Yena terkekeh. Dia mulai merasa semakin santai dengan Lucifer sekarang.
"Jadi selama ini kamu dapat uang dari mana?"
"Aku punya banyak sisik, bagi manusia itu berharga."
"Oh? Jadi selama ini kamu menghasilkan uang dengan menjual sisik?" Yena menatap Lucifer dengan mata berbinar seolah sedang melihat harta karun yang sangat berharga.
Tubuh raksasa ular ini mugkin memiliki sampai jutaan sisik. Jika memilikinya maka Yena tidak perlu khawatir tentang masa depannya.
Lucifer tersenyum getir melihat pandangan jahat Yena.
"Manusia serakah, apa yang kau pikirkan?"
"Hehe tidak. Aku hanya berfikir jalanmu menuju langit akan dipermudah jika kamu menyumbangkan beberapa keping sisikmu pada gadis miskin ini," ucap Yena.
"Jangan mimpi!"
Dua kata singkat itu langsung membuat Yena menggembungkan pipinya. "Dasar pelit!"
"Sudah selesai. Coba gerakan kakimu," titah Lucifer.
Yena menggerakkan kakinya dan segera tersenyum cerah.
"Sudah tidak sakit lagi. Terimakasih!"
"Baguslah. Tapi jika kamu berusaha melarikan diri lagi maka aku sendiri yang akan mematahkan kakimu," ujar Lucifer sembari menyipitkan matanya sinis membuat Yena cukup merinding.
"Ngomong-ngomong aku lapar." Yena menepuk perutnya.
"Aku akan keluar. Kau tunggu di sini," kata Lucifer sembari naik ke tepian. Ia mengambil handuk kecil dan mengeringkan rambutnya.
"Kau mau makan apa?" tanyanya.
"..."
"Aku akan membeli utuk makan malam juga. Apa kau suka kimchi dan kimbab ...?"
Mendengar Yena bergeming Lucifer menengok dan mendapati ekspresi ekstrim Yena.
"Uh ...." Yena menutup mulutnya, wajahnya memerah padam sementara matanya terbelalak melihat pemandangan di depanna.
"Kau ... pakai pakaianmu!!"
....
Di kamar, Yena kembali meringkuk di bawah selimut sembari menggerutu.
"Gila ... benar-benar gila. Kenapa dia seenaknya naik tanpa sehelai pakaian pun? Huhu mataku benar-benar sudah ternoda!"
Yena merasa wajahnya terbakar. Ia tidak bisa menyingkirkan pemandangan tubuh polos Lucifer dari kepalanya.
Mengapa ada mahluk setidaktahu malu itu? Yang paling gila, ada yah pria dengan bentuk tubuh seperti itu? Bahkan model pun sepertinya kalah saing dibanding Lucifer.
"Lucifer! Lucifer! Lee Shan! Kau di dalam?" Suara burung gagak yang tak asinng menginterupsi Yena. Gadis itu bangkit untuk membukakan jendela membiarkan burung gagak tersebut hinggap di kusen jendela.
"Dimana Lee Shan?" tanya sang gagak.
"Siapa Lee Shan?" Yena mengerutkan kening.
"Imoogi itu, Lucifer."
"Ah, namanya Lee Shan? Dia sedang pergi ke luar untuk membeli makan."
"Keluar? Gawat! Arion sudah datang, aku harus memperingatkan Lee Shan!" Burung gagak itu sembari terbang pergi dengan terburu-buru.
"Naga itu kembali?" Yena menggigit bibirnya, tiba-tiba cemas. Terakhir kali Lucifer bertemu dengaannya ia terluka. Semoga saja Lucifer tidak bertemu dengan mahluk itu.
Satu jam berlalu, Lucifer belum juga kembali. Merasa khawatir, Yena memutuskan untuk menyusulnya.
Dia berjalan cepat dengan mata yang tidak berhenti waspada.
"Jangan sampai terjadi apa-pa dengan dia. Jika tidak, mungkin aku akan jatuh ke tangan Arion yang entah akan melakukan apa padaku." Yena bergumam cemas.
Ia mencoba menggunakan instingnya untuk merasakan aura dingin Lucifer. Selain itu Yena merasakan hawa sedikit hangat, tidak seperti biasanya. Tidak salah, keduaa mahluk itu ada di sekitar sana. Kemungkinan mereka sudah bertemu. Yena memacu langkahnya mengikuti hawa dingin yang semakin menusuk.
Semakin dekat, Yena memasuki area bangunan-bangunan rubuh yang masih mengepul dengan debu. Terlihat juga beberapa bagian yang gosong seperti habis terbkar.
Yena semakin gugup saja.
"Kamu tidak kenapa-napa 'kan? Ahh ...." Langkahnya terhenti ketika dia melihat sosok Imoogi itu meringkuk di antara reruntuhan dengan tubuh luka-luka.
"Lucifer! Kamu baik-baik saja?" Yena bergegas padanya.
"Ahh lukanya ...." Gadis itu menutup mulutnya ngeri melihat luka Lucifer dari dekat. Entah mengapa dia merasa sedih.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Lucifer bertanya pelan. Dia tampak sangat lesu. Dibanding lemas karena bertarung dia lebih terlihat seperti kecewa karena kalah.
"Gagak itu bilang Arion datang lagi. Kamu tidak kembali jadi aku mencarimu," ujar Yena. Dia menelaah luka-luka di tubuh Lucifer dengan cemas. Luka sebesar dan sebanyak itu bagaimana cara mengobatinya?
"Ini ... bagaimana kalau kita ke rumah sakit?"
"Konyol!" decih Lucifer. "Harusnya kau tidak perlu keluar. Aku tidak mungkin terbunuh di tangan naga busuk itu. Tapi jika dia menemukanmu maka semuanya bisa gawat."
"Sebenarnya kenapa dia mengincarku? Apa dia ingin Yeouiju juga? Aku hanya mengkhawatirkanmu. Lihat ini, kamu terluka parah--"
"Ini bukan apa-apa," potong Lucifer.
"Lalu kenapa kamu terkapar di sini?" Yena menatap Lucifer lekat. Suasana hatinya sepertinya sedang sangat buruk.
"Sebelum berevolusi menjadi naga kekuatannya sama sekali jauh di bawahku. Hanya karena sekarang kekuatannya sedikit bertambah dia jadi bertingkah. Naga busuk itu, lihat bagaimana aku akan memberinya pelajaran setelah berevolusi nanti." Lucifer mendengus pelan. Tatapan matanya dipenuhi kebencian.
Yena mengerti, harga diri mahluk ini sangat tinggi.
Sesuatu semakin mengganjal pikirannya. Berevolusi ... sayangnya Lucifer tidak mungkin bisa berevolusi karena Yeouiju-nya telah hancur.
"Ayo kita pulang. Lukamu harus diobati."
***
"Sakit tidak?" tanya Yena. Ia dengan hati-hati mengoleskan salep obat pada luka-luka di punggung Lucifer. Ternyata kalau dia berubah menjadi manusia lukanya juga ikut menyusut. Ajai sekali.
Lucifer bergeming, masih dengan suasana hati burul.
"Jangan khawatir, kamu pasti bisa mengalahkannya suatu saat nanti," hibur Yena. Ia kemudian pindah ke depan untuk mengobati luka-luka di sekitar dada dan perut. Tidak banyak. Yena berusaha cepat karena merasa gugup berhadapan dengan wajah Lucifer.
Wajah rupawannya yang tegah termenung terlihat sangat menarik. Lucifer memiliki kulit lebih gelap dibanding kulit rata-rata orang Korea. Ini membuat ketampanannya berada di level lain. Yena tanpa sadar mulai curi-curi tatap.
Sayangnya Lucifer memergoki tatapan nakalnya dan balik menatap Yena tajam membuat gadis itu kikuk.
"O-ooh ya, aku ingin bertanya. Apa kamu pernah menyentuh tasku? Maksudku, semua kontak di ponselku tiba-tiba hilang. Apa kamu yang menghapusnya?"
"Bukan," sanggah Lucifer. Namun, entah kenapa jawabannya tidak meyakinkan. Sudahlah, mau bagaimana pun Yena yakin kalau ini adalah ulahnya. Lupakan saja. Mau marah juga tidak bisa.
"Ini hampir selesai," ujar Yena sembari mengalihkan tangannya pada satu-satunya luka terisa ang berada di leher Lucifer.
Ia agak hati-hati karena takut area leher masih bagian sensitif Lucifer.
Benar saja, setelah mulai mengoleskan dengan hati-hati Lucifer menggenggam tangannya. Wajah pria itu sedikit memerah.
"Cukup," ucapnya.
"O-oke." Yena menelan salivanya. Takut pria ini tiba-tiba menggigitnya lagi.
"Sudah selesai bukan? Tolong lepaskan tanganku." Yena menarik tangannya, sedikit panik karena Lucifer menggenggam erat dan menatapnya tanpa ekspresi.
"Tunggu sebentar." Lucifer menahan Yena yang hendak beranjak turun dan memegang pundaknya.
Ssstt
Wajah Yena menegang saat ia merasakan sensasi dingin di lehernya.
"Jangan ...." Ia pikir Lucifer hendak menggigitnya lagi. Namun, pria itu ternyata hanya menghisap luka gigitannya.