webnovel

Start Point

Aksi dan fantasi. Kedua kata itulah yang paling cocok untuk mendeskripsikan satu permainan khusus yang dirilis oleh Bum Corp. perusahaan pengembang Game terbesar di Indonesia. Ini merupakan permainan MMORPG tanpa batasan imajinasimu. Start Point adalah permainan dimana kau bisa menemukan dunia fantasi dan dunia modern menyatu menjadi satu. Suatu hari, Dimo Ramadhan, pemuda yang bertahun-tahun telah mengidap amnesia tiba-tiba diajak oleh sahabat dan teman masa kecilnya, Zakaria "Zaki" Maulana untuk mengikuti sebuah turnamen. Turnamen ini adalah sebuah pertandingan khusus tertutup yang didedikasikan untuk merayakan pre-perilisan permainan Start Point. Disini kesembilan peserta yang dipilih secara acak dari ratusan atau bahkan ribuan pendaftar akan bertarung membunuh satu sama lain tanpa pandang bulu hingga satu pemenang berhasil mendapakan hadiah uang puluhan juta rupiah. Meski awalnya menolak, karena sebuah kesepakatan antara keduanya Dimo menerima ajakan sahabatnya untuk terjun ke dalam turnamen ini. Namun, apakah cerita ini hanya berakhir dengan turnamen ini dan Dimo bisa kembali ke kehidupan normalnya? Ataukah ada hal yang jauh lebih gelap tersembunyi di baliknya? Ikuti kisah Dimo yang ditarik masuk ke dalam dunia yang akhirnya mengungkap masa lalunya.

IzulIzuru · Fantasi
Peringkat tidak cukup
25 Chs

Chapter 04 : Ujung Pedang Tiada Batas - 01

Setelah aku dan Zaki berpisah dengan Cyra, kami hampir tak bisa menemui satupun musuh. Yang kami temukan hanyalah monster kroco yang bahkan tak layak untuk dilawan.

Meskipun kami tetap mendapatkan experience dari melawan monster, namun nampaknya itu saja tidaklah cukup. Bahkan setelah melawan banyak monster sejak berpisah dengan Cyra, kami hanya naik empat level saja.

Saat ini level ku dan Zaki adalah empat belas.

Bila kami ingin mencapai level dua puluh, kami harus sesegera mungkin menemukan musuh dan mengalahkannya.

"Hei Dimo, kurasa aku baru saja mendapatkan ide untuk sebuah lagu." Ujar Zaki tiba-tiba.

"Heee, lagu apa?" Tanyaku tanpa antusias.

Yah, sudah beberapa menit sejak kita mencari musuh, tidak ada salahnya juga bila kita mendengar musik.

Dengan penuh percaya diri, Zaki membersihkan tenggorokannya dan menarik napas dalam-dalam. Perlahan namun pasti, dia menutup matanya dan membuka mulutnya lebar-lebar.

"Pizza mozar—"

"Bila kau ingin menyanyikan lagu Pizza Mozarella-nya Gyro Zepelli, hentikanlah." Selaku

"Tch, aku bahkan belum menyelesaikan bait yang pertama... Dan juga, kenapa kau bisa tahu lagu itu?" Eluh Zaki.

Tentu saja aku tahu lagu itu, kau kira punya siapa komik yang biasa kau pinjam di cafe?

Heh, tatapan penuh percaya dirinya langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Entah kenapa aku merasa puas melihat perubahan ekspresi itu.

Dia kira semuanya akan berjalan lancar seperti interaksi antara Gyro dan Johnny?

Yah harus kuakui, cukup menyenangkan mengobrol santai seperti ini.

Meskipun saat ini di tengah hutan sih...

"Ada apa dengan ekspresi sombong yang lalu berubah menjadi kecutmu itu?" Tanya Zaki.

"Tidak, bukan apa-apa. Ngomong-ngomong apa kau menemukan sesuatu—"

"Kyaaa!!!"

Suara teriakan berpadu dengan suara ledakan. Suara yang nyaring itu menghiasi hutan belantara yang sunyi bak kuburan.

"Oi Dimo...." Tegur Zaki yang menatap lurus ke arah suara itu berasal lalu melirik kearahku. Menyisaratkan kalau kita harus segera menghampiri sumber suara tersebut.

"Ya, aku paham."

Aku dan Zaki langsung mendorong kedua kaki kami—berlari secepat mungkin mendekati sumber suara.

Sudah lewat lima menit sejak suara ledakan itu terus menerus bermunculan. Seiringan suara ledakan itu, sering kali muncul suara lirih perempuan yang terdengar kesakitan.

Hal itu menuntun kami ke satu kesimpulan, yaitu pertarungan.

Kemungkinan besar pertarungan yang terjadi berat sebelah, dimana pihak yang berteriak tadi adalah pihak yang kalah.

Asal suara berasal dari barat, berdasarkan volume suara yang kami dengar, kemungkinan besar antara kami dan mereka tidak jauh.

Ini adalah kesempatan, bila kami melakukan Killing Steal terhadap pihak yang unggul, kami akan mendapatkan experience tanpa harus repot-repot bertarung.

Meskipun ini adalah tindakan yang kurang etis, namun siapa peduli. Asalkan aku dan Zaki bisa bertahan hingga akhir pertandingan.

Yep, segalanya akan kulakukan—

"Huh...—?" Aku terhenti.

"Ada apa... Dimo?" Tanya Zaki yang kehabisan napas setelah berlari dengan armor berat yang dipakainya.

"Suaranya—Suara ledakannya terhenti!"

Untuk sekali lagi, aku mendorong kedua kakiku, lebih keras dan lebih cepat dari yang sebelumnya.

Saking cepatnya, Otot kakiku terasa nyeri dan tulangku berderit. Hembusan angin yang meniup wajahku terasa bisa melepaskan kulit wajahku bila aku lengah sedikit saja.

"Oi, Dimo! Tunggu!" Tegur Zaki yang berlari di belakangku.

Maaf Zaki, aku tak punya waktu untuk meladenimu.

Gawat! Ini gawat!

Bila suara ledakan itu terhenti, itu artinya pertarungan sudah berakhir dan dimenangkan oleh pihak yang unggul.

△▼△▼△▼△

Hah.... Hah.....

Keringat deras membanjiri wajahku, napasku sesak dan kakiku terasa nyeri. Aku bahkan tak yakin kalau aku bisa berlari lebih jauh lagi.

Namun, kurasa aku takkan perlu melakukannya lagi.

Itu karena, kami sudah terlambat.

"Kita terlambat ya...." Ujar Zaki.

Well, thank you Mr. Obvious.

Orang yang menjadi lawan Si Kalah juga telah pergi dari sini.

Setelah sampai, Zaki langsung menjatuhkan tubuhnya di sisi pohon dengan lemas.

Wajahnya pucat dan keringat dingin bercucuran deras dari wajahnya. Kurasa akan butuh waktu sampai Zaki bisa berlari lagi.

"Kau istirahatlah dulu, aku akan mencari tahu pertarungan macam apa yang terjadi di sini." Itu mungkin akan membantu kita memahami kekuatan macam apa yang dimiliki musuh.

"Okee." Balas Zaki yang terduduk lemas dengan napasnya yang tak beraturan.

Baiklah, mari fokus menyelidiki.

Astaga, hampir semua pohon di area ini terbakar hangus. Bahkan ada beberapa pohon yang lenyap karena terbakar hingga menyisakan sebuah ruang kosong di hutan. Aku tak menyangka pertarungan bisa membuat hutan ini menjadi gundul.

Rumput dan pohon hangus menjadi abu, beberapa dari mereka berubah menjadi arang. Bebatuan yang sebelumnya berwarna cokelat atau putih, gosong menjadi hitam pekat. Bahkan beberapa area di tanah pun berubah menjadi hitam.

Di area tersebut, terdapat butiran-butiran cahaya.

Butiran-butiran cahaya berbentuk piksel perlahan terbang menuju langit biru lalu memudar. Cahaya-cahaya itu berasal dari satu area di tanah, kemungkinan besar di tempat itulah seorang pemain dikalahkan.

Letaknya berada di serong kiri dari arah dimana diriku berada. Tak jauh dari pohon namun tak berada di tengah lapang kosong.

Aku menghampiri tempat itu lalu berlutut untuk melihat lebih jelas.

Berdasarkan banyaknya butiran piksel itu, kemungkinan besar pertarungan ini baru saja berakhir. Ditambah lagi, kerusakan yang ada di area ini masihlah segar.

"Hm—"

Setelah butiran-butiran piksel itu lenyap sepenuhnya, aku menemukan sebuah bekas tusukan di tanah. Tusukannya tidak dalam dan tidak selebar pedang milikku, bisa disimpulkan kalau itu bukanlah pedang biasa melainkan Short Sword.

"Tipe pedang yang digunakan oleh kelas Knight..." Aku menengok ke arah Zaki, lebih tepatnya melihat pedang yang menggantung di sisi sabuknya. Firasatku tak mungkin salah, itu adalah Short Sword.

Namun sebaiknya aku memeriksanya langsung.

"Hei Zaki, boleh kupinjam sebentar pedangmu?" Tanyaku.

"Boleh saja, tapi untuk apa?" Balasnya dengan pertanyaan sambil melemparkan pedangnya ke arahku.

"Tenang saja, aku takkan mematahkannya'kok!"

Setelah menangkap pedang itu, aku menusukkannya tepat di sebelah bekas tusukan Si Pemenang. Setelah kuperiksa, ukuran lebar dan dalam tusukan milikku atau milik pedang Zaki mirip dengan tusukan musuh.

Dengan begini tidak salah lagi.

"Kalau begitu musuhnya adalah seorang Knight.... Atau bukan...." Aku melirik ke arah Zaki. Tidak mungkin ada dua kelas yang sama, satu-satunya pilihan adalah kelas tambahan.

Dan lagi, aku tak bisa yakin dulu kalau kelas yang dimiliki musuh adalah Knight. Karena Sword Master sepertiku juga bisa menggunakan Short Sword.

"Zaki terima kasih." Aku melemparkan pedang itu ke arah Zaki lalu berdiri untuk memeriksa area sekitar. Mungkin ada hal lain yang bisa membantuku mencari tahu kelas apa yang dimiliki musuh.

"Ya sama-sama." Balas Zaki yang menangkap pedangnya.

"Hei Dimo, ada satu hal yang dari tadi menggangguku. Bila musuh menggunakan Short Sword, apa mungkin dia memiliki kelas tambahan dan salah satu kelasnya adalah Knight?" Sambungnya.

"Ya, mungkin saja. Tapi jangan yakin dulu, karena Sword Master juga bisa menggunakan Short Sword."

"Tidak. Aku yakin sekali kalau musuh adalah seorang Knight." Dengan tatapan serius, Zaki menunduk berpangku dagu seolah sedang memikirkan sesuatu.

"Hee, kenapa kau bisa begitu yakin?" Tanyaku.

"Habisnya, di sana ada sebuah bekas serangan dan bekas itu hanya tercipta di satu sisi saja. Seakan ada sesuatu yang menahan serangan itu mengenai target." Zaki menunjuk sebuah tanah yang terletak beberapa meter dari lokasi di mana aku berada.

Kuhampiri tanah yang ditunjuk Zaki.

Tanah itu tepat berada di hadapan sebuah pohon.

Saat aku perhatikan, tanah di sekitar pohon itu hancur sedangkan area yang tepat di hadapan pohon itu dan juga pohon itu baik-baik saja. Bahkan tanah yang hancur membentu huruf "U".

Hal itu membuat seolah ada suatu benda—Dalam hal ini benda milik Si Pemenang—yang menghalangi serangan—Milik Si Kalah—yang mengakibatkan serangan itu terbelah menjadi dua arah yang menciptakan kehancuran yang berbentuk huruf "U."

Dan satu-satunya kelas yang mampu melakukan hal ini tak lain dan tak bukan adalah Knight. Dengan perisainya, dia bisa dengan mudah menahan serangan musuh.

"Benar juga ya. Ini bisa menguatkan kemungkinan kalau salah satu kelas yang dimiliki Si Pemenang adalah Knight."

Ditambah lagi Zaki adalah seorang Knight, dia paham dengan bagaimana cara perisai bekerja. Karena itulah dia merasa familiar dengan hal ini.

"Berarti sudah diputuskan ya." Ujar Zaki.

"Ya..." Balasku.

Kalau musuh memiliki kelas Knight, atribut elemen yang dimilikinya adalah api atau tanah.

Yah, kurasa mencari tahu itu akan mudah.

Tapi, satu persatu misteri bermunculan seperti jerawat.

Kebanyakan pohon dan rumput di area ini berubah menjadi abu dan arang seperti sehabis dibakar. Namun bukan itu yang menggangguku, namun bentuk area yang terbakar.

Area yang terbakar terlalu akurat, contohnya adalah rumput di sebelah pohon yang hangus terbakar menjadi abu.

Area rumput yang terbakar berbentuk bulat sempurna. Berbeda dengan saat dimana Zaki mengeluarkan fire ball. Bentuk hangus yang tercipta dari fire ball mungkin bulat, namun tidak sesempurna dan seakurat ini.

Ini sesuatu yang lain. Satu-satunya yang bisa melakukan hal seakurat ini adalah seorang dengan kelas Witch atau Wizard. Karena kelas itu bisa menciptakan lingkaran sihir dan sebagainya.

"Apa mungkin...." Bila aku benar, maka kelas yang dimilikinya adalah Knight dan Wizard.

"Kalau begitu aku akan kembali menghampiri Zaki dan memberitahu—"

Tidak, ini aneh...

Sesaat setelah aku beranjak dari rumput yang hangus itu, aku menyadari sebuah pohon. Pohon itu mungkin tak hangus menjadi abu atau sepenuhnya terbakar dan berubah menjadi arang, namun ada sebuah area spesifik yang berubah menjadi arang.

Di area spesifik itu, terdapat tiga buah lubang yang tercipta cukup dalam hingga hampir menembus pohon tersebut. Tidak mungkin lubang ini hasil tusukan sebuah pedang.

Ini sesuatu yang lain.

Dan bila aku perhatikan baik-baik, lubang ini bukan tercipta akibat apapun yang menyebabkan area spesifik di pohon ini berubah menjadi arang, namun sebaliknya. Lubang inilah atau benda yang ditusukkan ke pohon inilah yang membuatnya hangus.

Tiga lubang berukuran sama persis dari satu senjata. Hanya ada satu senjata yang aku tahu memiliki spesifikasi khusus seperti itu.

"Trisula...'kah?"

Tapi kelas apa? Kelas apa yang bisa menggunakan tombak sebagai senjata?

Setahuku kelas yang ada hanya Sword Master, Marksman, Knight, Wizard, Alchemist dan Ketiga kelas tamba—

Tunggu, apa mungkin ada kelas tambahan yang menggunakan trisula sebagai senjata?

Tapi itu tidak masuk akal. Bukankah kelas tambahan merupakan gabungan dari kelas utama?

"Hei Zaki, apa kau tahu kelas yang bisa menggunakan tombak sebagai senjata?" Tanyaku sambil menyentuh pohon yang hangus itu. Sudah kuduga, arang ini masih hangat. Aku mungkin bisa mencari tahu lebih banyak setelah mendapat jawaban dari Zaki.

"Zaki?"

Tch, kenapa dia tidak menjawab?

"Hei Zaki? Ada apa?"

Aku berbalik dan hendak menghampiri Zaki.

Tapi di mana?

"Yang benar saja...."

Dia menghilang. Lenyap sepenuhnya.

Si bodoh itu... kenapa dia tidak memberitahuku sebelum pergi? Apa yang dipikirkannya? Dia mau nyari mati? Kalau begitu kenapa dia meminta bantuanku bila dia malah pergi sendiri?

Kuhampiri pohon yang sebelumnya Zaki senderi, namun percuma, aku tak menemukan satupun petunjuk ke mana Zaki berada.

"Tch, mau bagaimana lagi...!"

Sepuluh menit kuhabiskan untuk berkeliling area sekitar demi mencari Zaki. Aku mencoba untuk mencari sambil memanggil namanya juga menyusuri hingga ke semak-semak. Aku bahkan memanjat pohon paling tinggi untuk bisa menemukannya, namun hasilnya nihil.

Aku tak bisa menemukan sosok maupun jejaknya.

"Hah.... hah....

Kau ini sebenarnya pergi ke mana?"

Ahh sial, dengan begini aku hanya membuang waktu dan energi. Aku bahkan belum pulih akibat berlari tadi, sekarang aku malah tambah kelelahan gara-gara Si Bodoh itu.

"Andai aku bisa menghubunginya...."

Menghubungi...

Itu dia, menghubunginya! Kenapa aku baru memikirkannya sekarang?!

Aku menghela napas lalu membuka opsi pesan.

Bagus, status Zaki masihlah aktif. Itu artinya dia belum dikalahkan seseorang.

Tanpa membuang waktu, aku langsung membuka kotak pesan antara diriku dengan dirinya lalu mengetik pesan yang ingin ku kirimkan.

["Hei Zaki, ke mana saja kau?!"] Tanyaku melalui pesan.

["Kh— Maaf, aku lupa untuk memberitahumu."] Balas Zaki dua menit kemudian.

["Hah...

Ya sudah. Cepatlah kembali ke sini!"]

["Tidak Dimo! Tunggu dulu. Saat ini tidak bisa."]

Tidak bisa? Apa maksudnya?

["Ada apa? Apa ada musuh?"]

["Lebih parah. Aku menemukan tiga musuh sekaligus. Dan kurasa kita mengenal dua dari mereka."]

Kenal dengan mereka?

["Dua? Siapa saja?"]

["Yang pertama adalah Cyra, dan yang kedua adalah Sindy."]

Cyra berada bersama Sindy? Tunggu dulu, jadi ada tiga musuh. Dua diantaranya adalah Sindy dan Cyra. Lalu musuh yang terakhir, jangan-jangan dia orang yang sama yang berhasil menggunduli hutan ini?

Tapi tunggu dulu...

["Sindy? Bagaimana kau tahu itu dia?"] Tanyaku lagi.

["Nickname-nya adalah Sisin. Kalau itu bukan Sindy lalu siapa lagi?"]

Hah... cocokologi toh. Padahal aku sudah terpancing saat kudengar kalau dia tahu musuh adalah Sindy, namun saat mendengar balasan Zaki, rasanya kail pancing itu langsung terlepas dari rongga mulutku.

Ya sudahlah.

["Bisa kau jelaskan situasi yang ada?"]

["Baik, jadi begini...."]

Butuh waktu sekitar tujuh menit bagi Zaki hingga bisa menjelaskan semua yang dia saksikan. Saat ini pertarungan antara mereka bertiga sudah berhenti, namun dia tak yakin kapan mereka akan kembali bertarung.

Jadi begini, menurut apa yang Zaki katakan, Sisin atau yang dia yakini sebagai Sindy sedang bekerja sama bersama Cyra melawan musuh yang sama—alias orang ke-tiga. Alasan Zaki bisa menyaksikan pertarungan ini adalah; dia tak sengaja melihat lalu mengikuti orang ke-tiga saat sedang bersantai tadi.

Namun entah bagaimana, musuh mereka berhasil mengungguli mereka berdua bahkan mengalahkan mereka.

Entah mengapa, orang ke-tiga, atau orang yang berhasil mengalahkan Sisin dan Cyra tidak menghabisi mereka dan lebih memilih untuk mengikat mereka di dalam sebuah skill.

Selain itu, musuh yang nampaknya memiliki kelas Knight bisa mengubah perisainya menjadi sebuah tombak trisula. Itu menjawab teka-teki yang kudapatkan sebelumnya.

Dia juga bisa mengubah perisainya menjadi sebuah lingkaran sihir yang dapat mengikat atau menghisap target yang berdiri di atasnya atau hanya menyentuhnya.

Bila dia bisa mengeluarkan lingkaran sihir, itu berarti kelas kedua yang dia miliki adalah Wizard. Itu menjelaskan mengapa dia bisa mengubah perisainya menjadi trisula dan juga alasan mengapa area rumput yang terbakar berbentuk lingkaran sempurna.

Ditambah lagi dia dapat melakukan teleportasi ke tiap trisula yang dia panggil tanpa ada jeda cooldown. Astaga, bisa menjadi se-OP apa orang ini?

Hal aneh yang Zaki temukan adalah, betapa jarangnya Sisin dan Cyra menggunakan skill mereka. Zaki yakin kalau dia menyaksikan momen dimana mereka membahas hal itu, namun Zaki tak bisa mendengar percakapan mereka dikarenakan jarak antara dirinya dengan mereka bertiga.

Baiklah, itu satu misteri baru yang belum terpecahkan.

["Baiklah Zaki, beritahu lokasi dimana kau berada."]

["Aku berada di hutan sebelah sungai. Kau tahu, sungai lurus di tengah peta yang membelah arena menjadi dua sisi hutan.

Tempat ini tak terlalu jauh dari dimana kau berada jadi kau tak perlu melakukan teleportasi."]

Mengikuti intruksi Zaki, aku membuka peta untuk memastikan posisiku.

Benar saja, jarak antara diriku dengan sungai tak lebih dari tiga ratus meter. Aku pasti bisa langsung tiba di sana bila aku berlari dari sini.

["Aku akan segera ke sana, kau bersembunyilah sampai aku tiba."] Ujarku.

["Aaah, soal itu... Maaf Dimo. Sepertinya aku ketahuan. Aku akan keluar dan mengulur waktu hingga kau tiba. Kau cepatlah kemari ya!"]

["Oi tunggu sebentar! Kau takkan mungkin bisa mengalahkannya sendirian!

Hei Zaki!"]

Dia tidak membalas.

Lagi-lagi, apa yang dia pikirkan? Tidak mungkin dia bisa mengalahkan musuh yang dapat dengan mudahnya mengalahkan dua orang sekaligus.

Tch, kelihatannya aku tak punya pilihan lain.

Aku langsung menutup kotak pesan lalu berlari ke arah sungai berada.

△▼△▼△▼△

Cahaya api menjilati langit sore yang keemasan. Sungguh menyilaukan hingga membuat matahari yang terbenam terlihat seperti cahaya senter murahan.

Aku berlari menerobos hutan. Melewati satu persatu pohon sambil memperkirakan situasi pertarungan hanya dengan melihat api yang menjilati langit.

"Sedikit lagi...!"

Cahaya mentari di balik pohon terakhir mulai terlihat. Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari menuju pohon itu lalu melompat diantara celah yang berada di kedua sisi pohon dan mendarat tepat di sebelah sungai.

"Open the Seal : Moonlight Shard!"

Setelah melewati hutan dan tiba di sungai, aku langsung melemparkan cahaya-cahaya serpihan bulan ke arah musuh yang sedang dilawan Zaki.

Namun musuh berhasil menghindarinya seakan menunggu kedatanganku.

"Hah... hah...."

Sial.

Lagi-lagi, aku terlambat.

Sosok Zaki terkapar lemas penuh luka di sisi sungai dengan tubuhnya yang terikat oleh lingkaran sihir yang ada di bawahnya. Lagi-lagi, dia memilih untuk menangkap lawannya daripada menghabisinya.

Sementara itu, aku melihat Cyra yang menempel di samping jembatan dan perempuan berambut merah—yang kemungkinan besar adalah Sisin yang tersungkup di sungai lorong bawah jembatan.

Seluruh pemain yang tersisa ada di sini.

Kondisi di area ini tak jauh kacau dari hutan yang gundul tadi.

Beberapa bagian di pagar jembatan hancur akibat benturan, anak panah yang menancap juga berserakan di atas jembatan, permukaan jembatan yang penuh dengan goresan dan bahkan aku bisa melihat sedikit aliran listrik yang keluar dari sungai.

"Aku sudah menunggumu lho, Ramdhan." Sapa musuh yang berdiri tepat di sebelah Zaki.

Jarak antara diriku dengan dirinya sekitar sepuluh meter. Jarak yang sempurna untuk melemparkan Moonlight Shard.

Aku juga masih bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas.

Namun dia berdiri di dekat jembatan yang juga berada dekat Zaki, Cyra dan Sisin. Aku tak keberatan bila Moonlight Shard-ku mengenai Cyra ataupun Sisin, namun beda ceritanya kalau seranganku malah mengenai Zaki.

Bila begini aku tak punya pilihan lain selain meladeninya sampai dia menjauh dari Zaki.

"Apa tujuanmu? Kenapa kau mengikat mereka bertiga?"

"Jangan terlalu serius dong, ayo berkenalan dulu dengan Prometheus yang bersahabat." Balasnya.

Prometheus. Seorang pemain dengan rambut gondrong berwarna merah keunguan. Rambutnya yang gondrong membuatnya terlihat seperti sebuah duri yang mengarah ke segala arah.

Dia memakai sebuah armor berwarna merah gelap yang menutupi hampir sekujur tubuhnya seperti dada, lengan, bahu, paha dan bahkan sepatu. Seperti Knight pada umumnya, dia memakai perisai di tangan kirinya dan Short Sword di tangan kanannya.

Tapi entah kenapa, ada satu hal tentang kepribadiannya yang membuatku merasa geli.

"Khu, hahahahahahahaha."

Aku tertawa. Tertawa terbahak-bahak dengan alasan yang aku sendiri ragu benar atau salahnya.

Aku tak tahu bila aku tertawa karena betapa menyedihkannya kondisiku saat ini atau karena betapa bodohnya akting yang dia lakukan. Bahkan Prometheus yang sebelumnya terlihat percaya diri langsung kebingungan saat melihat tawaku.

Tak hanya Prometheus; Zaki, Cyra dan Sisin juga hanya menatapku dengan tatapan kosong yang penuh dengan kebingungan.

Tatapan mereka seakan mengatakan Eh, dia kerasukan ya? Seram.

"Tidak mungkin, Di—Ramdhan tertawa....?" Ujar Sisin yang lalu langsung menutup mulutnya dengan pipinya yang digembungkan.

Ouch, itu sakit. Hanya karena aku jarang tertawa bukan berarti aku tidak bisa tertawa.

Dari semua orang yang ada di sini tatapan sekaligus kata-kata itulah yang paling menusuk.

Dan lagi, apa kau baru saja hampir memanggilku Dimo? Kau ini benar-benar Sindy ya? Apa dia sadar kalau berpura-pura memanggilu Ramdhan takkan menghapus fakta bahwa dia bereaksi seolah sudah mengenalku?

Akh! Masa bodo!

Lagipula sejak awal bertemu di lobby, Sindy tak memiliki niatan untuk menutupi identitasnya.

"Apa menurutmu ini lucu?" Tanya Prometheus.

Wah, gaya bicaranya langsung berubah menjadi serius.

Bila diperumpamakan sebagai Henry Jekyll dan Hyde, mungkin sosok Hyde lah yang baru saja muncul di hadapanku.

Kalau begitu, aku akan menjadi sosok Jekyll. Akan kumainkan kau dengan permainanmu sendiri.

"Tidak, hanya saja aktingmu barusan sungguh lucu. Apa kau benar-benar melakukan itu semua demi menutupi jati dirimu yang sesungguhnya?" Tanyaku balik.

Mendengar teguranku, ekspresinya semakin menjadi-jadi. Alisnya berkerut, dahinya mengeluarkan keringat dan dia menggigit bibirnya penuh kekesalan.

Namun itu tak berlangsung lama. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan.

"Apa maksudmu? Kau bisa melihatnya sendiri, aku adalah Knight."

Dia memulai aktingnya kembali dengan memasang ekspresi tenang. Pada kenyataannya, dia hanya menghindari pertanyaanku dan melemparkannya balik kepadaku.

Memang benar. Bila dilihat dari luar, dia hanyalah seorang Ksatria dengan pakaian pelindung yang menutupi sekujur tubuhnya dan dua senjata yang menemaninya.

Namun itu tidak berlaku padaku yang memiliki kondisi yang sama dengannya.

"Jangan bodoh. Apa aku perlu mengatakannya sendiri?

Yah, aku tak bisa menyalahkanmu. Karena selama ini aku juga melakukan hal yang sama."

Aku menutup mataku lalu menghela napas.

"Tunggu Di—Ramdhan! Apa kau yakin?" Tanya Zaki.

Akhirnya dia membuka mulutnya juga. Kukira dia sudah pingsan sejak aku pertama tiba di sini.

"Ya. Aku takkan mungkin bisa menang melawannya bila aku tidak mengerahkan segala yang aku punya." Balasku dengan seringaian kecut namun penuh percaya diri.

"Kau... begitu rupanya." Prometheus tertawa kecil.

Aku genggam pedangku yang tersimpan rapat di sarungnya. Lalu, perlahan aku menariknya. Kilauan keemasan yang tercipta dari pantulan cahaya mentari di permukaan pedang membutakan mata. Seakan pedang itu memiliki cahayanya sendiri.

Kueratkan genggaman tangan kananku di gagang pedang lalu mengayunkannya ke samping.

"Sepertinya kau sudah paham apa maksudku. Kau kira hanya kau yang beruntung mendapatkan kelas tambahan? Kurasa tidak." Ujarku.

Bukan hanya kau di sini yang memenangkan gacha.

Aku membuka Inventory-ku lalu mengambil revolver yang sudah kusimpan sejak pertama membelinya lalu memakainya di tangan kiri ku.

Sungguh, aku tak menyangka akan menggunakannya secepat ini. Kalau bisa aku ingin sekali menyimpannya sampai pertarungan terakhir.

Tak kalah terang, pantulan cahaya yang berasal dari logam tubuh revolver langsung menyilaukan mata sesaat setelah aku mengeluarkannya dari inventory. Pantulannya bak rembulan yang memantulkan cahaya matahari di malam hari. Meskipun samar namun menerangi malam yang gelap.

"Kelas ku yang sesungguhnya adalah; Sword and Gun Master." Kuangkat revolver-ku lalu menodongkannya ke arah Prometheus.

Yeaaa akhirnya Dimo bertemu dengan Prometheus. Dua orang dengan kelas unik yang berusaha mereka sembunyikan sejak awal pertandingan, akhirnya akan beradu satu sama lain. Siapakah yang akan menang? Apakah itu Dimo? atau Prometheus yang memiliki banyak trik?

Oh ya, ini mungkin jelas, tapi takutnya apabila ada yang enggak nagkep, tanda "[...]" itu artinya pesan/berupa pesan dan bukan dialog langsung

Terima kasih sudah mau membaca. Apabila kalian suka dengan novel ini, pastikan masukkan cerita ini ke dalam library kalian untuk bisa terus mengikuti chapter terbarunya :)

Dan bila berbaik hati, power stone bakal gw appreciate banget. See ya later

IzulIzurucreators' thoughts