webnovel

Flashback Dua Tahun yang lalu

Mia jadi memikirkan ucapan Bu asri tadi.

"Apa mungkin maksud Bu Asri.. Tuan Abraham mempunyai niat tertentu dengan pernikahan ini?" Gumam nya.

"Hah!" Mia menutup mulut nya dengan telapak tangan nya. Mia menoleh menatap Garra yang masih setia memandang nya.

"Tuan Abraham… mengincar harta keluarga Mahendra?? Dan pernikahan ini sebagai alatnya?" Mia yang bodoh seperti ingin menebak.

"Aku harus menyelidikinya. Jika benar, aku akan menyelamatkan harta yang seharusnya milik Tuan muda Garra. Benar begitu?" Mia bertanya pada Garra.

Garra tersenyum lagi. Kali ini mata nya tidak lepas dari wajah Mia.

Yang dipandang tersipu.

"Kenapa menatapku seperti itu tuan? Aku jelek ya?" Menggulung gulung rambut nya dengan jari.

Garra mengangguk, membuat Mia cemberut.

"Nama nya juga orang susah Tuan. Tidak punya modal untuk skincare. Mahal tuan? Saya diberi makan saja sudah untung." Mia malah curhat. Garra kembali tersenyum.

'Jika Tuhan memberi aku kesembuhan, aku berjanji bukan hanya skincare yang aku beli untukmu. Tapi salon nya sekaligus.!" Jerit Garra di dalam hati.

"Ah Tuan, tenang saja. Kalau tuan sudah sembuh nanti bisa mencari istri yang cantik. Tapi saya tentu tidak mau di madu. Eh, saya kepedean ya tuan. Pasti setelah tuan Garra sembuh, saya akan diceraikan. Asyik..!! Cepat sembuh ya Tuan." ucap Mia setengah merengek sambil memijat betis Garra.

'Gadis bodoh, jika aku sembuh kau tidak akan bisa pergi dariku. Aku tidak akan pernah menceraikan mu! Memangnya kau punya rumah? Punya keluarga hah! Mau tinggal di mana kau Mia! Keluarga mu saja sudah menjualmu. Tidak sadar juga!' bentak Garra, mungkin jika ia bisa sudah menjerit. Sayang Garra hanya bisa mendengar saja dan menjawab di dalam hati.

Malam sudah jauh meraba, Mia mulai menguap berkali kali.

Lalu Mia memposisikan tubuh Garra untuk berbaring dan menarik selimutnya.

"Tuan tidur ya? Ini sudah larut. Biar cepat sehat. Saya juga harus tidur." Yang di ajak bicara tidak menjawab. Mungkin jika bisa, Garra ingin mengatakan jangan, jangan tidur dulu. Aku masih ingin kau temani. Tapi apalah daya Garra, hanya bisa menatap langkah Mia yang menjauh, dan memilih sofa untuk membaringkan tubuh mungilnya.

Di dalam pandangan Garra, Mia seorang gadis yang polos ,dan penuh ketulusan. Dia pernah mengenal gadis itu dua tahun yang lalu sebelum Garra jatuh sakit. Pertama melihat Mia yang pernah menolong seorang kakek kakek jatuh di pinggir jalan.

Flashback ini terjadi,

Dua tahun yang lalu.

"Tolong… Tolong saya tuan, Nyonya. Pak .. Buk..?" Teriak seorang gadis di pinggir jalan pada setiap yang lewat sambil berusaha untuk membangunkan tubuh seorang kakek tua yang jatuh tersungkur, tapi tidak ada yang peduli pada mereka.

"Tunggu kek, tunggu ya?" Gadis yang tidak lain adalah Mia itu berusaha sekuat tenaganya untuk menarik tubuh sang kakek ke trotoar.

"Ada yang sakit?" Mia bertanya.

"Kaki kakek ngilu nak." Jawab sang kakek.

"Biar saya bantu ya?" Mia meluruskan kaki kakek itu dan memijatnya dengan lembut.

Kakek itu terharu dengan kebaikan Mia. Di jaman sekarang ini sudah jarang ditemui seorang gadis yang masih mau membantu orang lain, apalagi seorang kakek kakek, tapi gadis ini lain. Sampai bersedia memijat nya.

"Bagaimana? Apa sudah mendingan kek?"

"Ya..ya.. Sudah. Sudah mendingan. Terimakasih ya nak?" Jawab sang kakek.

"Kenapa kakek bisa ada di sini? Mau kemana?" Tanya Mia sambil memberi air mineral pada sang kakek.

"Kakek tadi hendak olahraga saja nak? Melatih kaki kakek yang sudah kaku ini. Eh, malah tersesat dan jatuh di sini." Jawab sang kakek.

"Kenapa sendirian? Harus nya ada yang menemani kakek?"

"Tidak mau merepotkan nak? Kakek sudah sangat merepotkan keluarga." Sang kakek meneguk air mineral pemberian

"Tapi kalau ada apa apa dengan kakek kan keluarga nanti akan sedih?" Ucap Mia mengelap keringat di wajah sang kakek dengan sapu tangan milik nya.

" Biar kakek saja." Sang kakek mengambil alih sapu tangan itu dari tangan Mia.

"Kau gadis yang baik." Puji kakek itu, Mia tersenyum senang. Baru kali ini ada yang memuji nya.

Mia sebenarnya memang gadis yang lembut dan penuh kasih sayang. Pada siapapun bahkan pada yang baru di kenal nya. Sayang, tidak bagi keluarga Kuncoro. Mia hanya dianggap anak haram pembawa sial. Apapun kebaikan mia, tidak terlihat di mata mereka. Jika satu kesalahan kecil nya saja, harus dibayar Mia dengan menerima makian dan kerap juga dengan pukulan.

"Rumah kakek di mana, biar saya antar pulang." Mia menawarkan kebaikan.

"Benar tidak apa apa nak? Apa tidak merepotkan?"

Mia berpikir sejenak, menatap ranjang belanjaan milik nya.

"Ah,tidak kek. Tidak apa apa." Mia berdiri. Satu tangan menentang ranjang nya dan satu tangan nya lagi meraih tangan si kakek. Sebenarnya Mia ragu, mengingat jika Ibu tirinya pasti akan murka jika dia terlambat semenit saja. Tapi melihat kakek itu, Mia tidak tega dan memutuskan untuk mengantar dulu sang kakek.

Lima menit Mia berjalan memapah si kakek, dari arah samping, sebuah mobil mewah berwarna putih berhenti tepat di samping mereka.

"Kek!" Seru pria muda yang baru menuruni mobil itu.

"Garra!" Panggil sang kakek.

Pria itu segera menghampiri dan memeluk si kakek.

"Garra mencari kakek kemana mana. Kenapa keluar rumah sendirian kek?" Pria yang ternyata Garra itu bertanya khawatir pada kakeknya yang tak lain Kakek Abian.

"Maaf Garra. Kakek pikir, tidak akan tersesat. Untung ada gadis baik ini yang mau nolongin kakek saat jatuh di sana tadi." Jawab Kakek Abian menunjuk Mia, Mia hanya menunduk tanpa melihat wajah Garra. Meski melihat pun saat itu juga percuma, Mia tidak akan bisa mengenali wajah Garra yang memakai masker hitam. Itu biasa di lakukan Garra saat di luar rumah.

"Ya Tuhan kakek? Garra panik mencari kakek. Kakek tidak apa apa tapi kan?" Tanya Garra.

"Sudah tidak apa apa. Gadis itu menolong kakek dan memijat kaki kakek yang sakit."

Garra menoleh pada Mia.

"Terimakasih sudah menolong kakek ku."

Mia hanya mengangguk. Dengan melihat keharmonisan mereka berdua, Mia langsung paham jika pria itu adalah cucu sang kakek.

"Lain kali jangan keluar rumah sendiri, walaupun hanya berolahraga tetap harus bilang dulu ya?" Ucap Garra dengan lembut pada kakeknya.

"Iya."

"Ayo kita pulang." Ajak Garra memapah Kakek Abian ke mobil.

Kakek Abian menoleh pada Mia.

"Antar gadis itu dulu Garra. Seperti nya dia sudah sangat terlambat karena menolong kakek." Kakek Abian meminta pada Garra.

Garra mengangguk, "Kita bisa mengantar nya sembari pulang." Jawab Garra membukakan pintu belakang mobilnya dan meminta pada Mia untuk naik. Tapi Mia menolak.

"Naiklah nak, kami akan mengantarmu sekalian. Kamu sudah baik menolong kakek. Tidak apa apakan? Anggap ini ucapan terimakasih kakek." Bujuk kakek Abian.

Sebenarnya Mia merasa tidak enak. Tapi mengingat dia sudah terlambat sekali, dan untuk menunggu angkot juga pasti lama, akhirnya Mia melangkah juga.

Mobil Garra yang melaju cepat, berhenti di depan rumah besar Milik keluarga Kuncoro sesuai petunjuk Mia.

Melihat rumah besar yang cukup lumayan mewah itu, Garra berpikir jika gadis itu adalah anak orang kaya. Tapi kenapa penampilan nya begini? Dia habis belanja dari pasar bukan? Atau gadis ini hanya seorang asisten rumah tangga?

Setelah mengucapkan terimakasih, Mia turun dari mobil Garra dan langsung bergegas membuka pagar rumah nya. Garra memutar mobilnya. Belum sempat melaju Garra sempat mendengar keributan di halaman rumah yang baru saja dimasuki Mia.

Garra membuka kaca mobil untuk mengintip.

Ia bisa melihat dengan jelas, Mia sudah tersungkur di lantai dengan barang belanjaan yang berserakan di kakinya. Sementara seorang wanita sedang memakinya. Di sebelah wanita itu juga berdiri dua gadis seusia Mia.

Kakek Abian yang juga melihatnya pun berkata pada Garra.

"Garra, bisakah kau turun untuk menjelaskan pada ibu itu? Seperti nya dia salah paham pada gadis tadi."

Garra mengangguk.