webnovel

Aku Cabut Doa Untuk Paman

Apartemen Soho

Lagi-lagi Aliysia dibuat kaget dengan pertanyaan tiba-tiba saat ia sedang melamun. Bisakah Vian tidak seperti ini sekali saja, padahal ia sedang berpikir tentang jawaban yang akan diberikannya.

"Isk! Pokoknya kamu tidak perlu tahu tentang yang ini. Ingat! Bukankah aku berhak tidak memberitahukan sesuatu yang menurutku privasi, huh!" jawab Aliysia mengingatkan, mendengkus pula.

"Kuliah pun menjadi rahasia?" tanya Vian tidak percaya, mengernyit karena kerahasiaan si wanita yang sepertinya khawatir sekali akan sebuah informasi mengenai data diri.

"Iya! Pokoknya rahasia, titik."

"Terserah kau saja. Ya sudah, mulai besok mulailah tugas sebagai istri kontrak, aku akan membiarkanmu besok pulang ke kost-an untuk mengambil barang-barang yang kau perlukan selama tinggal di sini. Besok juga aku akan memberikan kartu akses masuk ke apartemen. Sekarang aku tunjukkan kamar yang akan kau tempati selama di sini," balas Vian menyerah, lelah sendiri.

Aliysia tersenyum senang mendengarnya, tidak tahu saja Vian yang melihat senyum itu sudah menggeleng dalam hati.

"Siap, Bos!"

Seruan senang Aliysia, membuat Vian yang mendenarnya mendengkus meski kini berdiri dari duduknya sambil merenggangkan pinggang.

"Ikuti aku," perintahnya.

Terima kasih Tuhan, akhirnya bisa istirahat juga, batin Aliysia dan mengekor di belakang suami kontraknya menuju sebuah pintu di dekat jam dinding yang sempat diperhatikan, meski sekilas.

Apartemen dengan dua kamar cukup besar untuk ditinggali sendiri oleh Vian, membuat Aliysia bertanya-tanya apakah pria tersebut tidak kesepian karena hanya tinggal seorang diri.

Kendati demikian, ia berusaha tidak bertanya dan tetap mengikuti sambil menatap punggung lebar si empu hunian yang tampak kokoh.

Dia seperti Ghava, batinnya menilai.

"Oh ini kamar juga," gumam Aliysia lirih, tapi sepertinya Vian memiliki pendengaran yang cukup tajam karena gumaman lirih itu terdengar.

"Hn, benar. Tepatnya ini kamar yang dulu dipakai mantanku sewaktu kami tinggal bersama," sahutnya membenarkan sambil membuka pintu dan memperlihatkan sebuah ruangan yang...

"Kenapa acak-acakan!" Aliysia berseru kaget, ketika melihat penampakan kamar yang terlihat seperti kandang sapi.

Sungguh, kost-an kecilnya bahkan lebih rapi, meski tidak banyak juga yang dibawanya dari rumah.

Dan saat ini lihat saja, sebuah kamar cukup luas dengan ranjang besar tampak sprainya berantakan, belum lagi barang-barang di dalam seakan habis terkena amukan macan.

Jangan bilang mantan Vian seorang macan?

Ck! Apa yang kupikirkan, batinnya sambil menggeleng.

"Vian, kamar ini habis terkena sapuan angin torpedo ya?" tanya Aliysia menatap si empu hunian yang justru mengangkat bahu.

"Mungkin, sepertinya iya. Aku tidak sempat membereskan sisa kekacauan di sini. Jadi, karena kamu yang akan menempati kamar ini, silakan kamu yang membereskannya hingga rapi. Jika kamu tidak segera membereskan, semakin lama juga waktu istirahatmu akan tertunda. Iya 'kan?" jawab dan jelas Vian santai, kemudian berbalik menghadap Aliysia dengan senyum kurang ajar yang terlihat mengesalkan.

Aliysia sampai menganga ketika kembali melihat suasana di dalam sana, tapi sayang justru Vian yang melihatnya merasa lucu.

"Nah! Karena kamar sudah kutunjukkan, jadi silakan Lysia masuk dan selamat malam," lanjutnya seraya menepuk-nepuk kepala si istri kontrak, kemudian melenggang pergi meninggalkan kamar sang mantan tanpa melihat ekspresi wajah Aliysia yang sudah mengenaskan.

Blam!

Suara debaman yang menggema menemaninya yang masih menatap kamar dengan tarikan napas dalam. Ia mengatur napas, membantu mengais kembali ketenangan yang selalu ambyar karena sikap menyebalkan suami pamannya.

"Ya Tuhan! Aku cabut doa untuknya yang segera mendapatkan kebahagian apalagi menemukan cinta sejati dan sebagainya. Biarkan saja, aku sumpahin dia mendapatkan istri mirip nenek sihir, jelek dan suka marah-marah, hais! Menyebalkan,"

Aliysia mendumel sambil menahan diri agar tidak menjambak rambutnya sendiri. Ia kembali menghadap ke arah kamar, yang kata Tuan kamvret Viandra sialan Geonandes adalah kamar sementara untuknya.

Kemudian kembali menghembuskan napas, berharap pula dalam hati dan meminta agar mama 'mertua sementaranya' akan jarang menampilkan batang hidung di apartemen. Sehingga ia tidak perlu memasang senyum dan berpura-pura romantis dengan Vian yang sangat menyebalkan.

Pun, kalau bertemu biarkan di luar ruangan dan tidak ada Vian sekalian, itu lebih baik.

"Cih! Aku sungguh tidak sudi kalau harus berbaik-baik dengan si paman menyebalkan," gumam Aliysia kesal dan memutuskan untuk memasuki kamar sementara, mulai membereskan seadanya.

Ya, ia tidak mungkin benar-benar membereskan semua kekacauan di tengah malam seperti ini, belum lagi rasa lelah dan kantuk yang menyerang.

"Yang penting aku bisa istrirahat malam ini," lanjutnya seraya menggibas selimut yang tidak berbentuk lagi.

Huft…. Benar-benar hari melelahkan, batin Aliysia seraya merebahkan tubuh.

Sementara itu di dalam kamar lain, ada Vian yang mengingat lagi tentang reaksi lucu dari Aliysia.

Jujur saja, ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Perasaannya, dulu, ia tidak pernah jahil dan bercanda dengan seorang wanita, terlebih membawa-bawa sesuatu yang berbau keintiman.

Namun ini aneh, kenapa ia justru menggoda Aliysia yang jelas-jelas wanita asing dengan perkataan seperti itu.

Nafkah batin? Yang benar saja.

Vian justru menghindari hal seperti itu, kecuali berciuman dengan batas wajar kepada setiap mantan yang pernah menjalin hubungan dengannya. Dan setahunya ciuman itu bukan nafkah batin, itu hanya selingan agar hubungan yang dijalin ada sensasi.

Bukan hanya itu saja, tapi juga tangannya yang dulu tidak pernah refleks mengusap kepala kini justru asik berulang kali menepuk kepada Aliysia, semakin membuatnya bingung saja.

Tidak, jangan berpikir jika ini pasti karena ada rasa, jelas bukan, ini pasti hanya karena kelelahan.

Baiklah, lupakan itu.

Karena sebenarnya ada yang lebih menyenangkan jika tentang Aliysia, tepatnya saat mengingat wajah mengenaskan ketika melihat kamar yang dulu dipakai oleh Nindita.

Yang sangat membuatnya ingin tertawa adalah saat Aliysia menganga dan menatap tidak percaya saat melihat betapa berantakannya kamar tersebut. Sungguh, rasanya ia ingin tertawa dan guling-gulingan saat itu juga.

Saat Nindita pergi, wanita itu memang membuat kekacauan di seluruh ruangan apartemen Vian, tolong digaris bawahi, seluruh.

Mulai dari kamar yang sekarang dipakai Aliysia, kamar Vian, dapur, ruang tamu dan hampir seluruh ruangan di apartemen, benar-benar mengerikan jika wanita sudah mengamuk.

Dan sayangnya Vian tidak sempat membereskan, lebih mengutamakan ruang tamu dan dapur serta kamarnya sendiri. belum lagi pekerjaan yang sama sekali tidak memberi waktu untuk mengingat barang sejenak tentang keadaan mengenaskan kamar Aliysia saat itu.

Bukannya apa, Vian juga berpikir jika sudah menikah nanti itu artinya ia dan istrinya tidur di satu kamar. Jadi, itulah kenapa alasan ia tidak repot menyiapkan kamar lainnya. Benar tidak?

Namun,sayang sekali, apa yang dipikirkan itu semua tidak akan pernah terjadi.

"Huft.... Sejujurnya, ini lebih baik daripada aku tinggal bersama wanita yang meninggalkanku di hari pernikahan. Ya benar, setidaknya Aliysia tidak akan mengganggu kehidupan privasiku," gumam Vian dengan helaan napas panjang.

Bersambung