Davit sama sekali belum memberikan kabar pada para orang tua, ia masih belum menerima kenyataan bahwa bayi yang ia nantikan sudah tidak ada. Pria tersebut malah berulang kali merasakan sesak di dada saat mengingat-ingat hal bodoh yang terjadi, bayinya meninggal. Bayinya, kesayangannya, harapannya sudah meninggal. Davit melemparkan kemarahannya dengan menghentakkan kakinya kuat-kuat. Ia langsung menghantam tembok berulang kali guna melampiaskan kemarahan.
"Dengan cara lo kayak gini gak akan memperbaiki apapun, yang ada lo keliatan jadi orang bodoh yang cuma bisa menyalahkan keadaan," ujar Edelweiss bosan melihat Davit yang terus-menerus melampiaskan kemarahannya pada benda.
Ya mau bagaimana lagi, menurut Davit itu adalah hal yang bagus, Davit harus melakukan itu. Davit harus melakukan kepada tembok. Bukankah lebih baik Davit melampiaskan kemarahannya pada tembok daripada kepada orang lain yang bersalah, kan?
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com