"Hmm ...."
"Mas, aku nggak tahan, aah ... aku seperti mau pipis, tolong berhenti dulu Mas," desah Meisya yang menggerak-gerakkan tubuhnya dan beruaha menarik kepala sang suami dari selangkangannya.
"Jangan ditahan sayang, kau bukan mau pipis, tapi mau keluar," sahut Daffa di sela-sela kegiatannya, dia menahan kedua kaki istrinya agar tidak bisa bergerak dan terus melanjutkannya sampai sang istri menjerit.
"Aaaaah ... Mas ...."
"Bagaimana sayang sudah siap untuk permainan selanjutnya?" tanya Daffa yang kembali memulai permainannya.
"Iya Mas cepetan aku mau langsung ke intinya saja dari tadi Mas mengulur terus," gerutu Meisya yang tidak sabaran.
"Ha ha ha ... baikah sayang kita lanjutkan ya," sahut Daffa lalu dia melanjutkan kembali permainannya sampai mereka berdua kelelahan dan tertidur.
"Aduh seluruh tubuhku sakit semua, sebaiknya aku segera mandi dan bersiap-siap jangan sampai Mas Daffa tahu yang akan aku lakukan," gumam Meisya setelah satu jam tertidur dia bangun dan mandi.
"Setelah mandi tubuhku rasanya segar sekali, sebaiknya aku juga harus cepat bergegas agar tidak ada yang tahu keberadaanku," gumam Meisya yang langsung memakai pakaiannya dengan cepat.
"Sayang maafkan aku yang tidak bisa bertahan lebih lama lagi bersamamu, mungkin untuk beberapa waktu kau tidak akan menyadari tentang surat ini, tetapi setelah tenang kau juga akan menemukannya, selamat tinggal sayang aku sangat mencintaimu," ucap Meisya lalu dia keluar kamar dengan menggeret kopernya, dan kebetuan sekali suasana sangat sepi karena waktu baru menunjukan pukul dua dini hari.
Meisya berjalan terus dan berhenti di tepi jalan raya, karena rumah yang dia tinggali memang tidak jauh dari jalan makanya tidak sulit baginya untuk pergi.
"Sebaiknya aku menelepon dulu biar dia tahu kalau aku sudah siap dan sedang menunggunya di pingir jalan," ucap Meisya yang segera mengambil handphone dari tas selempangnya, dan melelepon seseorang.
Meisya: Kau ada di mana? aku sudah menunggumu di tepi jalan dekat rumahku.
Marvin: Iya sayang tenang saja aku sudah hampir sampai dan aku juga sudah melihatmu kok.
Meisya: Oke baiklah, tapi cepat aku sudah kedinginan.
Meisya kemudian mematikan handphonenya dan tidak berapa lama kemudian datanglah sebuah sedan mewah tepat di depannya.
"Kenapa bengong sayang? ayo masuklah apa kau sudah tidak mengenaliku lagi?" tanya sseorang pria yang bernama Marvin, setelah dia membuka kaca mobil dan juga kaca mata hitamnya.
"Marvin, apa benar itu kau? astaga, aku sampai tidak mengenalimu sama sekali kau semakin tampan dan sukses saja, terima kasih ya kau mau menolongku, ayo cepat pergi sebelum ada yang menyadari keberadaanku!" ungkap Meisya setelah dia masuk ke dalam mobil itu.
"Baiklah sayang, kau tenang saja dengan semua koneksi yang aku miliki tidak akan ada yang bisa mengetahui keberadaanmu," sahut Marvin, kemudian dia mengemudikan mobilnya ke arah luar kota.
Sementara di dalam kamarnya, Daffa masih belum menyadari keberadaan istrinya yang tidak ada lagi bersamanya sampai pagi hari kemudian.
"Sayang, kau di mana? apa sedang ada di kamar mandi?" tanya Daffa ketika dia membuka matanya pertama kali dan tidak lagi menemukan istrinya di tempat tidur.
"Kenapa tidak ada sahutan ya? apa istriku sedang ada di dapur?" gumam Daffa dengan penuh tanda tanya.
"Ya sudah deh, sebaiknya aku mandi lebih dulu setelah itu baru mencarinya," ucap Daffa lalu dia masuk ke dalam kamar mandi.
"Selamat pagi Ayah, selamat pagi Bunda, lho istiku di mana? aku kira dia sudah ada bersama Ayah dan Bunda di meja makan," tanya Daffa.
"Seharusnya yang bertanya itu Bunda, Nak bukannya kamu, apa Meisya tidak ada di kamarnya? lalu ke mana dia, Daffa?" tanya bunda Felicia yang mulai khawatir.
"Mana Daffa tahu Bunda, Meisya di mana? makanya Daffa tanya sama Bunda tadi ya karena istriku tidak ada di kamar ketika aku bangun tidur tadi," terang Daffa yang langsung duduk dan memakan sarapannya.
"Biarkan saja dulu Bunda, Meisya mungkin saja hanya sedang berjalan-jalan di sekitaran rumah nanti juga dia akan masuk kalau sudah bosan, bukankah dia sering keluar seperti ini," ucap ayah Tama.
"Ya sudah deh, tapi Daffa apa kau tidak mengkhawatirkan istrimu yang tidak ada? Bunda lihat dari tadi kau itu sepertinya santai sekali seperti tidak ada beban," kata bunda yang heran melihat kelakuan putranya.
"Bukankah ayah sendiri tadi yang bilang kalau istriku sudah biasa seperti ini jadi, untuk apa aku khawatir lagian aku percaya padanya dan dia tidak mungkin menghianatiku, ya sudah Bunda, Ayah, Daffa berangkat ke kantor dulu nanti kalau ada apa-apa kabari saja," ucap Daffa yang segera mencium punggung tangan kedua orang tuanya, setelah itu dia keluar dan masuk ke dalam mobil menuju ke kantor.
"Ayah, apa benar itu putramu? kenapa dia kelihatan santai sekali padahal istrinya tidak ada?" tanya bunda Felicia.
"Daffa terlalu yakin dan percaya Bunda, kalau Meisya tidak akan pergi meninggalkannya sekarang coba Bunda minta pembantu kita cari Meisya, kenapa sampai sekarang belum pulang juga? padahal walaupun dia pergi sebelum sarapan pagi pasti sudah pulang, tapi ini sudah lewat waktu sarapan," sahut ayah Tama.
"Ayah benar sekali, baiklah Bunda menemui pembantu kita dulu," ucap bunda yang melangkah ke arah dapur dan mendekati pembantunya yang sedang menyapu.
"Ada yang bisa Bibik bantu Nyonya!" tanya sang pembantu ketika melihat bunda Felicia mendekatinya.
"Bik tolong cari Meisya di taman dekat sini dan kalau tidak ada bibik juga bisa cari di sekitar rumah ini," suruh bunda Felicia.
"Baik Nyonya, saya akan mencari Nona Meisya," pamit Bik Anum, kemudian beliau meninggalkan bunda Felicia keluar menuju taman dekat rumah majikannya.
"Bunda, Ayah pergi ke kantor dulu ya nanti kalau ada apa-apa kabari saja, Ayah ada rapat pagi ini bunda yang tidak bisa ditinggalkan jadi, Ayah tidak bisa menemani bunda mencari menantu kita, tapi Ayah yakin dia sedang bermain saja kalau sampai Ayah pulang kerja Meisya belum juga kembali baru kita akan mencarinya bersama," ucap ayah Tama yang pamit kepada istrinya.
"Baiklah, Bunda sendirian deh semua orang pergi, sedangkan Meisya belum juga kembali," sahut bunda Felicia dengan wajah murungnya, kemudian ayah Tama mendekati istrinya dan memeluk mesra.
"Bunda ikut Ayah saja ke kantor, kalau Bunda tidak bisa jauh dari Ayah," ajak sang suami.
"Tidak usah Ayah nanti kalau menantu kita kembali dan bunda tidak ada di rumah dia akan sedih, biarlah bunda menunggu Ayah di rumah saja," tolak bunda dengan yakin.
"Ok baiklah, tapi jangan sedih dong sayang, Ayah pergi dulu ya," pamit ayah Tama, dia mencium kening istrinya dan pergi ke kantor.
Dua jam setelah ayah Tama pergi ke kantor, bik Anum datang dengan membawa kabar buruk.
"Nyonya ... Nyonya ... ada kabar buruk Nyonya," panggil bik Anum dengan sedikit panik.
"Kabar buruk apa Bik? jangan buat saya cemas begitu," tanya bunda.
"Nyonya, Nona Meisya menghilang Nyonya ..." lanjut bik Anum.
"Apa!