webnovel

Chapter 4

Pov Lita

"Penjaga..!" teriaku histeris sembari mendekat pada Doggy yang sudah terkapar, bersimbah darah terpotong jadi empat bagian, aku histeris karna Doggy adalah kesayanganku, aku semakin gemetar karna mungkin pelakunya masih ada di sekitar sini. Dari jarak 2 meter terdengar keamanan berlari terengah engah.

"Apa kalia sudah temukan sesuatu? siapa yang tega melakukan ini pada peliharaanku," ujarku

"Maaf Non, kami tidak bisa temukan apapun. Tapi tadi Doggi sempat menggongong ke balik pagar itu." ujarnya, aku menghela nafas melihat pagar yang lumayan tinggi.

"Tolong tingkatkan keamanan dan lapor polisi, aku rasa dia cukup berbahaya dengan teror semacam ini," ucapku, sigap satpam mengangguk dan kembali ke post satpam untuk menghubungi polisi.

"Aneh sekali, apa ini ada hubungannya dengan kedatangan Angga? tapi gak mungkin. Aku curiga Rani kah? wanita lemah yang gak tau apa-apa itu? gak mungkin," batinku di hati.

Keesokan harinya, aku tidak dapati Angga masuk kantor, aku cemas dan coba menghubunginya

Tuuuuuut, Tuuuut.

Panggilan itu tersambung, butuh waktu lama untuk Angga mengangkat namun ketika tersambung, Aku mendengar Rani yang menyahut.

"Haloo," singkatnya aku mendegup dan berkata.

"Ran, Angga mana? kenapa dia tidak masuk kantor. Kamu tau gak jatah liburnya sudah habis," jelasku, sejauh itu wanita itu hanya mendengar.

"Dia bisa kena sanksi, apalagi sekarang banyak kerjaan dan harus lembur," gerutuku.

"Dia sakit," singkatnya, aku menautkan alis dan berkata.

"Sakit? semalam Di baik-baik saja?" tanyaku, panggilan itu di matikan, aku menautkan alis dan merasa bingung dengan Sikapny sebelumnya dia ramah padaku, karna dia tau aku adalah teman kantor suaminya, tapi sepertinya hari ini sangat berbeda.

"Ah, sial. Aku bisa setres karna wanita ini," gerutuku sendiri.

"Aku harus temui Angga kerumah mereka, lagi pula dia kan lagi sakit biar aku jenguk," batinku di hati, aku menyambar jas dan kunci mobil tak lupa tas Hermes yang barh saja aku beli, aku akan pamer pada Rani tidak tau diri itu. Kalo aku tu wanita berkelas yang sama sekali tidak ada tandingan dengan dirinya.

Sesampai di Loby, aku berpapasan dengan Bima yang merupakan staf di kantor, dia juga tampak buru-buru untuk pulang setelah izin pada bos di ruangannya.

"Eh Bima, kok buru-buru ada apa?" tanyaku, dia menoleh dan membalik.

"Aku mau pulang Lita, istri gua sakit," ujarnya aku mengikuti langkahnya dan berkata.

"Dian sakit? kok bisa? Dia salah makam apa, dia kan alergian?" tanyaku, Bima mengganguk dan berkata.

"Itu lah, dia Alergi daging Baby, padahal terakhir Dia makan di rumah Rani tu, Rani gak mungkin masak Baby karna ibuknya Angga gak mungkin ngestok baby," ujarnya, aku menautkan alis,

"ya bener juga sih di ajaran mereka gak boleh,"

"Iya itu makanya, gua aja yang non muslim gak pernah beli Karna Dian alergi," Ujarny, aku berdengus dan Coba berpikir berjalan, sesampai di parkiran aku izin pada Bima untuk kerumah Angga, namun mobil Bima tiba tiba mogok, Akhirnya aku sarankan untuk nebeng bareng aku aja biar aku antar.

"Kamu buru-buru Bima, sini aku antar. Kasian juga Dian," ujarku, sigap Bima naik mobilku da kami melaju untuk kerumahnya,

Sesampai di rumah Bima, aku mampir sebentar melihat kondisi Dian.

"Dian kamu baik-baik aja kan?" tanyaku saat menghampiri ke tempat tidur.

"Sedikit mendingan sih, tapi aku masih pusing," ujarnya, Bima mengambilkan makan siang istrinya itu dan mengenyak di samping istrinya.

"Kalian yakin, Dian alergi karna makan daging di rumah Rani?" tanyaku, dua orang itu mengangguk serentak,

"Ya karna terakhir kami makan daging hanya dirumah mereka," ucap Dian, nafasku tersengal saat mengingat kejadian semalam.

"Mungkinkah mereka me stok daging babi, secarkan itu gak boleh, Aku sih kadang ngestok sedikit hanya untuk opung aja kalo berkunjung kesini," jelas Dian, Bima tampak mengangguk.

"Gak tau sih, ya udah. Kamu istirahat ya aku mau temui Angga, hari ini dia gak masuk," ujarku, Dian mengibas senyum melihatku beranjak.

Segera aku lajukan mobilku kekediaman Rani dan Angga, biasanya aku datang Karna undangan ibuk, tapi kali ini aku datang ingin memastikan Angga baik-baik saja, semenjak semalam pikiranku suda tidak beres.

Selang sepuluh menit, aku sampai didepan rumah Angga, aku melihat dari luar rumah itu tampak sepi, aku turun dari mobil dan coba mengetuk pintu, beberapa kali aku memanggil Angga namun tidak ada sahutan.

"Angga....," sorakku lagi sambil mengetuk pintu, selang dua menit aku mendengar Algi menangis, kembali aku ketuk pintu dan memanggil Rani.

"Rani..., kamu di dalam? kamu dengar aku kan?" sorakku, aku kesal dan menggedor lebih keras, hingga aku terkjut saat pintu itu terbuka dari dalam.

Trakt.

Rani keluar dengan wajah datar melihat, dia tidak Membuka pintu itu dengan penuh, hanya mampu melihatkan setengah badannya.

"Ada apa?" tanyanya, aku coba mengatur nafas dan berkata.

"Angga mana?" tanyaku, dia sedikit berdesih dan menoleh ke belakang.

"Dia tidak mau di ganggu, dia lagi sakit," ujarnya, aku mengerinyitkan dahi dan memaksa untuk masuk, tiba-tiba saja wanita itu mendorong tubuhku kasar hingga aku terpaksa mundur.

"Aku bilang, dia butuh istirahat!" tegasnya, nafasku tak beraturan dan kesal, kembali aku coba menyelonong masuk, namun Rani menutup pintu kuat.

"Sial!" kesalku, menyibak belahan rambut kembali aku coba menghubungi Angga tapi tak di angkat.

"Ini memang ada yang gak beres, awas aja kamu Rani," batinku di hati.

Trakt..

Pintu kembali terbuka, dan Rani menyunggingka senyum padaku.

"Apa kamu mau lihat mas Angga? ayo masuk. Dia lagi tidur tapi janji jangan bersuara?" ucap pelan dan datar, sedikit aku menaikkan alisku dan menganguuk.

"Oh baik..,"

Pov Angga.

Entah berapa lama, aku tertidur. Aku terbangun tepat pukul 15:46, terakhir yang aku ingat, semalam aku pulang dari rumah Lita, dan sampai dirumah Rani menyambutku dengan menyuguhkan makan malam. Dengan Kepala pusing, aku berusaha duduk, segera aku menjangkau ponsel yang ada di nakas, ada banyak pesan dan telpon dari Lita. Aku bingung entah apa yang terjadi.

Trakt..

Pintu kamar terbuka, aku menoleh da melihat Rani berdiri aku menautkan alis dan sontak bertanya.

"Ran, apa yang terjadi, kenapa aku terbangun sudah sore begini?" tanyaku padanya, dia diam mendekat padaku dengan sedikit senyum di bibirnya.

"Gak ada apa-apa mas, Kamu hanya sedikit demam semalam dan aku memberimu obat," ujarnya, tetap aja aku bingung, kenapa bisa aku tidak ingat dan bangun pagi untuk kekantor.

"Ini minum dulu," sodornya memberikan segelas jus, aku meyambar dan mendeguk hingga habis,

Aku turun dari tempat tidur dan coba berjalan kekamar mandi. Dengan sedikit huyung, Rani coba membantuku.

"Gak usah, aku bisa sendiri," ucapku, dengan langkah gontai aku berjalan kamar mandi, seketika bau amis menyeruak dan lantai kamar mandi tampak merah seperti ada genangan darah yang ,

ku fikir darah haid, kepalaku yang masih pusing coba kembali memanggil Rani.

"Ran, ada apa dengan kamar mandi ini, amis dan jorok," ujarku melihat pembuangan yang menggumpal darah.

"Maaf mas, mungkin mampet. Darah haid Rani di hari pertama," ujarnya aku makin tam habis pikir dan Cob bergegas mencuci muka dan kembali keluar.

Sesampai di luar Rani sudah tidak ada, aku beranjak ke Jendela dan melihat Di di luar bersama Algi bermain di taman, aku tidak bisa berdiam dengan kejanggalan ini, akhirnya aku coba mencari tau semuanya, gegas aku kembaLi kekamar mandi dan membongkar pembuangan, namun aku tidK temui apapun di lubang kecil itu, Akhirny aku tertifikir daging di kulkas.

"Ku coba mengacak-ngacak daging yang sisa dua kantong itu, aku coba perhatikan dengan seksama, hingga aku bisa menyimpulkan bahwa itu bukan daging sapi, seketika aku gemetar dan mual, mataku berkaca-kaca dan kantong itu terlepas dari tanganku.

"Mas....," sapanya, aku menoleh, dia datang dengan wajah datar sembari melirik daging yang aku jatuhkan.

"Kok di buang daging ibuk," ucapnya pelan mengambil kantong plastik itu dan mengembalikannya ke kulkas, bibirku kalud dan aku bingung mau bilang apa, Algi berada dalam Dekapannya, jika benar dia wanita berdarah dingin yang seperti aku fikirkan sekarang, berarti dia sangat berbahaya. Aku coba mengatur nafas dan coba bicara dengan berusaha santai.

"Ibuk, bilang gak sama kamu. Kalau itu daging apa?" tanyaku gemetar.

"Daging sapi Mas, mana aku tau. Ibuk kamu yang bilang. Kan aku tipe menantu yang gak tau apa-apa, bahkan aku gak bisa bedain daging sapi atau daging ayam, gimana sih," ucapnya tersenyum kecut, aku menghela nafas dan beranjak keluar, dan aku terkejut hebat saat pintu rumah terkunci dan aku tidak bisa keluar.

"Kamu mau kemana mas?" tanyanya, aku berusaha membuka pintu, namun dadaku terasa sesak dan aku pusing, aku teringat akan minum yang sempat di beri Rani sebelumnya.

"Tidur lagi ya mas," ucapnya dengan senyum geli, tak lama Setelahny Pandangan ku gelap dan aku bersandar di pintu itu melemah dan tak ingat apa-apa lagi.

Tbc

Aku terbangun di malam hari dalam pelukan istriku, seketika aku tersadar bahwa ada hal buruk dirumah ini, dengan hati-hati aku coba keluar dari pelukan Rani dan pergi mengambil Algi di tempat tidurnya, aku gemetar mencoba melangkah pelan, namun seketika putraku itu merengek saat aku berjalan ke arah pintu, Rani bangun dan sontak duduk, dia berdiri dan berkata datar.

"Mau dibawa kemana Algi mas," ujarnya, aku mendegup dan gemetar. Namun aku berusaha tenang, walau rasa kalud hati akan nasib ibuku yang naas masih mengogorogoti jiwaku. Perlahan aku hela nafas dan mendekat padanya, aku paham, dia tidak aka bertindak jika dia merasa terancam dan marah. Sebisa mungkin aku buat Rani nyaman padaku.

"Rani, kamu cintakan sama Mas?" tanyaku, dia diam dan melirikku dengan tatapan hampa, perlahan dia mengangguk. Ku coba menggapai bahunya dan mendekapnya, dia mengecup Algi yang ada dalam dekapanku.

"Sekarang mas tanya? dimana ibuk?" ujarku terbata lagi berat, dia menengadah melihat mataku dalam dan berkata singkat.

"Di kulkas,"

Nafasku tersengal, dan aku coba mengatur nafasku yang terasa sesak, tapi aku harus kuat dan tegar demi menyelamatkan Algi dan nyawaku.

"Sisanya? dimana?" tuturku lirih dengan air mata merintik, sedikit Di mengibas senyum tipis dan berkata.

"Aku kubur!"