webnovel

Sebatas Teman

Di dalam rumah yang terlihat cukup sederhana itu, Kinan duduk di atas kasur yang ada di kamarnya. Di rumah itu, Kinan sudah memiliki kamar sendiri dari kecil, yang tak pernah berubah setiap kali dia menginap di rumah neneknya. Kinan duduk, menghadap ke arah jendela melihat beberapa anak kecil tengah bermain sepak bola di halaman rumah sana.

Lagi-lagi hidungnya merasakan bau cokelat panas khas buatan sang nenek, setelah dia menoleh benar rupanya sang nenek tengah meletakkan cokelat panas pesanannya di atas meja kecil yang ada di sebelah tempat tidurnya.

Neneknya duduk di samping Kinan, menarik kepala gadis itu dengan lembutnya untuk jatuh ke sandaran hangat yang dia berikan di bahunya.

"Sebenarnya kamu ada masalah apalagi, kelihatannya berat sekali bahkan kamu sampai lupa tersenyum sedari tadi ... oh iya, Rasyid ke mana? Kenapa dia tidak mengantar kamu kemari? Kakek kamu berkali-kali menanyakannya," ucap sang nenek.

"Lupakan itu, Nek ...." Dengan wajah masam Kinan menjawab pertanyaan neneknya.

"Kenapa? Kamu bertengkar dengannya pasti, pertengkaran itu wajar dalam suatu hubungan—" Belum sempat melanjutkan ucapannya, Kinan kembali menyahut sambil berkata, "Pengkhianatan yang tidak wajar."

Kedua bola mata sang nenek melebar, mendengar sahutan dari Kinan. Seolah semua kenangan masa lalu, di mana kedua orang tua Kinan bercerai kembali muncul dalam ingatan sang nenek.

"Maksud kamu apa mengatakan hal itu? Kinan jangan gegabah, Rasyid adalah sosok pria yang baik untukmu, Nak." Nada bicaranya pun berubah menjadi sangat serius.

"Aku tahu, Rasyid berkhianat dengan Kayla, adik tiriku sendiri. Apakah itu wajar? Aku bahkan benar-benar merasa jijik hanya untuk menyebut namanya saat ini." Tetesan air matanya tak bisa dia bendung lagi.

"Kamu pasti salah paham, jangan mengambil keputusan saat sedang marah ...."

"Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, Nek! Mereka melakukan hal menjijikkan di kamar hotel tepat di hadapan ku, aku menyaksikannya hati wanita mana yang tidak hancur melihat lelaki yang dia cintai bercinta dengan wanita lain apalagi itu adikku sendiri!!"

Nada bicaranya sudah tidak karuan, amarah, dendam, kebencian semua bercampur menjadi satu dia luapkan di hadapan neneknya. Hanya isak tangis yang tersisa di keheningan itu, pelukan hangat sang nenek mencoba menenangkan Kinan yang sudah tak kuat lagi menanggung kenyataan itu.

"Nenek tidak bisa mengatakan banyak hal ke kamu. Satu pesan yang harus kamu ingat Kinan, jadilah baik tapi jangan lemah. Nenek tahu kamu wanita yang kuat, ikhlaskan apa yang sudah terjadi, dengan begitu Tuhan akan menggantinya dengan hal yang lebih baik lagi, percayalah itu,"

tuturnya.

"Jodoh itu sudah ada yang menentukan, manusia hanya tinggal menjalani. Lelaki di luar sana masih banyak, memang sulit melupakan orang yang kita cintai, tapi bukan berarti tidak bisa kita hanya butuh waktu saja," imbuhnya.

Neneknya benar-benar bijaksana setiap kali memberikan nasehat kepada Kinan. Neneknya pula yang dia anggap pengganti mamanya, pemberi kehangatan yang tidak bisa dia dapat dari sosok mamanya. Karena dari kecil, bahkan saat Kinan masih duduk di bangku SD kedua orang tuanya sudah bercerai dan hanya neneknya yang menemaninya setiap hari karena papanya sibuk bekerja di luar kota untuk menafkahinya.

"Kinan butuh waktu Nek, kalau papa telepon bilang saja Kinan nginep di sini tapi, Kinan tidak mau pulang. Kinan masih pengen di sini," pintanya.

"Iya sayang, kapan pun kamu ingin pulang dan kapan pun kamu ingin menginap itu hak kamu, di sana rumahmu, di sini juga rumahmu," jawab neneknya.

Neneknya tersenyum, melihat Kinan sudah sedikit tenang, dan terlelap tidur dalam pangkuannya, dipindahkannya kepala Kinan ke atas bantal, diselimutkan dengan selimut yang sangat hangat, dan sebuah kecupan sebelum neneknya keluar dari kamar itu.

"Semoga kamu dipertemukan dengan lelaki baik, yang menyayangimu sayang, kamu sudah banyak sekali melewati ujian hidup, saatnya kamu bahagia kini," ucap sang nenek.

Neneknya keluar dari kamar Kinan, mendapati dua orang lelaki tengah duduk di ruang tamu sana. Sempat terkejut dia, melihat Rasyid sudah tiba di rumahnya dan tengah berbicara dengan suaminya.

"Nah, itu nenek, di mana Kinan ini ada Rasyid yang mencarinya," ucap sang kakek.

"Kinan sudah tidur. Biarkan dia, jangan diganggu. Dan kamu Rasyid, ngapain kamu ke sini lagi belum puas kamu melukai hati cucu saya," sindir sang nenek.

Sang kakek terlihat kebingungan, dengan ucapan istrinya barusan. Sementara Rasyid, hanya diam sambil menunduk merasa bersalah atas apa yang dia perbuat barusan.

"Itu masalahnya Nek, saya malu dan menyesal, itu sebabnya saya datang kemari untuk meminta maaf kepada Kinan, dan memperbaiki hubungan kami," jawabnya.

"Mudah sekali kamu mengatakan hal itu, apa kamu tidak memikirkan sehancur apa hati Kinan? Saya paling benci dengan yang namanya pengkhianatan, cukup orang tua Kinan yang mengalami itu, jangan sampai dia, dan sekarang justru kamu membuat cucu kesayangan ku mengalami hal itu."

"Sebelum emosi saya tidak terkontrol, saya minta kamu angkat dari dari rumah ini, sekarang! Kinan tidak mau lagi melihat wajahmu di sini," tegasnya.

"Tapi, Nek—"

"Pergi!!!"

Sang kakek yang takut penyakit tua istrinya kambuh, langsung mengambil keputusan dan menyuruh Rasyid untuk pergi terlebih dulu, dia tak berani mengambil resiko.

"Nak Rasyid, lebih baik kamu pulang saja dulu, mungkin Kinan butuh waktu. Saya takut istri saya penyakitnya kambuh lagi nanti, saya mohon," suruhnya.

Rasyid pun menurut tak mau membantah lagi, karena dia pikir itu juga sia-sia saja yang ada hanyalah memperburuk keadaan.

"Baik, kalau begitu saya pamit pulang, besok saya kemari lagi—"

"Tidak perlu. Jangan pernah injakkan kaki lagi di rumah ini, paham!" sahut sang nenek.

Rasyid hanya bisa menelan ludah, dan langsung keluar dari rumah itu.

"Ah, sial!"

Brakkk!

Lelaki itu menendang botol yang ada di hadapannya karena kesal dengan semua masalah ini, tanpa disengaja botol itu malah melayang mengenai kepala seseorang yang tengah memotong rumput di depan sana.

"Siapa yang melempar botol ini!"

Rasyid lihat seorang dengan kepala botak muncul dari balik pohon, dan mencari pelaku yang sudah menendang botol itu sampai mengenai kepalanya. Lelaki itu terlihat sangat gagah, dengan otot besar, mirip preman pasar jika dibayangkan olehnya. Satu hal yang ada dalam benak Rasyid, jika orang itu tahu bahwa dia yang menendang botol itu, pasti hidupnya akan kelar sampai di sini, belum mendapat maaf dari Kinan, mungkin nyawanya sudah melayang karena dihajar oleh orang itu. Karena takut orang itu melihatnya, dengan cepat Rasyid masuk ke dalam mobilnya dan segera pergi dari rumah neneknya Kinan.

Bersambung ....