Bapak Gita mengambil nafas panjang sebelum berbicara kebohongan terhadap putrinya.
"Kamu tahu, setelah kejadian itu Ibu tidak menyukaimu, jadi itulah dia tidak menganggap kamu ada hingga saat ini."
Jawaban itu terasa mengganjal untuk Gita, hanya karena itu, namun entah mengapa dia merasa kalau itu bukan jawaban yang sesungguhnya. Tetapi jika dia bertanya terus-menerus, Bapak akan memikirkannya sehingga membuat kondisi tubuhnya memburuk.
"Masa lalu memang sulit dilupakan," jawab Gita lesu dan tersenyum paksa.
"Sudahlah lupakan saja, lebih baik kamu kembali tidur. Bukankah ingin mencari pekerjaan lagi?"
"Untuk apa aku tidur kembali, sebentar lagi juga matahari akan muncul. Gita pergi mandi dulu," jawab Gita pergi meninggalkan kamar orang tuannya yang sudah seperti kapal pecah.
Aktivitas utama Gita adalah melakukan ritual pertamanya, yaitu mandi. Setelah semua selesai, Gita berpakaian sangat rapi. Menggunakan kemeja putih dan rok span hitam pendek.
"Aku tidak nyaman menggunakan ini, tapi bagaimana lagi hanya rok ini yang Ibu miliki," ucap Gita bergumam melihat dirinya. Lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas, itu lah yang membuat dia tidak nyaman.
Dia bukanlah perempuan yang menyukai rok, karena dia lebih banyak memiliki celana. Dan hanya ada satu rok, lalu itu dia gunakan kemarin. Tetapi karena pria kaya yang membawa mobil tidak melihat genangan air, membuat roknya kotor hingga saat ini belum kering.
Rumahnya sangat sepi, tidak ada kedua orang tuanya. Ayah Gita telah pergi ke rumah kawan lamanya, lalu Ibunya sejak kejadian pertengkaran itu dia pergi begitu saja, dan Gita sangat hafal kemana Ibunya pergi.
"Nanti saja pulang dari mencari kerja aku akan susul Ibu dan membujuknya kembali."
**
Dia tidak yakin harus melamar pekerjaan di perusahaan mewah seperti ini, namun ini adalah harapan satu-satunya. Sungguh lelah, karena masa lalunya tidak ada perusahaan yang menerima dia.
"Maaf apakah ada lowongan?" tanya Gita kepada satpam.
"Ini perempuan yang diucapkan pak Hito tadi," ucap satpam salah hati.
"Pak, apakah benar ada, soalnya saya melihat di kertas itu?" celetuk Gita sambil menunjukkan sebuah kertas yang tertempel dekat pos satpam.
"Maaf nona, tidak ada pekerjaan."
"Tapi itu.... "
"Silahkan pergi, atau saya akan panggil polisi!"
Aneh, Itulah yang terlintas dipikiran Gita. Apa sangkut pautnya dengan polisi, dia hanya Ingin melamar pekerjaan. Dan jelas-jelas di sana terpampang jelas kalau perusahaan itu sedang mencari karyawan.
Gita telah pasrah, hidup keluarganya hanya tergantung oleh dia.
Matahari yang begitu terik, sehingga membuat kepalanya pusing. Mata berkunang-kunang, dan seluruh air keringat bercucuran.
Dia memilih untuk beristirahat ketika melihat ada taman di ujung sebrang sana.
Duduk di kursi taman sambil memandangi anak kecil yang sedang berlari-lari.
"Kapan aku akan menikah?" Gumamnya.
Saat Gita sedang meminum air, tiba-tiba saja ada sebuah bola yang hampir saja menghantam wajahnya, akan tetapi justru botol air yang dia pegang tumpah.
"Aduh basah lagi," ucap Gita bingung karena kemejanya basah.
Dia meniup-niup kemejanya yang basah, berharap akan cepat kering. Namun hasilnya nihi.
Tidak lama kemudian seorang anak kecil laki-laki datang. Dia mengambil bola yang berada di hadapan Gita, sontak dirinya menatap anak tersebut.
"Bola kamu?" tanya Gita.
Sedangkan anak laki-laki itu gugup dan gemetaran ditanya olehnya. Dia menunduk memandangi sepatu miliknya.
"Tidak usah takut, kakak hanya bertanya. Lain kali hati-hati, ambil dan pergilah."
Mendengar ucapan Gita membuat anak tersebut mendongakkan kepalanya dan tersenyum. Mungkin yang ada dipikiran anak kecil itu Gita akan marah besar.
"Maaf ya kak, aku gak sengaja."
"Baju kakak basah, aku panggil kakak aku dulu ya. Siapa tahu dia bawa baju," ucap anak kecil itu.
Baru saja Gita ingin menolaknya, akan tetapi anak laki-laki itu justru malah lari begitu saja.
Selepas kepergian anak tadi, Gita memainkan ponselnya membuka situs lowongan pekerjaan.
Mata Gita tidak sengaja melihat kaki seseorang, salah satu pasang kaki dia kenal, dan itu anak tadi karena sepatu yang sama. Lalu sisanya adalah pria asing yang tidak dia kenal, dan pasti itu ialah kakak yang dibicarakan anak laki-laki tadi. Gita mendongakkan kepala, dan tatapannya bertemu dengan seseorang pria yang wajahnya terlihat sangat tidak asing bagi Gita.
"Kakak, ini adalah kak Dirga. Dia kakak aku."
"Hai kita bertemu lagi," ucap Dirga tersenyum.
Gita ingat siapa pria itu, dia adalah orang baik yang membantunya ketika di club saat dirinya dikejar-kejar oleh pria hidung belang yang penuh dengan nafsu.
"Iya kamu," jawab Gita sedikit kikuk.
"Owhhh... jadi kamu yang terkena bola karena adik aku."
Gita hanya mengangguk dan yang menjawab justru adiknya.
"Iya, pakaian kakak ini basah."
Sontak Dirga melihat kemeja yang dikenakan oleh Gita. Matanya membulat saat melihat sesuatu berwarna biru.
Dia berjalan mendekati Gita, hingga tubuh mereka sangatlah dekat. Deru nafas bisa dirasakan oleh Gita. Dirga membisikkan sesuatu yang membuat pipi Gita merona. "Maaf, pakaian dalam kamu terceplak jelas."
"Kamu," celetuk Gita menyimpangkan tangannya di depan dada.
Adik Dirga sejak tadi telah pergi entah kemana. Gita dibuat terkejut saat Dirga melepaskan jaket yang dia kenakan.
"Kamu mau apa, jangan gila ya?" celetuk Gita panik.
"Emang aku mau apa? Ini pakai," ucapnya memberikan jaket yang telah dilepas.
"Untuk?"
"Tutupi tubuh kamu," jawab Dirga sambil memutarkan tubuhnya ke arah lain.
Gita mengangguk, di merasa bersalah karena sudah memandang buruk Dirga.
"Ayok ikut ke rumah aku!" ucap Dirga.
Mendengar perkataan Dirga barusan membuat Gita menganga dan menggelengkan kepalanya secara spontan.
"Gak mau," jawab Gita takut.
"Pasti pikirannya kotor, aku hanya ingin meminjamkan pakaian aku untuk kamu. Kemeja kamu basah karena Budi, jadi kalau masuk angin nanti aku yang disalahkan karena aku ini kakaknya."
"Maaf." Kata itu keluar dari mulut Gita. Entahlah kenapa dekat dengan Dirga membuat dirinya berpikir kotor, mungkin karena dia pernah bertemu dengan Dirga di club waktu itu. Dan penampilan Dirga juga membuatnya menyimpulkan kalau dia adalah pria nakal yang suka bermain perempuan.
**
Kini Gita telah sampai di rumah Dirga, rumah yang sangat besar membuat dirinya takjub. Mungkin jika dia tinggal di rumah seperti ini, bukan hanya keluarganya saja yang nanti akan tinggal. Akan tetapi seluruh tetangganya akan dia ajak.
"Ayok ke kamar aku!"
Gita terdiam, dan tingkahnya membuat Dirga tahu apa yang ada dipikiran perempuan itu.
"Aku hanya ingin mengantarkan kamu, jika bukan aku siapa?"
"Iya, kalau begitu kamu lebih dulu."
Gita mengikuti langkah Dirga dari belakang, ada rasa lega sendiri di dalam hatinya saat dia sampai di depan kamar Dirga. Dan Dirga menunggunya di luar kamar, itu berarti tidak ada niat jahat terhadap dirinya.
Menggunakan kemeja kebesaran milik Dirga membuat Gita aneh dengan penampilannya, dia keluar dari kamar tersebut dan melihat Dirga yang sedang menunggu dirinya.
"Dirga." Panggilan Gita membuat Dirga membalikkan tubuhnya dan terkejut menatap Gita.
"Hahahaha." Tawa sangat kencang, hingga membuat para pembantu dan juga adiknya menjumpai dirinya.
Tidak kalah kencang tawa mereka ketika melihat Gita yang berdiri di depan pintu.