webnovel

Kenapa Kamu Ada Di Sini?

Universitas Seni kota M

Universitas tempat jurusan seni dan desain terkenal di kota M sudah sepi, karena pukul pun sudah mendekati tujuh malam, sudah sedikit larut meski sayangnya itu tidak menyurutkan semangat para mahasiswi yang sedang melakukan latihan.

Di depan halaman sendiri sudah jarang kendaraan terparkir, meski masih ada beberapa yang menempati sudut lapangan tempat parkir.

Ya, termasuk mobil yang baru saja sampai di halaman, berhenti di sana meski tidak ada yang keluar dari dalam.

Si pengemudi justru memperhatikan bagaimana sepinya halaman di luar, membuatnya sedikit khawatir karena seseorang yang akan dijemputnya malam ini belum kunjung keluar.

Sesekali ia mengecek gawai, menanyakan dalam hati apakah sebaiknya ia mengirim pesan atau tiba-tiba muncul begitu saja ketika yang ditunggunya pulang.

Namun, setiap apa yang dipilihnya dalam hati mengenai pertanyaan maka jawabannya adalah muncul tiba-tiba, sudah seperti ingin memberikan kejutan kepada kekasih saja.

"Ck! Sebaiknya aku kirim pesan saja," putusnya kesal sendiri.

Dengan begitu, ia pun mengetik pesan dan baru saja ingin mengetuk simbol kirim, tapi sayang sebuah ketukan di luar jendela membuatnya tersentak kaget.

Refleks ia menoleh dan mendapati seorang security berdiri di luar sana.

Wah! Mampus, sepertinya ia dikira mau melakukan tindakan kejahatan.

Dan, karena tidak ingin dituduh seperti demikian, ia pun memutuskan untuk turun dari mobil sebelum semakin dicurigai.

Ketika pintu terbuka, ia mendapati wajah tegas dan mendapat pertanyaan klasik, ketika seseorang penjaga melakukan tugas.

"Tuan menunggu siapa?"

"Saya menunggu anak seni musik yang sedang latihan di aula, Pak."

"Oh! Sebaiknya langsung ke dalam saja, jangan di parkiran seperti ini."

Ia mengangguki dan tidak ambil pusing, kemudian melihat sekitar dengan wajah bingung. "Aulanya di mana ya, Pak?"

"Lurus saja, nanti ada persimpangan dan ambil kanan, nanti ada pintu ganda, di situ aula tempat jurusan musik berlatih," jelas sang penjaga.

"Baik, terima kasih Pak. Kalau begitu saya ke dalam."

"Iya, silakan."

Setelah mendapat petunjuk, ia pun meninggalkan halaman parkir dan mengunci mobil dengan suara 'bip' terdengar, menggema di halaman sepi ketika si security sendiri meninggalkan area parkir.

Namun, ia tidak masalah dan kini menyusuri koridor yang dimaksud, sambil sesekali melirik halaman dengan lampu taman menyala, meski sebagain sudah mati.

Sementara itu, di aula sendiri ada Aliysia yang sedang berkumpul dengan teman-temannya, tepatnya berlatih untuk pentas suara yang akan dilaksanakan sekitar dua minggu lagi.

Ketika ia sedang istirahat, duduk santai sambil minum dan mendiskusikan kukurangan di kontrol suara bersama timnya. Tiba-tiba terdengar suara sedikit gaduh dan entah bagaimana matanya ikut menoleh ke arah pintu, dimana kini ia melilhat seorang pria yang berjalan masuk, dengan kepala bergerak ke kanan dan kiri seperti mencari seseorang.

Awalnya Aliysia biasa saja dengan gumaman memuja dan pekikan senang dari teman sejurusannya, malah tetap santai melihat siapa si pria.

Dan sayangnya itu tidak lama, apalagi saat melihat siapa si pria dengan mata membulat sempurna, apalagi ketika bola mata keduanya saling bertubrukan.

Aliysia juga bisa melihat si pria mengangkat tangan seperti memberitahu dan menegaskan, jika memang itu benar si pria, nyata dan bukan hanya imajinasi semata.

Kya! Kya!

"Lihat, pria itu tampan sekali."

"Benar, yuk kenalan!"

"Gils, sepertinya cukup dewasa, tapi aku suka!"

Ya Tuhan! Mau apa dia kemari? Bisa kacau kalau semua tahu tentang hubungan kami, batin Aliysia masih tidak percaya. Bahkan, ia sampai dibuat menganga dengan lamunan akan kehadiran si pria yang tiba-tiba.

"Liysa, oy! Kenapa kamu?"

"Akh! Kaget aku" Aliysia dengan segera menoleh ke arah samping, ketika sebuah teguran pertanyaan penasaran menyapa gendang telinga, ia juga melotot protes karena si teman menganggetkan dengan panggilan tiba-tiba

"Habis kamu melamun, kenapa sih?" ulang temannya, menatap masih dengan penasaran.

"Tidak, tidak ada apa-apa. Aku pergi sebentar ya."

Bukannya menjawab atau menjelaskan, Aliysia justru mengelak dan kemudian tanpa menunggu balasan segera meninggalkan si teman jurusan yang hanya bisa berkedip bingung, ia berjalan menghampiri si pria yang tersenyum ke arahnya, senyum lega.

Namun sayang, Aliysia yang sedang kaget dan bingung dengan gumaman di sekitar mengabaikan. Suasana di sekitar keduanya memang saat ini mendadak heboh, ketika para mahasiswi yang kebetulan ikut berpartisipasi di acara pentas melihat si pria tersenyum.

Ya Tuhan…, kenapa harus senyum segala sih. Kan pada heboh sendiri para mahasiswi cabe keriting dan cabe domba, lagian kenapa sampai bisa-bisanya berada di sini, mau apa coba?

Aliysia hanya bisa membatin kesal, ketika mendengar bisik-bisik di sekitarnya. Ia menulikan pendengaran, dengan hati merapalkan kata penenang agar tidak semakin kesal dibuatnya.

Tap!

"Liysa-

Grep!

"Ikut aku, Vian."

Ya, pria yang dari awal tiba di halaman parkir, sampai saat ini membuat keadaan aula ricuh adalah Vian, si paman menyebalkan.

Dengan cepat Aliyaia menyela ucapan si pria, kemudian menarik tangannya untuk ikut keluar aula. Meninggalkan para mahasiwi gatal, yang senang dengan kedatangan pria berdasi meski tanpa jas yang ia tahu pagi ini dipakai si paman.

Berbeda dengan Aliysia yang sebal, karena mahasiswi berisik dan memuji si paman yang menjadi idola dadakan, si tersangka justru melihat tangannya yang digenggam dan diseret oleh si bocah dengan tatapan bingung.

Ia berusaha menghentikan laju langkah Aliysia, sambil memanggil meski tetap membiarkan si bocah membawanya keluar aula.

"Ya Tuhan. Hei! Liysa, bisa 'kan jalannya pelan-pelan," ujar Vian yang saat ini ada di belakang Liysa, mengikuti begitu saja saat ia diseret.

Sayang, Liysa yang mendengarnya belum mau berhenti menyeret si paman tampan yang membuat suasana tiba-tiba gaduh. Pria yang tidak ia sangka akan menemuinya di saat ia sedang berlatih.

Aneh sekali, padahal kemarin-kemarin si paman masih cuek dan tidak masalah aku pulang malam jika latihan seperti ini, batinnya bingung sendiri.

"Liysa, hei!"

Kembali teguran diterima, beruntung kali ini si tersangka penarikan melepaskannya, ketika keduanya berada di luar agak jauh dari aula dan kini pun menghadap Vian dengan kepala menoleh sekitar, memastikan aman tanpa ada yang lewat meski hanya batang hidung.

Sungguh, ia tidak ingin ada yang melihat kejadian ini, terlebih mereka melihat Vian dengan pujian yang ikut dilontarkan.

Tidak mau, nanti mereka akan bertanya semakin heboh kepadanya, apalagi kalau sampai tahu siapa itu Vian baginya.

Bukannya apa, ia masih ada sesuatu yang harus ditutupinya dan tidak boleh bocor untuk saat ini.

Ah! Paman menyebalkan, kenapa tidak memberitahu kalau mau datang, batinnya sebal sendiri.

Sementara itu, Vian yang melihat kelakuan aneh si bocah dibuat mengertnyit, tidak tahu kenapa sampai Aliysia seakan takut karena kehadirannya.

Oh! Apa jangan-jangan si bocah takut ketahuan kekasihnya, batin Vian sambil menggeleng dalam imajinasi.

Tidak, apa yang dipikirkannya pasti salah. Ia yakin jika Aliysia masih jomblo, karena kalau memiliki kekasih sudah dari awal ia diberitahu, seperti apapun ceritanya karena ia mengetahui bagaimana polosnya si bocah.

"Kamu ngapain ada di sini?" tanya Aliysia berbisik, padahal disekitar keduanya sama sekali tidak ada orang.

Aneh 'kan, tapi sayangnya tidak bagi Aliysia yang harus selalu dan tetap waspada.

"Jemput kamu lah. Mama yang memintaku untuk menjemputmu kalau pulang malam seperti ini," jawab Vian santai dan tanpa beban, diikuit oleh bahu yang terangkat acuh. Namun, Aliysia tidak segera mempercayai dan menatapnya dengan mata memicing.

"Bohong."

Bersambung