webnovel

Stielkruger: Re-Mission

Setahun berlalu semenjak Wijaya, seorang penembak runduk dari Nusa Antara, bergabung dengan regu khusus stielkruger bernama Vrka. Mereka kini ditugaskan untuk memerika sebuah daerah di Siberia Tenggara yang rawan dan mendadak kehilangan kontak dengan dunia luar. Kejanggalan informasi yang mereka dapatkan menumbuhkan kecurigaaan anggota regu akan seluruh situasi di sana. Namun, demi mencari tahu kebenaran dan menegakkan cita-cita LUNA, mereka terjun ke area yang menjadi perangkap untuk anjing-anjing kepala Dewan Pimpinan LUNA macam mereka.

Mananko · Sci-fi
Peringkat tidak cukup
17 Chs

Di Seberang Laut

Wijaya terlelap setelah pesawat kargo yang mereka naiki lepas landas dari markas di Osaka. Perjalanan mereka akan memakan waktu kurang lebih dua jam, cukup waktu baginya untuk beristirahat. Tidak semuanya mengikuti cara Wijaya, sebagian justru sibuk dengan raksasa besi masing-masing.

Beberapa memilih untuk mengomel.

"Bagaimana mungkin kau selalu bisa tidur di masa-masa macam ini?"

Enggan membuka mata, Wijaya menjawab Lev dengan datar, "Kita belum mau mendarat, kan?"

"Masih satu jam lagi."

"Oke."

Wijaya kembali terlelap tanpa memedulikan Lev yang kembali menggerutu. Suara mesin pesawat yang lebih keras saja bisa tidak dia acuhkan, apalagi suara Lev.

Dia tidak sepenuhnya tidur. Sebagian dari otaknya seperti masih memproses keadaan di sekitarnya. Samar-samar dia masih separuh menyadari pergerakan rekan-rekan satu regunya.

"Bangun, Putri Tidur," sapa Win sambil menyikut rusuk kiri Wijaya. "Pelican besi ini sudah mau mendarat."

Wijaya akhirnya membuka mata, kebetulan kata-kata Win berdekatan dengan bunyi dipersiapkannya roda pesawat. Kalau tidak ada bunyi itu, Wijaya juga tidak akan mengindahkan sapaan dan sikut Win.

"Bangun juga kau akhirnya," Lev mendengus. Dia meninju bahu kanan Wijaya, "Itu untuk dua hari yang lalu."

"Tidak sakit."

Lev mengangkat tangannya bersiap meninju sekali lagi. Wijaya menatapnya dingin, membuat perempuan berdarah Siberia itu mengurungkan niatnya.

"Kutembak subutai-mu nanti," gerutu Lev.

"Aku dengar itu Lev," Boris meraung. Dia duduk di posisi paling ujung kanan posisi, sekitar tiga empat orang dari Wijaya. Mereka duduk menyamping dan terikat sabuk silang di sisi perut pesawat yang luas ini.

Suara Boris cukup keras untuk menyaingi bisingnya suara mesin pesawat. "Sampai di Vladivostok, kau akan dikurung dalam sel isolasi sampai kita berangkat lagi."

"Puh," Lev menekuk wajah dan meninju bahu Wijaya sebagai pelampiasan.

Wijaya mengangkat tangan kirinya, bersiap membalas. Akan tetapi, Win menahan tangan Wijaya. "Hei, bung, tidak baik memukul perempuan."

"Kau pikir aku dilatih untuk membedakan laki-laki dan perempuan?" jawab Wijaya tenang sambil menggunakan tangan kanannya untuk meninju bahu kiri Lev.

"Hnngggh!" Lev mendadak mengangkat tangan kanan. "Pak Tua."

"Apa lagi, Lev?!"

"Aku mundur dari misi, sepertinya bahuku copot."

"Bagus, setidaknya dengan begitu kau tidak akan berusaha mendobrak sel isolasi lagi."

Lakhsman yang duduk di samping Win dan Sawamura tidak bisa menahan diri dan tertawa terbahak-bahak. Lev menggerutu dan untungnya pesawat mendarat tidak lama kemudian.

Bagian moncong pesawat membuka ke atas setelah pesawat kargo parkir di landasan. Para kru dengan cepat bergerak untuk mengeluarkan delapan stielkruger dari dalam perut pesawat. Kecuali T-11 yang dipiloti Lakshman dan Yon, masing-masing memiliki model yang berbeda.

Kedua T-11 berada di posisi paling depan. Mereka adalah seri terbaru dari model produksi massal yang dibuat oleh perusahaan dari Petersburg-Siberia. T-11 mirip seperti kesatria abad pertengahan dengan tubuh lebar. Di bahunya yang besar, terdapat bentuk bagai perisai kecil khas milik stielkuger seri T. Kepalanya agak lonjong ke atas dan dilengkapi satu kamera yang bisa bergerak bebas di celah berbentuk tanda tambah di bagian muka. Mereka berdua selalu membawa perisai. Bedanya Lakhsman lebih suka senapan serbu dan Yon lebih suka senapan patah. Posisi perisai mereka juga berbeda, Lakhsman di tangan kiri sementara Yon di tangan kanan.

Di belakang itu ada Jiangdong milik Win. Model yang diproduksi Qing itu memiliki kepala dan badan menyatu dilengkapi lengan dan kaki yang cukup besar. Biasanya tangan kanannya dilengkapi senjata kepalan dengan duri tajam dan tangan kirinya membawa senapan patah. Dua senjata favorit Win.

Berbeda dengan pilotnya, Nesti milik Lev adalah yang paling besar. Tingginya mencapai enam setengah meter. Raksasa itu memiliki kepala berbentuk oktagon dan dilengkapi berbagai sensor dan kamera untuk memperkirakan jarak. Tenaga pendorong yang lebih besar membuat stielkruger itu menjadi pembawa kotak peralatan di punggungnya. Biasanya Lev menggunakan meriam atau senapan laras panjang.

ZHY yang dikendarai Kwang memiliki tubuh paling ramping. Akan tetapi bagian paha dan telapak kakinya cukup lebar. Ada tenaga pendorong di bagian itu untuk mendorong pergerakan lincah. Model itu juga diproduksi oleh Qing.

Ada dua stielkruger unik di regu mereka, yaitu Hoshun dan Altaica.

Hoshun diproduksi oleh perusahaan dari Nichi. Stielkruger itu memiliki empat kaki, memiliki lengan ramping, bagian tubuh yang melancip ke depan, dan kepala yang agak kotak di depan namun melancip ke belakang.

Namun, keunikan Hoshun bukan apa-apa dibandingkan Altaica yang dipiloti pimpinan mereka. Berbeda dengan kebanyakan stielkruger yang berbentuk robot berdiri, Altaica justru berbentuk menyerupai harimau. Model purwarupa hasil kerjasama negara-negara LUNA itu tingginya paling hanya separuh stielkruger lain tetapi lebih panjang. Dia bisa bergerak lincah di medan sulit dan juga lebih sulit dibidik. Kekurangannya adalah persenjataan yang terbatas.

Sesuai perkiraan, hari sudah malam ketika mereka tiba di markas militer angkatan laut di Vladivostok. Tanpa perlu diringkus, Lev berjalan sendiri ke sel isolasi setelah mereka makan. Bahunya ternyata tidak copot dan tampak berfungsi sempurna.

Kalau Wijaya pikir-pikir lagi, mungkin Lev sebenarnya sengaja berulah agar Boris mengurungnya. Sementara anggota lain beristirahat, Boris dan Kwang sibuk berdiskusi, mengumpulkan informasi, dan mengurus administrasi dengan petugas militer setempat. Harusnya sudah menjadi tugas Lev untuk membantu Boris, tapi karena dia dikurung maka mau tidak mau Kwang yang mengambil tugas itu. Namun, Wijaya juga ragu jika Kwang enggan. Mantan mata-mata itu sepertinya juga memang lebih proaktif.

Wijaya terbangun sebelum subuh. Tidur di pesawat kemarin sudah memberinya cukup istirahat.

"Kau tidak bisa tidur?" tanya Win yang ternyata sudah bangun tapi masih bermalas-malasan di kasurnya. Ada tiga kasur di ruangan yang diberikan untuk mereka ini, rekan mereka satu lagi adalah Kwang.

"Lebih tepatnya, aku terlalu banyak tidur," jawab Wijaya enteng. "Lagipula tubuhku agak kaku, aku cari udara segar dulu."

"Aku ikut," Win bangkit dari ranjang.

Mendadak, Kwang yang masih tertutup selimut dari kepala sampai kaki justru menyela, "Lebih baik kau tutup matamu dan tidur di sisa-sisa waktu yang kita punya, kau tidak tidur semalaman."

"Hei, bagaimana mungkin aku bisa tidur kalau kau begitu sibuk di laptop-mu sepanjang malam?" Win memprotes separuh bercanda.

"Para petugas militer di sini meminta terlalu banyak persyaratan, makanya aku perlu waktu untuk menyelesaikannya. Lagipula soal mengganggu, buktinya Wijaya bisa tidur."

"Jangan samakan aku dengan orang yang bisa mengatur kapan otaknya masuk mode menghemat energi."

"Aku tidak menyamakanmu, karena itu aku menyarankan kau untuk tidur."

"Baik, kakek," Win menghela napas sembari menaikkan bahu. Dia lalu melambaikan tangan pada Wijaya, "Kalau kau bertemu hantu cantik, jangan lari, sapa saja. Siapa tahu bisa jadi jodohmu nanti."

"Ngawur kau," Wijaya mendengus dan keluar dari kamar lalu mulai lari pagi.

Kebanyakan penghuni markas militer ini masih terlelap. Yang terlihat hanya orang-orang yang sedang berjaga saja. Wijaya memilih rutenya untuk berlari di pinggiran lapangan lepas landas, terutama yang di tepi laut.

Tentunya kata-kata Win tidak terbukti benar. Tidak ada hantu yang dijumpai Wijaya. Kecuali jika Yon yang termangu menatap lautan di tepi markas militer boleh dianggap hantu.

Wijaya sudah berlari beberapa putaran dan Yon masih saja terdiam di sana. Dia baru sadar bahwa perempuan itu berdiri memandang ke arah barat daya. Kalau di tarik garis lurus, tanpa menghiraukan keberadaan Pulau Rusky, di seberang sana ada Semenanjung Daehan.

Mengikuti saran Win, Wijaya akhirnya mendekat dan menyapa Yon, "Kau tidak bisa tidur?"

Yon tidak menunjukkan sedikitpun tanda-tanda terkejut. Besar kemungkinan dia memang menyadari Wijaya yang lari pagi sejak tadi. Dia hanya menggeleng pelan.

"Kau rindu kampung halamanmu?" tanya Wijaya lagi.

Yon menggeleng.

"Berarti meratapi kehidupan di semenanjung sana?"

Setelah tidak bereaksi untuk beberapa saat. Yon memandang pada Wijaya sambil tersenyum lembut, sedikit rasa pahit tersirat di sana. Entah apa maksud dari gestur itu.

Wijaya hanya mampu menghela napas, "Jangan lupa, berdasarkan pengarahan kemarin, perjalanan ke Danau Boton memerlukan waktu setidaknya 12 jam. Dari sana kemungkinan kita perlu waktu sekitar satu sampai dua hari perjalanan untuk kita mencapai lokasi yang dimaksud. Ada baiknya kau istirahat sebanyak mungkin. Kita tidak tahu kita akan menghadapi bahaya macam apa di sana atau seberapa lama misi ini. Yang jelas firasatku kurang baik."

Kali ini Yon mengangguk dan tersenyuum manis pada Wijaya. Akan tetapi, setelah itu dia kembali memandang ke seberang lautan.

Wijaya yang sudah memaksakan diri untuk bicara lebih banyak akhirnya menyerah dan melanjutkan lari paginya. Ada ketidakseimbangan yang terlalu besar pada para perempuan yang terlibat di regu Vrka. Salah satunya seperti kehilangan kemampuan bicara karena disedot dua lainnya.

Lagipula Yon itu… setahu Wijaya dia memang dulu dijuluki Hantu dari Daehan. Seorang diri dengan stielkruger kuno, dia berhasil membuat regu Vrka kewalahan pada misi mereka beberapa bulan lalu. Itulah sebab Boris bersikeras merekrutnya. Awalnya hal itu mendapat protes keras dari para Ketua Dewan Pimpinan, Lev, Sawamura, dan Kwang. Namun akhirnya Boris berhasil karena Yon tampak tidak memiliki motif apapun, dia seperti hewan buas yang terlatih untuk melakukan apa yang ditugaskan padanya. Perseteruan mereka sebelumnya pun murni karena Yon dipaksa direkrut lawan karena orang-orang terdekatnya ditawan bandit yang mereka hadapi.

Yon sudah menghilang tanpa jejak ketika Wijaya kembali melewati lokasinya tadi. Mungkin Win benar, yang tadi itu mungkin memang hantu, bukan Yon.