Oh tak lupa juga kau yang tiba-tiba tak bekerja. Apa alasanmu?" sungguh pri didepanku ini sangat menyebalkan, ia selalu saja bisa merubah keadaan.

"Aku bisa memberikan alasan apapun, toh ibuku akan percaya"

"Kau mau membohongi orang tua? kau tak ingat dosa?"

"Ya tak apa jika itu masalah kecil" jawabku agak nyeleneh

"Mau itu masalah kecil ataupun besar, jika itu berbohong tetap saja dosa" kekeuh nya, oke aku kalah.

"Ya, ya, ya! baiklah aku ikut denganmu!"

"Anak yang pintar, coba saja dari tadi kau menurut. Tidak akan terjadi drama sedih seperti ini" lalu terkekeh dan menarikku untuk masuk kedalam mobilnya.

"Seterah kau saja—Khai!"