webnovel

stuck with yours love

Hi perkenalkan, aku Arnita perempuan yang terlahir dari keluarga sederhana tapi penuh kebahagian. Sampai pada suatu hari, ayah ibu ku meninggal dalam kecelakaan, dan adik tiri ibuku yang mengatakan akan mengurusku, tiba-tiba menjual semua aset keluargaku termasuk rumah yang aku tinggalkan. Dengan berbekal uang yang tidak seberapa aku dititipkan pada rumah yatim piatu, yang tidak jauh dari tempat tinggalku. aku beruntung karena Tuhan masih sayang padaku, pemilik yayasan yatim piatu itu tidak memiliki anak hingga aku di urus nya sampai dewasa. Keberuntungan aku tidak hanya sampai disitu, aku sekarang sudah menikah dengan anak bos yang kebetulan donatur tetap yayasan yatim piatu tempat aku dibesarkan. Bukan tanpa sengaja aku menikah dengannya tapi atas dasar cinta yang akhirnya tumbuh dihati kami. Bryan pria berwajah cantik karena wajahnya lebih mirip ibunya dari pada ayahnya.

rachma_akbari · perkotaan
Peringkat tidak cukup
282 Chs

Part. 11 Perempuan aneh

aku masih sibuk dipantry membersiapan sarapan pagi untuk Bryan.

"Bikin apa sayang?" Bryan memelukku dari belakang.

"Nasi goreng tanpa kecap," aku menaruh nasi goreng kepiring dan meletakan telur ceplok setengah matang kesukaan Bryan.

"Wah mantab," Bryan lalu duduk dikursi makan dihadapanku.

"Sayang, semalam ada telepon gak jelas, diangkat gak ada suaranya cuma kedengaran suara nafas berat gitu," Aku bercerita sambil menikmati sarapanku.

"Orang iseng kali, kalau nomer gak dikenal gak usah diangkat," Bryan masih menikmati sarapan nasi gorengnya.

"Aku juga selalu seperti itu seh, tapi masalahnya, setelah aku gak angkat malah telepon kamu yang berbunyi," Aku meneguk air putih yang tadi aku sudah siapkan lalu melihat kearah Bryan untuk menunggu reaksinya.

"Masa sih?" Bryan mengecek Ponselnya dia melihat beberapa panggilan dengan tulisan Private number lalu sambil memegang dagunya dia masih memandangi ponselnya, tak lama aku melihat Bryan mengkontak salah satu nomer telepon yang ada diponselnya.

"Die tolong cek ponsel gue sama bini gue, semalam ada yang telepon dengan menggunakan Private number. Menurut Nita, begitu di angkat dia tidak berbicara hanya terdengar suara orang bernafas dengan sedikit berat," rupanya Adi yang ditelepon karena dibagian menagerial yang Adi pegang, orang-orang IT berkumpul disana. Bryan mendengarkan jawaban Adi tak lama dia menoleh kearahku.

"Tolong cek jam berapa orang itu meneleponmu terutama yang kamu angkat," Aku lalu mengecek panggilan masuk pada ponselku.

"9.20 malam yang aku angkat," Bryan kembali berbicara pada Adi aetelah dia mengecek pada ponselnya juga.

"untuk sementara tolong blok dulu panggilan yang tidak dikenal lebih duhulu," pinta Bryan setelah selesai menelepon Adi karena tidak mungkin juga aku dan Bryan mempermanenkan panggilan tidak dikenal karena banyak juga rekanan bisnis kami yang menggunakan nomer Kantor yang tentunya tidak semua kami simpan dalam ponsel.

***

aku merapikan berkas di meja kerja Bryan, karena hari ini Bryan dan rombongan mengadakan kunjungan dadakan ke beberapa pubrik dikarena hasil dari inverstigasi bagian keuangan yang aku pegang banyak kemunduran dari setiap pubrik baik segi produksi, kwalitas barang dan HRD nya.

Aku menatap jam di Dinding ruangan Bryan, Sudah jam 12 kurang 10 menit dan sepertinya cacing didalam perutku sudah mulai menari, sejak diangkat untuk manangani keuangan sementara, aku harus bulak balik keruangan Bryan dan keruangan keuangan dikarenakan aku harus mengatur dua posisi secara bergantian sekaligus untungnya disekretariatan adalah orang-orang yang kupilihan sendiri dan sangat berkompeten maka dari itu untuk keperluan urusan kerjaan Bryan aku menempatkan Taufan sebagai penggantikanku sementara alasanku memilih Taufan bukan karena takut Bryan ada main dengan penggantiku, kalau soal hati, aku sangat mempercayai Bryan tetapi karena Taufan sangat hafal kinerjaku jadi dia paham harus seperti menangani bos seperti Bryan.

"Maaf nona anda tidak bisa masuk kesana begiti saja, anda siapa?" aku mendengar suara Indri setengah membentak aku tidak tahu dengan apa yang terjadi diluar.

"Hai pegawai rendahan, tidak bisa sopan sedikit bicaramu dengan tamu bos mu ini!" nada tidak kalah kencang dengan suara Indri, aku masih mendengarkan dari dalam ruangan Bryan.

"Tetap saja nona anda harus membuat janji dulu jika memang sudah ada janji, nanti kami cek dulu karena Bos kami melarang orang yang tidak berkepentingan untuk masuk keruangannya," Indri samakin ngotot.

"Bos kalian pasti tidak menolak orang yang dirindukan bertahun-tahun datang ketempatnya," perempuan itu menyahut dengan suara semakin angkuh. aku hanya mendengar suara Indri tertawa lalu,

"Apa katamu paling dirindukan? kalau kamu yang paling dirindukan kenapa tidak menikah dengan mu, tapi malah dengan orang lain aku masih terus mendengarkan pembicaraan Indri dengan seorang perempuan yang suaranya agak terdengar nyaring ditelingaku, aku hanya berfikir apa itu yang datang mantannya Bryan, tapi aku tidak pernah mendengar Bryan bercerita soal mantan begitu juga dengan keluarganya. Aku kembali mendengarkan pembicaraan Mereka.

"Belum saja, sebentar lagi dia pasti akan melamarku kalau dia tau aku sudah kembali," perempuan itu kembali berkata dengan percaya diri, Indri kembali tertawa kali ini lebih kencang.

"Perempuan sakit, emang lu gak tau pa Bos udah punya bini , lo tuh kagak ada apa-apanya sama bini Bos dia lebih cantik, pinter dan berpendidikan, gak kaya lu. Muka apa tembok dempulan tebel amat," aku yang mendengar dari dalam nyaris tertawa.

"Eh kurang aja dasar pegawai rendahan aku bilang Bryan, biar kamu dipecat," teriaknya.

"Bilang sana emang gue pikirin," Indri malah balik menantang.

"Kok gak aktif sih nomernya?" perempuan itu kembali berkata, aku yang penasaran lalu keluar dari ruangan Bryan.

"Ada apa Dri, kok ribut-ribut kaya dipasar?" Aku menatap Indri pura-pura tidak mendengar apa yang mereka perbincangkan tadi, lalu berpindah menatap pada diperempuan didepan Indri sementara Indri menatap perempuan didepannya dengan tatapan kesal. Indri yang memiliki tinggi 173 cm, tampak lebih menjulang didepannya, padahal perempuan didepannya menggunakan sepatu yang aku liat membuat ngilu, karena sangking tinggi dan runcingnya hak sepatu yang digunakan untuk menopang tubuh kecil dan agak berisinya itu

"Mba cari siapa?" Aku tanyaku ramah

"Kamu ngapain keluar dari sana?" dia malah bertanya balik padaku, aku hanya tersenyum padanya.

"Itu ruangan saya, kenapa mba memangnya?" jawabku sambil bertanya balik. Dia memandangku.

"Tapi disitu tertulis ruang direktur utama?" perempuan ngeyel pikirku pantas saja Indri emosi aku kembali tersenyum.

"Betul mba, makanya saya tanya mba cari siapa, kalau cari Pak Bryan, mba sudah buat janji?" tanyaku berusaha menyabarkan diri, mana mungkin Bryan pernan pacaran dengan orang macam seperti ini. Bryan itu pendiam walaupun dia suka dengan perempuan yang banyak bicara tapi dia sangat tidak suka dengan orang yang suka ngeyel dan ini aku yakin Bryan bisa kabur kalau bertemu perempuan ngeyel seperti ini.

"Saya Iren dulu saya adik kelasnya waktu di Australia" jelas nya aku dan Indri serempak, "Oooo," aku tersenyum padanya.

"Ini kantor mba, aturan dibuat kami harus tetap jalankan, jadi kalau mbak sudah membuat janji dengan Pak Bryan secara pribadi pasti beliau sudah sampaikan pada kami, karena Pak Bryan sangat tidak suka bertemu orang atau teman yang bukan membicarakan masalah pekerjaan jika dikantor dan tidak ada satu temannya yang datang hanya untuk mengobrol hal tidak peting dikantor kecuali memang masalah pekerjaan," aku sebenarnya malas menjelaskan dan berhadapan dengan orang seperti ini.

"Mbak memang sudah janji mau ketemu dimana?" tanyaku kembali tersenyum, sementara Indri sudah memasang muka jutek sangking kesalnya.

"Aku tadi telepon tapi nomer tidak aktif," Dia kembali menekan-nekan ponselnya.

"Mungkin salah nomernya mba," aku tersenyum kepadanya padahal aku tau penyebabnya, mengapa setiap Iren menelepon no Bryan seolah-olah tidak aktif.

"Gak mungkin lah, kemarin masih nyambung kok" dia kembali berusaha menelepon Byan.

"Bisa coba sebutkan nomernya mba?" pintaku. Ia lalu menyebutkan nomer Bryan dengan benar.

"Benar sih mb, coba aku telepon ya," aku menunggu Bryan mengangkat telepon dari ku

"Halo sayang," terdengan suara Lembut Bryan di sebrang sama.

"Paaa, ini ada temen bapak namanya mba Iren dia katanya mau ketemu," kataku setengah menggoda Bryan dia paling tidak suka aku panggil bapak padanya.

"Iren? Siapa tuh temen aku dimana trus kamu ngapain panggil aku Bapak, udah tau aku gak suka," Bryan protes mendengar kata bapak dari mulutku aku hanya tersenyum.

"Maaf mbak kata Pak Bryan, Iren siapa ya? kenal dimana mba sama Pak Bryan?" tanyaku lagi.

"sini HPnya," Iren berusaha merampas ponselku tanpa permisi tentu saja aku mengangkatnya secara otomatis tanganku yang memegang ponsel hingga tubuhnya yang kecil tidak bisa mengambil ponselku.

"Mba mau apa kok ngambil ponsel orang tanpa permisi, mba saya kasih waktu buat menjelaskan 5 menit, mba kenal suami saya dimana biar nanti saya bilang sama dia karena Bryan sedang meninjau beberapa pabrik diluar Jakarta," Jujur saja aku pegal lama-lama menghadapin orang yang berbelit-belit cuma karena ingin menunjukan powernya.

"Eh kalau ngimpi jangan ketinggian, ngaku-ngaku Bryan suami kamu " Iren malah berkacak pinggang didepanku, aku hanya tersenyum, malas aku menghadapi perempuan ini aku melirik kearah Indri, Indri paham maksudku tak lama dua orang sekuriti dan seorang resepsionis berlari kearahku.

"Bawa keluar Pak, dan ingat ya mba jangan asal mempersilahkan orang tidak dikenal naik kelantai ini tanpa izin dari sekretariat," Indri semakin emosi sementara aku hanya diam saja.

"Kamu apa-apaan sih kurang ajar, lepasin," Iren meronta berusaha melepaskan tangannya dari kedua Sekuriti, namun pegangan yang cukup kuat dari kedua sekuriti itu tidak cukup untuk membuatnya bisa melepaskan diri dan akhirnya hilang dibalik pintu ruangan menuju lift.

Aku menghela nafas. Sementara Indri kembali kebangkunya, aku kembali masuk keruangan Bryan dan mengambil tas.

"Dri aku ke rumah ibu dulu ya udah lama gak nengok, selain itu aku mau ketemu adikku yang baru selesai kuliah di Jerman," Indri lalu tersenyum menganggukan kepalanya.

"Bapak langsung pulang atau balik dulu kekantor Nit?" Indri bertanya sambil merapikan Berkas fotocopian yang lumayan berserakan di mejanya. Mungkin karena kesal tadi sehingga dia tidak sadar kalau meja kerjanya jadi acak-acakan.

"Seperti langsung pulang Dri, tadi dia bilang jalanan lumayan macet, ya sudah aku duluan kamu kalau sudah beres pulang aja sudah mau jam 5 juga," aku kemudian keluar ruangan setelah Indri mengiyakan perintahku dan aku langsung menuju lobi, tak lama Pak Maman menghampiriku diparkiran gedung kantor dengan mobil audi yang diberikan Mama Bryan padaku sebagai hadiah perkawinan ku dengan Bryan.