Mall Kota M
Di belakang Vian saat ini ada Aliysia yang sibuk dengan gerutuan, menyumpah serapah kelakuan si paman menyebalkan yang bisa-bisanya tega membiarkan gadis lemah sepertinya mengangkat kantong belanja sendiri.
Bukannya apa, kalau tidak berat mungkin Aliysia tidak akan menggerutu, sudah jumlahnya banyak dan masing-masing lebih dari tiga kilo. Jadi, bagaimana bisa ia tetap sabar akan kelakuan si paman?
Hell! Ingin rasanya Aliysia melempar sesuatu ke punggung tegap di depannya saat ini juga.
Lalu, bagaimana dengan si biang keladi?
Vian hanya bisa tersenyum geli, menahan diri agar tidak tertawa karena Aliysia yang terlihat hampir menangis ketika bersitatap.
Pfft.... Hari ini aku kebanyakan tertawa, hanya karena kelakuan si bocah yang sungguh di luar pikiranku, batin Vian.
Ia menggigit pipi bagian dalam, menahan agar tawa tidak meledak kepermukaan karena rasa menggelitik yang ditimbulkan si istri bocah.
Beruntung penderitaan Aliysia berakhir, karena kini mereka sampai juga di meja kosong hendak makan siang, susuai dengan keinginannya yang ingin makan kentang goreng, makanan yang entah sudah berapa lama tidak dikonsumsi oleh Vian sendiri.
"Ah! Akhirnya bisa istirahat, lelah sekali. Mana berat banget kantong belanjaanya. Sungguh nasib malang di badan ya Lyisa, bertemu pria kejam macam tirani negeri antah berantah," gerutu Aliysia sesaat setelah bokongnya menempel nyaman di kursi restouran cepat saji.
Sedangkan Vian yang mendengar mendengkus, merasa tersindir ketika mendengar kata 'pria kejam', karena jelas hanya dirinya yang saat ini ada di hadapan si bocah.
"Hmm.... Kau saja yang terlalu berlebihan, Lysia. Baru juga segitu sudah mengeluh, kamu tidak mau diteraktir ya?" sahut Vian dengan nada santai, menuai dengkusan kesal dan jangan lupa delikan mata Aliysia yang sumbu emosinya selalu pendek jika itu tentang suami pamannya.
Oke, saat ini Vian sudah banyak melihat dan menyimpulkan, jika selain reseh, si bocah juga tipe bukan orang sabar.
Tidak apa, justru ia suka dengan tipe seperti ini, bukan suka dalam artian melainkan suka lainnya. Bagaimana ya menjelaskannya, selama ini ia selalu bertemu wanita manis dan sabar, jadi ketika bertemu Aliysia yang emosinya meledak-ledak entah kenapa menjadi kesenangan tersendiri baginya.
"Heloo! Kita ini beda jenis, Paman menyebalkan. Kamu jelas pejantan yang memiliki kekuatan fisik, sedangkan aku betina yang fisiknya tidak sekuat kamu sebagai pejantan yang katanya tangguh. Lagian, kamu ini pelit sekali sih. Masa, aku mau makan gratis saja kudu dan harus jadi kuli angkut dulu baru dapat upah. Payah ih!" cerocos Aliysia seperti biasa dengan suara toa, membuat keduanya lagi-lagi menjadi bahan tontonan sekitar.
Ya ampun.
"Ck! Kau ini. Suaranya bisa tidak diperkecil sedikit? Tidak di mini market, tidak di restoran pun pasti norak," tandas Vian menatap Aliysia tajam, tatapan yang biasanya membuat anak buahnya takut, tapi sayang tidak untuk si bocah, justru ia saat ini semakin melihat tidak peduli dengan cibiranya ikut serta.
"Tidak peduli dan aku tidak norak, Paman menyebalkan."
"Ck!"
Tidak ingin bertambah gaduh dengan pertengkaran tidak jelas, karena merasa Aliysia juga tidak akan menyerah dengan mudah. Vian memilih berdiri, hendak memesankan makanan untuk mereka berdua.
"Mau ke mana, Vian?" tanya Aliysia, membuat Vian kembali melihat ke arah si bocah dan menghembuskan napas lelah.
"Kau mau makan tidak?" tanyanya dengan jawaban berupa kepala yang mengangguk semangat.
"Tentu saja iya dong, Vian! He-he…," sahut Aliysia di akhiri dengan kekehan dan juga seny- ah! Maksudnya cengiran menyebalkan, membuat Vian yang melihat mendengkus dan kembali melanjutkan niat untuk memesankan makanan.
Biar bagaimanapun, saat ini si bocah adalah tanggung jawabnya. Yah .... Meskipun ia tidak tahu benarkah ini karena murni tanggung jawab atau ada hal lainnya ikut serta.
"Hn."
"Terima kasih, Vian baik!"
Cih! Giliran ada maunya saja bilang aku baik dan segala macam, memang bocah meyebalkan, batin Vian kesal sendiri.
Ia hanya melambaikan tangan tanpa menoleh ke belakang, tetap melanjutkan langkah menuju konter pemesanan makanan. Lalu, ketika sampai ia segera memesan beberapa paket dengan banyak isi.
Sudah lama tidak makanan cepat saji seperti ini, Vian merasa tidak apa-apa melebihi porsi dan. Nantinya akan membakar kalori dengan olahraga.
Ide bagus, sekali-kali makan tanpa napas juga sepertinya bukan hal buruk, batinnya menyetujui ide pemikiran sendiri.
Tidak lama kemudian, setelah mendapat makanan Vian kembali berjalan menuju mejanya berada. Dari sini ia melihat Aliysia yang memasang ekspresi aneh, seperti ada hal yang tidak bagus terjadi.
Namun, Vian tidak tahu apa yang terjadi dan lagi, ia tidak bisa bertanya sembarangan atau tiba-tiba bertanya begitu saja. Ingat 'kan, kalau keduanya memiliki perjanjian dan salah satunya adalah dilarang ikut campur masalah pribadi.
"Entah ah! Bukan urusanku juga," gumam Vian dengan bahu terangkat, kemudian duduk di kursi dan membuat Aliysia segera mengubah kembali raut wajah menjadi seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Bukan hanya itu, cengiran juga kembali diulas, seakan tidak pernah ada ekpsresi berbeda di wajahnya.
"Nih! Dimakan," ucap Vian singkat, seraya meletakan nampan dengan berbagai jenis makanan, membua Aliysia melihat bergantian antara dirinya dan makanan di nampan dengan mata berbinar senang.
"Woah! Banyak sekali Vian. Ini untuk aku semua kah?" tanya Aliysia dengan rasa percaya diri tingkat dewa, membuat Vian segera memasang wajah datar dan ia kembali melihat dengan kedipan mata cepat, memasang wajah imut yang biasanya bisa membuat lawan bicara menurut. "Terima kasih, Vian. Tidak jadi deh dicap suami kejam, soalny-
"Pede sekali kamu. Ini tuh porsi yang aku beli untuk aku sendiri sebanyak tiga per empat dan ini bagian kamu, sesuai keingan kamu. Bukan kah kamu bilang ingin makan kentang goreng," sela Vian dengan seringai miring diulas, cukup membuat yang melihat menganga.
Ya, Aliysia bahkan semakin berkedip dengan mulut terbuka lebar akibat kalimat panjang si paman, yang menyela dengan penjelasan kejam nan sinis untuk.
Sungguh, Vian jadi ingin tertawa melihat reaksinya.
Bisa tidak sih, jika hari ini disudahi acara ngekeknya. Padahal Aliysia sengsara, tapi kenapa Vian justru senang melihatnya. Ia jadi khawatir sendiri, jika ternyata ia punya sisi aneh dan baru sadar jika ekspresi ini adalah hal yang ia cari dari seorang wanita.
Nalangsa karena kejahilanku, may be ... Who's know, batin Vian sambil menahan tawa yang ingin meledak.
Aliysia masih menatap datar bagaimana wajah merah padam si paman dengan gigi bergemeluk, sebelum akhirnya melengos kesal.
"Aku cabut lagi kalimat pujian itu. Kamu itu suami bagi calon istrimu kelak yang paling kejam, pelit dan reseh sedunia bumi luar angkasa raya jaya. Fix, sebaiknya tidak perlu menunggu sampai kontrak selesai, sekarang kita bercerai saja, yuk!"
Pfttt…. Apa katanya, cerai? Yang benar saja.
Bersambung