webnovel

Start Point

Aksi dan fantasi. Kedua kata itulah yang paling cocok untuk mendeskripsikan satu permainan khusus yang dirilis oleh Bum Corp. perusahaan pengembang Game terbesar di Indonesia. Ini merupakan permainan MMORPG tanpa batasan imajinasimu. Start Point adalah permainan dimana kau bisa menemukan dunia fantasi dan dunia modern menyatu menjadi satu. Suatu hari, Dimo Ramadhan, pemuda yang bertahun-tahun telah mengidap amnesia tiba-tiba diajak oleh sahabat dan teman masa kecilnya, Zakaria "Zaki" Maulana untuk mengikuti sebuah turnamen. Turnamen ini adalah sebuah pertandingan khusus tertutup yang didedikasikan untuk merayakan pre-perilisan permainan Start Point. Disini kesembilan peserta yang dipilih secara acak dari ratusan atau bahkan ribuan pendaftar akan bertarung membunuh satu sama lain tanpa pandang bulu hingga satu pemenang berhasil mendapakan hadiah uang puluhan juta rupiah. Meski awalnya menolak, karena sebuah kesepakatan antara keduanya Dimo menerima ajakan sahabatnya untuk terjun ke dalam turnamen ini. Namun, apakah cerita ini hanya berakhir dengan turnamen ini dan Dimo bisa kembali ke kehidupan normalnya? Ataukah ada hal yang jauh lebih gelap tersembunyi di baliknya? Ikuti kisah Dimo yang ditarik masuk ke dalam dunia yang akhirnya mengungkap masa lalunya.

IzulIzuru · Fantasi
Peringkat tidak cukup
25 Chs

Chapter 01 : Pesimis dan Optimis Hanya Dua Sisi Koin yang Sama - 04

Sindy berjalan menuju kursi itu. Dia semakin dekat dan semakin dekat dengan Zaki.

Apa yang harus kulakukan? Kalau begini terus kita bisa ketahuan.

Oh iya, tanda. Mungkin Zaki bisa mengerti untuk pergi jika kuberi tanda tertentu!

Aku langsung melambai-lambaikan tanganku ke arah Zaki, berharap kalau dia bisa langsung mengerti maksudku.

Zaki sempat berhenti sesaat, dia nampaknya sedikit menggumam atas apa yang aku lakukan. Namun dia kembali berjalan seperti biasa seakan tak terjadi apa-apa.

Ini tidak berhasil....

Bahkan tidak berpengaruh sama sekali.

Apa yang harus kulakukan?

Apakah ada sesuatu—sesuatu untuk mengalihkan perhatian Sindy? Sudah tidak ada waktu lagi, jarak antara Sindy dan Zaki sudah terlalu dekat.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung bergegas menghampiri Sindy. Aku tak bisa berlari menghampirinya karena itu mungkin akan menarik perhatian semua peserta yang ada.

Aku tak bisa membiarkan itu terjadi.

Karena, jika itu terjadi mereka akan langsung tahu kalau aku, Sindy dan Zaki saling kenal. Akibatnya, mungkin mereka akan mencap kami bertiga sebagai satu komplotan dan menjadi waspada atas kami bertiga.

Pokoknya, aku harus menghentikan ini.

Jika tidak....

"Tunggu dulu Sin—"

"Wah, Sindy. Sudah kuduga kau akan hadir."

"Tentu saja, mana mungkin aku melewatkan turnamen ini."

Eh?

Apa....?

Kenapa mereka berbicara dengan santainya seakan sudah menduga kehadiran satu sama lain?

"Tunggu dulu, apa maksudnya ini? Kenapa kalian bisa tahu kehadiran satu sama lain?" Tanyaku.

"Apa maksudmu? Sudah jelas bukan dari pesan." Ujar Zaki santainya.

"Pesan?"

Jangan-jangan, pesan yang waktu itu? Tapi, di pesan itu sama sekali tidak ada nama— Kenapa aku begitu bodoh... Aku tak membaca pesan ke dua itu, karena itulah aku tidak tahu kalau Sindy akan ada di sini.

"Apa kau sudah mengerti?" Tanya Sindy.

"Iya. Maaf aku sempat mengacau tadi..."

Aku tak membawa smartphoneku, jadi aku tak bisa memastikan dengan pasti isi pesan kedua itu. Tapi saat ini aku bisa memastikan kalau namaku, Sindy dan juga Zaki ada di pesan kedua itu.

"Salahkan saja Dimo, dia memang selalu ceroboh."

Eh, kenapa dia ini? Ingin merayu Sindy?

Dia menyalahkanku demi merayu Sindy? Kasihan, begitu tak populernya'kah dia di kalangan perempuan sampai-sampai mencari sebuah batu lompatan.

Baiklah karena kesalah pahaman ini sudah selesai, sepertinya aku bisa bersantai sebentar.

Oh iya, karena Zaki ada di sini, ada satu hal yang harus ku pastikan sekali lagi.

"Zaki, boleh aku pinjam lima ribu rupiah?" Tanyaku sambil menadahkan tangan kananku ke arahnya.

"Lagi? Kau itu terlalu banyak minum kola'tahu..." Zaki bertanya balik dengan ekspresi kecewa. Meskipun begitu, dia tetap merogoh kantungnya lalu memberiku lima ribu rupiah.

"Terima kasih, ngomong-ngomong kalian tunggu saja aku di kursi tadi!" Aku dengan antusiasnya menerima pemberian Zaki lalu berjalan pergi meninggalkan mereka.

Baiklah....

Sampai dimana aku tadi—

Sungguh, aku tidak ingin peduli dengan ini.

Tapi entah mengapa sejak tadi aku tak bisa menghilangkan ini dari pikiranku.

Aku langsung memasukkan uang lima ribu rupiah itu kedalam mesin penjual otomatis. Seperti yang kuduga, uang itu dengan lancarnya memasuki mesin itu.

Setelah kutunggu selama beberapa detik, kelihatannya sama sekali tak ada masalah dari mesin ini.

Baiklah, sekarang aku tinggal memesan.

Aku kembali memesan kola yang sama seperti yang kupesan tadi. Lagipula, sejak awal tujuanku kemari adalah untuk memastikan apakah mesin ini rusak atau tidak.

Cleteng.

Suara benturan antara dua benda logam berasal dari mesin penjual otomatis itu. Suara yang menandakan kalau minumanku sudah tiba dan aku bisa mengambilnya, yang berarti aku menang taruhan jika tadi aku bertaruh dengan Zaki.

Hah....

Seharusnya aku sama sekali melakukan ini. Sebenarnya apa yang kuharapkan, sih?

Dihantui oleh perasaan menyesal dan kecewa, aku mengambil minuman kola itu, membukanya lalu meminumnya sekali teguk.

Kulempar kaleng bekas minuman tadi ke tempat sampah lalu bergegas kembali menuju kursi dimana aku berasal. Kurasa sekarang satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah menunggu hingga turnamen ini dimulai—

Tiba-tiba perhatianku teralihkan oleh satu hal. Satu hal yang tak aku duga sama sekali. Orang itu berdiri sendirian di antara peserta lainnya. Meskipun berada di keramaian, dia nampak sendirian.

Kesendiriannya membuatnya entah mengapa agak mencolok. Di sisi lain, aku merasa kalau dia sedang khawatir akan satu hal.

Selain itu, bagaimana menjelaskannya...? Untuk sekilas kurasa aku bisa melihat warna rambut yang kukenal. Tak banyak orang dengan warna rambut seperti itu, dan tentunya tak banyak pula kenalanku dengan warna rambut begitu. Faktanya, hanya satu yang bisa kuingat.

Tetapi... mungkin aku salah lihat?

Dan lagi.... Penampilan orang itu—kalau boleh blak-blakan, sangatlah mencurigakan. Cara berpakaiannya yang mencolok membuat sosoknya yang berdiri di tengah keramaian membuatnya seperti sendirian.

Bak melihat minyak di tengah air sungai.

Keberadaannya menjaga individualitas yang tajam di dalam kolam komunitas.

Jaketnya yang tebal menyelimuti tubuhnya, dengan tudung yang menutupi topi bermodel baret yang bersarang di kepalanya. Untuk menabur lebih banyak gula, dan meningkatkan tingkat glukosa, dia memakai kacamata hitam dan sebuah masker di wajahnya.

Apa dia tidak merasa kedinginan dengan pakaian setebal itu ditambah suhu dingin ruangan yang runcing seperti jarum?

Yah, siapapun itu, kuharap dia bukanlah orang yang sama mencurigakannya dengan cara berpakaiannya.

Hanya sekilas.

Sangat sekilas, aku melihat helaian rambut dari balik tudung jaket tebal miliknya.

Apa sebaiknya aku memanggilnya dan menanyakannya langsung?

Tidak, tunggu sebentar.

Mustahil itu adalah dia. Ya! Dia bukanlah tipe orang yang akan meninggalkan tokoh sepenting itu demi hadir di tempat ini!

Memikirkan hal itu sama saja seperti berpikir kalau bumi itu datar.

Cting.

Tiba-tiba, seluruh lampu di ruangan ini padam. Menyisakan beberapa lampu yang menyorot langsung ke arah panggung. Sontak aku langsung menengok ke arah panggung.

Tak hanya aku, hampir seluruh peserta mulai mendekati panggung. Termasuk Zaki dan Sindy yang menghampiriku.

"Ah~ akhirnya dimulai juga. Aku sudah mulai lelah duduk." Eluh Zaki menghampiriku.

"Kalau begitu mulai dari sini kita akan menjadi musuh ya." Ujar Sindy tersenyum penuh percaya diri.

"Kalau begitu, apa yang kalian tunggu? Ayo kita hampiri panggung itu." Zaki berjalan melewatiku. Sebelum melewatiku, dia sempat memukul pundakku untuk memberiku semangat.

Meskipun itu tak terlalu banyak membantu.

"Baiklah, ayo kita kesana." Sindy sedikit menoleh ke arahku sebelum akhirnya menyusul Zaki.

Apa ini? Sungguh kebetulan yang meyakinkan....

Ah, aku hampir lupa—!

Aku menengok kearah dimana sosok itu berada. Sama seperti yang lainnya, dia juga menaruh fokusnya pada panggung.

Hah....

Kurasa aku harus merelakan ini. Lagipula akan canggung apabila aku tiba-tiba memotong perhatiannya dan mengganggunya di tengah-tengah pentas ini.

"Aku bisa menanyakannya nanti seusai turnamen..."

Kutarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan.

Setelah itu, aku langsung menyusul Sindy dan Zaki ke depan panggung.

Di panggung, berdiri Kak Indra bersama dua orang lainnya. Orang pertama adalah perempuan berambut hitam yang nampaknya sebaya dengan Kak Indra. Sama seperti Kak Indra, perempuan itu memakai jas dan kemeja yang rapih dan bersih. Ditambah lagi, wajahnya yang rupawan seperti artis-artis hollywood menjadi nilai plus.

Orang kedua, berada di depan perempuan dan di sebelah Kak Indra, duduk seorang pria yang nampak lumayan tua. Dia mungkin lebih tua sekitar satu atau dua tahun dari Paman Tedi. Orang itu duduk di sebuah kursi roda yang nampak terlihat masihlah bagus. Dia memakai kacamata dan rambut hitamnya lumayan gondrong untuk orang seusianya. Kelihatannya perempuan yang ada di belakangnya lah yang mendorong kursi rodanya untuk bisa sampai ke sini.

Perlahan, Kak Indra mulai mengangkat microfonnya dan membuka mulutnya.

"Hadirin sekalian, sebelum memulai acara, kami ingin meminta maaf sebesar-besarnya atas diundurnya waktu turnamen.

Seperti yang kalian tahu, namaku adalah Indra. Aku akan menjadi pembawa acara di turnamen ini." Kak Indra tersenyum tulus lalu sedikit menyerong menghadap kedua orang di sebelahnya. Lalu, dengan elegannya dia ulurkan tangannya untuk menyambut kedua orang itu.

"Beberapa dari kalian mungkin sudah mengenalnya, beliau adalah Bum Rahmatullah. Direktur sekaligus pencipta Bum Corp.

Sedangkan yang ada di belakang beliau adalah Dinda Rohyani, di sini dia akan bertugas sebagai asistenku. Dialah yang akan menjelaskan cara kerja dasar permainan Start Point." Kak Indra menengok ke arah Mbak Dinda, lalu mereka mengangguk bersamaan. "Baiklah, sebelum kita memulai pendemonstrasian permainan oleh Dinda, kita akan mendengarkan terlebih dahulu sekata-dua kata dari Pak Bum Rahmatullah." Sambungya. Dia dan Mbak Dinda langsung berjalan mundur memasuki bayangan. Meninggalkan Pak Bum sendirian di tengah cahaya lampu yang terang benderang.

Bum Rahmatullah, seperti apa yang Kak Indra katakan sebelumnya, beliau adalah direktur sekaligus pencipta Bum Corp. beliau juga yang dibalik kesuksesan dan nama besar perusahaan ini. Sudah banyak permainan yang dia ciptakan, dan sembilan puluh persen dari permainan itu selalu laku terjual di pasaran.

Sejujurnya aku tak punya banyak informasi mengenai beliau. Tapi dulu aku pernah membaca di koran lama kalau Pak Bum kehilangan kemampuannya untuk berdiri dan berjalan di sebuah kecelakaan. Tak banyak informasi yang kudapat mengenai kecelakaan itu, di koran dituliskan kalau terjadi sebuah kebocoran gas di gedung cabang Bum Corp. di distrik ke-tiga. Ledakan akibat kebocoran gas itulah yang menyebabkan Pak Bum kehilangan kemampuannya untuk berjalan. Sementara untuk putrinya yang saat itu bersamanya, tak mengalami luka parah selain luka bakar di sekujur telapak tangan kanannya.

Pak Bum mengambil mikrofon yang sebelumnya dia taruh di sampingnya lalu menyalakannya.

"Baiklah, terima kasih Indra atas sambutan yang begitu meriah. Namaku adalah Bum Rahmatullah, dan aku adalah pelopor, pencipta dan pencetus permainan Start Point.

Sudah hampir sepuluh tahun sejak aku mendapatkan ide untuk menciptakan permainan ini. Sepuluh tahun aku mendedikasikan diriku untuk menciptakan sebuah maha karya yang dapat dinikmati publik." Beliau terhenti sejenak, aku bisa melihat dengan jelas betapa jujurnya kata-kata tadi. Dia tidaklah berbohong. Ekspresinya, tiap tingkah lakunya, bahkan tarikan napasnya yang dalam menunjukkan bahwa dia bersungguh-sungguh mengatakan hal ini.

"Start Point bukanlah sebuah permainan biasa. Karena permainan ini adalah sebuah "titik awal" dari sebuah perubahan di dunia industri game. Sebuah maha karya yang akan memulai era baru, era masa depan dari permainan.

Karena itulah, aku harap turnamen ini akan tertanam di diri kalian sebagai salah satu pengalaman terbaik sepanjang hidup kalian. Dengan itu, diharap kalian bisa bermain dengan sebaik dan seadil mungkin.

Terima kasih karena sudah mau mendengarkan Pak Tua ini, pidatoku aku akhiri sampai sini, sekali lagi, terima kasih banyak."

Seusai Pak Bum menyelesaikan pidatonya, semua peserta termasuk aku langsung bertepuk tangan.

Sepuluh tahun ya? Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya menghabiskan waktu begitu lama untuk mewujudkan satu hal. Jika itu aku, pastinya aku sudah menyerah dalam waktu sekitar satu atau dua minggu.

Setelah tepuk tangan dari seluruh peserta mulai mereda dan akhirnya usai, Pak Bum perlahan memundurkan kursi rodanya ke dalam bayangan sementara Mbak Dinda berjalan maju menggantikan kehadiran beliau.

Dinda Rohyani berdiri tegap dengan senyum penuh percaya diri. Cahaya lampu yang menyorotinya seakan sama sekali tak memberinya tekanan. Rambut hitamnya yang terlihat berkilau dan indah saat tersinari cahaya lampu, ditambah parasnya yang rupawan membuat keheningan sesaat ini tak terasa canggung. Sesekali ia mengetuk mikrofonnya untuk memeriksa apakan benda itu sudah menyala.

Setelah memastikan kalau benta itu menyala, Mbak Dinda langsung mendekatkan mikrofon itu ke mulut dan mulai berbicara.

"Perkenalkan, namaku adalah Dinda Rohyani. Kalian pastinya sudah mendengarnya dari Indra—di sini aku akan menjelaskan cara kerja dan informasi dasar dalam permainan Start Point."

Jelas Mbak Dinda.

Selagi Mbak Dinda menjelaskan, satu persatu peserta diberikan sebuah gadget elektronik berbentuk persegi panjang. Gadget itu tidak terlalu berat, juga tak terlalu ringan. Bahkan panjang dan lebarnya cukup untuk bisa dimasukkan ke dalam kantung celana.

Ketika aku menyentuh permukaan gadget hitam itu, User Interface dari benda itu muncul karena bereaksi oleh sentuhan jariku.

Di UI itu, terdapat sebuah kotak putih yang nampak seperti sebuah area khusus. Dan di atasnya terdapat tulisan....

"Scan Here To Log In...."

Um, jika dugaanku benar, maka alat ini adalah sebuah alat yang memungkinkan pemain untuk masuk ke dalam permainan Start Point.

Kalau tidak salah, maka benda ini di sebut Login Device—maksudku, Login Device Prototype Edition.

"Seperti yang bisa kalian baca diwebsite resmi Start Point, benda ini adalah Login Device Prototype Edition. Benda ini hanya diproduksi terbatas dan mulai hari ini benda itu akan menjadi milik kalian. Kalian bisa menyebut benda ini Proto Device." Mbak Dinda mengankat tangan kirinya yang menggenggam Proto Device miliknya lalu mengetuk permukaan benda itu dengan jempolnya.

"Di user interface Proto Device, kalian bisa melakukan log in maupun register ke dalam permainan. Untuk daftar, kalian hanya harus mengusap kotak putih ini ke atas. Dari bawah, akan muncul sebuah kotak berwarna kuning." Seperti apa yang dia katakan, dia mengusap permukaan benda itu ke atas.

Melihat itu, para peserta termasuk aku langsung mengikuti arahan dari Mbak Dinda.

"Untuk mendaftarkan diri kalian, kalian hanya harus memindai salah satu jari tangan kalian di kotak kuning ini. Dan juga, jari kalian mungkin akan merasakan sedikit sengatan saat memindai. Tenang saja, saat itu terjadi, artinya Login Device kalian sedang mengambil sampel DNA kalian. Sampel DNA tersebut adalah 'identitas' kalian dan identitas itu akan dikirimkan ke dalam database Start Point. Identitas yang dimaksud adalah nama, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan."

Ack.

Sakit... Rasanya seperti disetrum listrik bervoltase rendah. Jari jempolku sedikit mati rasa selama satu detik, tapi sekarang sudah baik-baik saja. Bahkan tak ada bekas luka sedikitpun.

Nampaknya yang dibilang Mbak Dinda benar. Tak hanya aku, semua peserta merasakan rasa sakit yang sama. Aku bisa tahu hanya dengan melihat ekspresi mereka.

Setelah data dan sampel DNA-ku berhasil terkirim, muncul tulisan menggantikan kotak kuning sebelumnya.

Selamat datang, semoga anda bisa menikmati permainan anda.

Itulah yang tertulis. Setelah itu, UI secara otomatis kembali berpindah ke atas, yaitu bagian log in.

"Kalau kalian secara otomatis berpindah ke bagian log in, itu artinya pendaftaran kalian sudah berhasil. Karena aku sudah terdaftar, aku tidak perlu melakukan itu lagi." Sedikit tertawa, Mbak Dinda mengusap permukaan layar Proto Device ke bawah.

"Baiklah selanjutnya, log in. Sama seperti saat kalian mendaftar, kalian hanya harus memindai jari kalian—jari mana saja—di kotak putih ini. Oh iya, sebelum aku lanjut ke fase berikutnya, biar aku perjelas satu hal: Meskipun dunia Start Point merupakan cerminan dari dunia nyata, lokasinya sama sekali tidak berbanding terbalik."

"Satu hal lagi, saat kita melakukan log in tubuh asli kita akan menjadi semacam 'wadah' untuk avatar kita. Maksudku adalah, semua informasi fisik mengenai tubuh kalian akan terekam dan menjadi tolak ukur dasar dari avatar kalian. Tentu saja kalian bisa mengubah penampilan kalian."

"Nah, apakah ada yang ingin bertanya sebelum kita memasuki sesi selanjutnya?" Tanya Mbak Dinda sambil mengangkat tangan kirinya, secara tak langsung menunjukkan kalau kita—para peserta—harus mengangkat salah satu tangan kami sebelum bertanya. Tentu saja tangan yang dimaksud adalah tangan kanan, kebetulan saja tangan kanan Mbak Dinda sedang menggenggam mikrofon sehingga dia terpaksa mengangkat tangan kirinya.

Untuk sesaat, semua orang hanya terdiam. Entah karena mereka paham, atau karena sebaliknya.

Sampai akhirnya Zaki mengangkat tangan kanannya.

"Jikalau dunia Start Point merupakan cerminan dari dunia nyata, maka bukankah bisa berbahaya jika pemain penghancurkan sebuah gedung atau semacamnya? Apakah hal itu akan berpengaruh pada dunia nyata?

Satu lagi, apa yang terjadi bila ada perubahan posisi pada benda yang ada di dunia nyata? Apakah itu berpengaruh pada apa yang ada di dunia Start Point?" Tanya Zaki santai.

"Pertanyaan bagus..." Mbak Dinda terhenti sesaat tanpa memberitahu alasannya. Setelah itu dia duduk di sebuah kursi yang barusaja dibawakan oleh Kak Indra.

Dia lalu memindai ibu jari tangannya, dari telapak ibu jarinya keluar potongan-potongan piksel berwarna putih yang dengan cepatnya melahap sekujur tubuh Mbak Dinda.

Pada saat itu dirinya terlihat seperti sebuah kepompong.

Sesaat setelahnya cahaya yang membungkus tubuhnya langsung tertarik keluar. Cahaya-cahaya itu terbang ke atas tubuhnya—mengeluarkan potongan-potongan cahaya berwarna putih yang bentuknya kotak seperti piksel.

Dan sosok Mbak Dinda yang ada di baliknya telah kehilangan kesadarannya.

Apa yang terjadi? Apa maksud dari potongan-potongan piksel tadi dan mengapa dia kehilangan kesadarannya?

Itulah pertanyaan yang biasanya akan muncul disaat seperti ini.

Dia telah ter-log in.

Aku tidak tahu bagaimana caranya, tapi benda itu—Proto Device maupun Login Device—memiliki kemampuan untuk mengirim informasi dan data mengenai tubuh pemainnya ke dalam permainan Start Point. Sungguh, teknologi futuristik macam apa itu? Bagaimana mungkin Pak Bum berhasil menciptakan benda semacam ini?

Aku tidak tertarik untuk mencari tahu bagaimana, tapi hal ini lumayan membuatku takjub.

Tiba-tiba layar monitor yang sebelumnya mati sejak awal pidato akhirnya menyala. Di monitor itu terlukis sosok perempuan dengan penampilan yang unik. Perempuan itu dengan percaya diri berdiri di samping kursi kosong yang seharusnya diisi oleh Mbak Dinda.

Seolah perempuan itu tidak pernah ada di kursi itu.

Berbanding tebalik dengan apa yang kulihat pada Mbak Dinda yang ada di dunia nyata, sosok perempuan itu tidak ada di sampingnya.

Suara kagum berasal hampir dari seluruh peserta menggema memeriahkan ruangan yang sunyi.

Wajar saja.

Monitor itu seperti sebuah "jembatan" yang menghubungkan dunia nyata dan dunia Start Point.

Di hadapanku—maksudku di hadapan semua peserta, Mbak Dinda sudah berdiri tegap dengan penampilan yang sungguh berbeda dari sebelumnya. Rasanya bagaikan melihat pesulap yang baru saja keluar dari kotak ajaibnya.

Rambut hitam dan parasnya hampir sama seperti sebelumnya, hal berbeda dan yang paling mencolok darinya adalah pakaiannya. Dia memakai sebuah armor bak ksatria abad pertengahan.

Besi, baja, chainmail, dan perisai serta pedang yang tersarung di pinggangnya nampak begitu elegan. Kilauan cahaya yang dipantulkan oleh besi menyilaukan mataku. Bahkan aku bisa melihat sosok diriku yang terpantul di permukaan besi dan baja.

Perisainya yang terbuat dari tempaan besi kualitas terbaik nampak kokoh dan tebal, ditambah lagi, jubah di punggungnya membuatnya nampak begitu kharismatik.

Mataku tidak menipuku. Ini semua asli. Besi ini juga kilauannya. Semuanya nampak begitu 'nyata' meskipun aku tahu kalau itu semua 'palsu'.

Di lihat dari penampilannya, aku berani bertaruh kalau kelasnya adalah Knight.

"Lalu untuk menjawab pertanyaan tadi—" Tanpa menyelesaikan kata-katanya, Mbak Dinda langsung menarik pedangnya lalu menghantamkannya ke lantai dengan sekuat tenaga.

Asap dan debu langsung memenuhi area dimana dia hantamkan pedangnya. Lalu dia kibaskan perisainya sehingga menciptakan hembusan angin yang cukup kencang untuk meniup semua asap ini.

Setelah asap tadi lenyap, aku bisa melihat dengan jelas lantai yang hancur akibat perbuatan Mbak Dinda. Keramiknya terpecah-belah, semen dan beton yang berada di bawah lantai juga ikut hancur.

Kejadian yang terpampang pada monitor itu langsung membawa kebingungan pada seluruh peserta.

Lalu apa? Apa yang ia berusaha buktikan saat in—Begitu rupanya.

Bila apa yang mereka bilang itu benar—bila dunia Start Point merupakan pantulan dari dunia nyata, maka meskipun dunia itu hancur lebur, dunia itu akan kembali ke bentuk aslinya—yaitu dunia nyata.

"Saat ini, lantai yang kupijaki saat ini sudah hancur lebur. Tapi, ini hanya berlaku di dunia ini dan takkan berlaku di dunia nyata. Sekarang, coba kalian lirik lantai yang berada di dunia nyata."

Saat kupindahkan pandanganku, hal yang kulihat dari sebelumnya benar-benar berbanding terbalik.

Lantai yang hancur tadi tidaklah hancur.

Maksudku, meskipun lantai itu hancur di dunia Start Point, lantai yang berada di dunia nyata baik-baik saja dan tidak tersentuh sama sekali. Di permukaannya tidak ada goresan maupun retakan.

Jadi begitu maksud "cerminan dari dunia nyata."

"Kalau begitu..."

Lagi-lagi dugaanku benar. Dalam waktu beberapa menit setelah hancur, lantai tadi akan pulih kembali sebagaimana bentuknya di dunia nyata.

"Dengan begini pertanyaan kalian sudah terjawab bukan? Intinya, mau separah apapun benda di Start Point hancur, benda itu akan kembali ke wujudnya semula. Dan benda apapun yang hancur itu takkan mempengaruhi keadaan di dunia nyata." Jelas Mbak Dinda.

"Lalu untuk pertanyaan kedua..." Kak Indra melangkah mendekati kursi yang diduduki Mbak Dinda lalu meletakkan sebuah kursi lainnya. Setelah itu dia kembali mundur memasuki bayang-bayang selagi Mbak Dinda melanjutkan penjelasannya.

Aku menengok pada layar.

Wajahku terdongkak secara natural atas apa yang kusaksikan.

Tak ada yang berubah. Seolah kursi itu tidak ada.

"Ya, seperti apa yang kalian lihat? Perubahan tiba-tiba yang terjadi pada dunia nyata takkan berpengaruh pada Start Point.

Karena, Start Point 'menyalin' atau memotong sampel dari dunia nyata dan memperbaruinya tiap satu bulan sekali. Sehingga membuat apapun yang terjadi di dunia nyata takkan berpengaruh pada Start Point hingga awal bulan." Dia menjelaskan sambil berjalan mendekati area dimana kursi kedua itu seharusnya berada. Dia lalu mengayunkan tangannya di sekitarnya sebagai bukti.

"Sebelum lanjut ke sesi berikutnya, apakah ada pertanyaan lagi?"

Semuanya terdiam.

Bukan karena mereka tidak paham, tapi karena mereka kagum atas apa yang baru saja mereka saksikan. Mereka tak tahu bagaimana cara mereka mengungkapkan rasa kagum mereka, karena itu diam merupakan pilihan terbaik.

"Baiklah, sesi selanjutnya adalah pengenalan dasar-dasar dari permainan Start Point.

Di dalam Start Point terdapat lima kelas, yaitu Sword Master, Marksman yang terbagi menjadi dua—Archer dan Gunman—, Knight, Wizard dan Alchemist. Tiap kelas memiliki kelebihan dan kekuarangan masing-masing. Kalian bisa membaca lebih lanjut informasi mengenai tiap kelas di website resmi Start Point maupun saat pemilihan kelas nanti."

Tunggu, kenapa dia tidak menyebutkan kelas ekstra? Ditambah lagi, tidak ada seorangpun yang menanyakan mengenai ketiga kelas ekstra. Apa mereka enggan membacanya langsung dari website karena Mbak Dinda bilang kalau mereka bisa mendapatkan info lebih lanjut di dalam permainan?

"Kedua, Teleportasi. Di dalam Start Point, pemain bisa melakukan teleportasi tanpa harus menggunakkan area khusus. Kalian hanya cukup mengucapkan "Teleportasi" dan jendela atau tabel yang menunjukkan lokasi yang tersedia untuk melakukan teleportasi. Kalian juga bisa melakukan teleportasi dengan memasukkan koordiat khusus di tabel tersebut.

Melakukan teleportasi juga bisa melalui peta, kau hanya harus memasukan kordinat di tabel teleportasi yang terdapat di atas peta.

Sebagai catatan, kalian membutuhkan Mana untuk bisa melakukan teleportasi. Semakin jauh tujuan yang harus dicapai, semakin banyak juga mana yang dibutuhkan. Karena itulah mustahil untuk berpindah dari satu profinsi ke profinsi lainnya. Sebagai contoh...." Mbak Dinda mundur satu langkah lalu berkata "Teleportasi!" Disaaat seluruh perhatian terpacu ke arahnya, sebuah tabel muncul tepat di hadapannya. Di tabel tersebut, terdapat foto-foto lokasi yang menunjukkan lokasi dimana pemain bisa berteleportasi.

Saat ia menyentuh tombol cari, muncul keyboard di hadapannya—tidak jauh dari di mana tabel itu berada. Dia langsung mengetikkan lokasi dimana dia akan berpindah, setelah itu dia tekan tombol enter.

Tak lama, tubuh Mbak Dinda langsung berubah menjadi potongan-potongan cahaya berbentuk kotak yang menyerupai piksel lalu lenyap. Di saat yang bersamaan, kilatan cahaya seperti kilat yang dihasilkan dari sambaran petir muncul di belakang kami.

Kilatan itu begitu terang hingga menerangi ruangan gelap gulita ini.

Tentu saja kamera yang menyorotnya langsung berbalik mengikuti kilatan cahaya tersebut. Seperti mengikuti sebuah roller coaster, tayangan yang mengudara di layar monitor berbalik ke arah peserta.

Tentunya tidak ada peserta di area yang disorot oleh kamera karena alat itu hanya berlaku satu arah.

Di tengah-tengah kilatan cahaya tadi terdapat Mbak Dinda yang baru saja melakukan teleportasi. Kilatan tadi menyisakan goresan-goresan cahaya di lantai yang sedikit berasap.

"Dan begitulah, bagaimana cara kalian berteleportasi." Mbak Dinda dengan santainya berjalan kembali ke arah kursinya.

"Oh iya, aku lupa mengatakan ini sebelumnya. Jika kalian tidak butuh koordinat untuk berteleportasi, kalian hanya cukup menekan foto yang ada di tabel teleportasi tadi." Katanya sambil berbalik menghadap kami.

"Ketiga, Inventory. Sama seperti permainan pada umumnya, Start Point juga memiliki sistem penyimpanan barang. Cara membukan Inventory sama seperti cara membuka Teleportasi, yaitu dengan cara menyebutkannya. Inventory!"

Lagi-lagi, tepat di hadapan Mbak Dinda muncul dua buah tabel atau jendela. Perbedaannya adalah, tabel yang berada di kiri dari sudut pandangku berisikan daftar-daftar item dan senjata yang dimilikinya dan tabel di kanan menunjukkan penampilan juga item maupun senjata yang dia gunakkan.

"Di dalam Inventori, kalian dapat memeriksa senjata maupun item yang kalian miliki. Selain itu, di table sebelahnya, kalian bisa melihat equipment, item dan senjata yang sedang kalian pakai. Sebagai tambahan, di tabel itu kalian juga bisa melihat profile kalian. Untuk memakai senjata maupun equipment, kalian hanya harus menyeret senjata kalian dari inventory ke dalam jendela di sebelahnya, yaitu equipment table. Atau, kalian juga bisa mengenakannya hanya dengan mengkliknya dua kali." Mbak Dinda menekan salah satu pedang miliknya lalu memasukannya ke dalam equipment table.

"Karena class-ku adalah Knight, aku mempunyai secondary weapon berupa perisai." Mbak Dinda mengangkat tangan kirinya yang menggenggam perisai.

"Kalian juga bisa mengambil senjata dan senjata ke-dua kalian dengan menyebutkan nama senjata tersebut." Sembari menjelaskan, Mbak Dinda melepas pedangnya lalu menutup jendela Inventory dan Equipment. Pedang yang ia lepas tadi langsung terurai menjadi butiran-butiran cahaya piksel hingga akhirnya lenyap.

"Misalnya: Datanglah, Equilavient!" Tiba-tiba, potongan-potongan piksel dengan cepatnya bermunculan di genggaman tangannya. Tak butuh satu detik, potongan-potongan itu menyatu dan membentuk pola seperti sebuah pedang hingga pada akhirnya berubah menjadi pedang asli. "Begitulah, pedang yang kalian panggil akan langsung muncul di genggaman tangan kalian." Dia sesekali mengayung-ayunkan pedangnya untuk menunjukkan keaslian benda tersebut.

Mbak Dinda menyipan kembali senjatanya ke dalam inventory lalu kembali melangkah ke depan—ke posisi dimana ia berada sebelumnya.

"Langkah selanjutnya adalah, Main Menu atau menu utama. Untuk membukanya, kalian hanya harus berkata "Menu", tak lama setelah itu, daftar-daftar pilihan akan muncul di hadapan kalian. Menu!" Muncul sebuah daftar tulisan yang terbingkai. Tulisan tersebut berurutan dari atas ke bawah.

"Di main menu, terdapat beberapa menu yang terdiri dari: Daftar Teman, Anggota Tim dan Peta. Aku yakin kalian sudah tau fungsi dari menu-menu tersebut. Oh iya, peta akan digambar dalam bentuk dua dimensi dan hanya berfungsi sejauh dua ratus meter dari kalian. Setelah batas dua ratus meter, peta akan kosong. Terkecuali bila kalian berjalan, maka area baru akan dibuka sesuai dengan jarak dua ratus meter dari diri kalian.

Kuperingatkan, di turnamen kali ini kalian takkan bisa melihat pemain lain di peta. Jadi kalian bebas untuk melakukan serangan tiba-tiba."

Setelah dia menekan tulisan "Peta," daftar menu itu langsung berubah, kotak yang awalnya hanya persegi panjang langsung melebar, bahkan mungkin lebih lebar dari tubuh Mbak Dinda sendiri. Di permukaan tabel tersebut, terdapat kotak-kotak dan garis yang bentuknya seperti jalan.

Seperti apa yang Mbak Dinda bilang, peta ini berbentuk dua dimensi dan mengambil sudut pandang dari atas. Aku penasaran dari benda apa mereka mengambil peta tersebut? Apakah satelit? Tapi kalau dipikir-pikir lagi, apa mungkin perusahaan permainan seperti ini sampai meluncurkan satelit untuk membuat peta ini?

Akh, percuma saja kupikirkan.

"Selanjutnya adalah salah satu hal yang paling penting dalam bertarung, yaitu skill. Untuk melihat skill tree yang kalian punya, kalian cukup berkata "Skill List." Skill List!"

Lagi-lagi, di hadapannya muncul sebuah jendela atau tabel yang berisikan skill tree atau kemampuan yang ia punya.

"Skill Tree tiap kelas berbeda-beda dan dipengaruhi oleh atribut tiap kelas. Tiap Skill Tree pastinya memiliki sebuah skill khusus yang disebut Ultimate Skill. Seperti namanya, skill itu merupakan skill paling kuat dari semua skill yang kalian miliki.

Sayangnya, aku takkan menunjukkan bagaimana cara menggunakkan skill, jadi kalian harus mencari tahunya sendiri. Aku akan memberi kalian petunjuk, kata kuncinya adalah segel." Mbak Dinda sedikit menyeringai menatap kami semua.

Mencari tahu sendiri? Egh, kurasa akan mudah mencari tahu itu, tapi mungkin akan sedikit merepotkan dan aku tak suka itu.

"Satu hal lagi, skill tree tiap pemain di Start Point diciptakan secara acak, jadi aku yakin kalau kalian takkan bertemu orang dengan skill tree yang sama di pertandingan ini."

Oi, oi, oi, yang benar saja?! Secara acak? Apa maksudnya terdapat kemungkinan tanpa batas bahwa tiap orang memiliki skill tree yang bermacam-macam berdasarkan kelas dan atribut mereka?

Mbak Dinda tertawa kecil melihat para peserta yang terkejut mendengar angka itu. Sambil menutupi tawanya, ia menutup tabel skill tersebut lalu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya.

"Lalu yang terakhir dan yang paling utama, Log Out. Cara melakukan itu masih sama seperti sebelumnya, yaitu dengan mengatakannya. Caranya cukup simpel, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Jika kalian berada di pantulan dunia nyata, maka kalian akan ter log out di lokasi itu. Namun jika kalian berada di dalam arena, kalian akan ter log out di lokasi saat kalian log in."

"Jika penjelasan tadi tidak cukup jelas, maka aku akan melakukannya. Log Out!" Sekujur Tubuh Mbak Dinda langsung bercahaya dan pecah menjadi butiran-butiran piksel yang berterbangan seperti kunang-kunang di malam hari.

Dirinya yang tertidur pulas di dunia nyata akhirnya membuka matanya. Dia tersenyum ramah lalu kembali berdiri. Layar monitor yang menyala di belakangnyapun mati mengikuti hilangnya sosoknya di dunia Start Point.

"Dan tadi mengakhiri demonstrasiku." Mbak Dinda tersenyum penuh percaya diri lalu dengan anggunnya sedikit menundukkan tubuhnya. Masih di posisi yang sama, ia perlahan melangkah mundur membawa kursi memasuki bayangan sementara Kak Indra kembali maju menguasai panggung.

Berakhirnya demonstrasi tadi langsung diikuti oleh tepukan tangan dari para peserta yang terkagum-kagum oleh betapa canggihnya permainan Start Point.

Kurasa pada titik ini, semua pemain takkan bisa menahan rasa kagum mereka lagi.

Ya ampun, pantas saja permainan ini membutuhkan waktu yang begitu lama untuk bisa dikembangkan.

Sebenarnya orang jenius macam apa Bum Rahmatullah itu?

"Tadi itu hebat ya? Aku heran bagaimana Pak Bum sanggup menciptakan permainan seperti ini." Tanya Sindy penuh kagum dan heran.

Yah, aku juga heran bagaimana dia bisa menciptakan permainan ini. Ini terlalu ambisius dan gila.

"Apalagi bagian dimana dia melakukan teleportasi!" Zaki tiba-tiba dengan penuh semangat menunjukkan rasa kagumnya, menunjukkan kalau pernyataan Sindy benar.

"Y,ya...."

Sejujurnya, aku tak tahu apakah yang kurasakan ini rasa kagum atau perasaan takut.

Karena sebentar lagi, aku akan kembali melahkahkan kakiku—Untuk sekali dan terakhir kalinya—kembali ke dunia permainan.

Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku melakukan ini?

Entahlah...

Kalau aku tahu jawabannya, aku pasti sudah langsung memuntahkannya saat ini juga.

"Baiklah, terima kasih atas demonstrasinya Mbak Dinda." Kak Indra sedikit bertepuk tangan, mencoba agar tepuk tangannya tak begitu mengenai mikrofonnya.

"Akhirnya kita memasuki fase akhir. Di fase ini, aku akan menjelaskan bagaiman turnamen ini akan berlangsung."

Di Belakang tubuh Kak Indra, muncul sebuah tabel yang diproyeksikan melalui proyektor yang berada tepat di atas tubuhnya.

Di tabel tersebut terdapat sebuah peta dan potongan gambar yang nampak seperti sebuah hutan. Selain hutan, terdapat juga sungai dan pegunungan.

Sebenarnya untuk apa hutan itu?

"Seperti yang kalian tahu, turnamen ini takkan disiarkan di media manapun. Dengan kata lain, sebuah turnamen tertutup. Karena kami menghargai privasi kalian, pemenang takkan diumumkan di website Start Point, kami hanya akan menunjukkan nama depan sang pemenang tanpa menunjukkan nama belakangnya.

Tapi, jika sang pemenang tak keberatan menunjukkan penampilan serta namanya, pemenang hanya harus menghubungi kami."

"Turnamen ini akan berlangsung selama dua sampai tiga jam, jika waktu sudah mencapai batas, pemenang akan ditentukan berdasarkan total Hp, kill count dan assist yang dimiliki tiap pemain yang masih ada di pertandingan.

Pertandingan ini takkan seperti turnamen pada umumnya, kalian takkan bertarung satu lawan satu melainkan bertarung di sebuah arena yang sudah kami siapkan. Dengan kata lain, Battle Royale. Kalian akan tersebar di arena ini dan harus mencari satu sama lain."

Battle Royale? Ini gawat, aku sama sekali tak menduga kemungkinan ini. Kalau begini, bisa-bisa aku dan Zaki terpisah dan aku takkan bisa bekerja sama dengannya!

Aku harus mencari tahu bagaimana cara untuk bisa bertemu dengannya. Bila bertarung sendiri-sendiri, kemungkinan kami untuk menang akan berkurang!

"Zaki, ikut dengan—"

"Tapi, bila kalian bila kalian ingin berduel satu lawan satu, kalian bisa meng-add friend lawan kalian saat ini juga. Dengan begitu, kalian bisa berbagi lokasi satu sama lain."

Seakan membaca pikiranku, Kak Indra langsung memotongku sebelum aku sempat menyelesaikan kata-kataku, bahkan sebelum aku sempat melangkahkan kakiku ke arah Zaki.

"Caranya adalah, dengan menggunakkan Login Device milik kalian. Kalian hanya harus membuat login device kalian berhadapan satu sama lain. Meskipun kalian belum ter-log in, data login device yang sebelumnya terhubung akan tersimpan dan secara otomatis menambahkan teman siapapun yang telah ter-log in di login device yang bersangkutan." Kak Indra menghadapkan kedua tangannya satu sama lain untuk menunjukkan bagaimana cara yang tepat.

"Zaki."

Mendengarku, Zaki mengangguk lalu mengeluarkan Proto Device miliknya dari dalam kantung.

Biip

Saat kami menghadapkan Proto Device kami, muncul sebuah suara dari keduanya yang menunjukkan kalau mereka telah tersinkron satu sama lain.

Sip, dengan begini kami bisa langsung berkumpul saat pertandingan dimulai.

Oh iya satu hal lagi.

Aku berbalik menghadap Sindy.

"Sindy, apa kau yakin tak mau bekerja sama dengan kami?"

"Maaf, tapi kurasa aku lebih baik sendiri saja." Sindy sedikit tersenyum lalu membuang wajahnya dengan tatapan serius.

"Ba, baiklah...."

Entah mengapa, tatapan itu sedikit menggangguku. Aku tak pernah melihatnya seserius itu. Rasanya seakan ada sesuatu yang mengganggunya saat aku bertanya.

Apa yang sebenarnya dia pikirkan saat ini?

Aku tak terlalu sering mengobrol dengannya, jadi aku sama sekali tak punya petunjuk untuk menebak apa yang dia pikirkan.

"Saat kalian log in untuk pertama kali, kalian akan dibawa ke sebuah fase dimana kalian harus membuat karakter kalian. Di fase itu, kalian akan memilih kelas, nickname, gender, dan penampilan kalian. Ingat baik-baik; atas permintaan Pak Bum, kami akan memastikan setiap peserta di turnamen ini mendapatkan kelas yang berbeda."

Hah? Kenapa Pak Bum ingin tiap peserta memiliki kelas yang berbeda?

Mau dipikir berapa kalipun, ini tidaklah masuk akal. Ditambah lagi, mereka tak memiliki alasan khusus untuk melakukan itu.

Hah... akan ku kesampingkan itu dulu. Untuk sesaat tadi, aku sempat berpikir untuk menyamar dengan mengganti genderku menjadi perempuan.

Mungkin saja itu ide yang bagus.

Tapi, kalau dipikir untuk efek jangka panjang, Sindy dan Zaki mungkin akan berpikir kalau aku ini hanyalah orang mesum yang ingin merasakan rasanya menjadi perempuan.

Egh....

"Setelah kalian tersebar, kalian akan memulai turnamen ini dari level satu. Sehingga kalian harus melawan monster-monster yang sudah kami sebar untuk meningkatkan level serta mendapatkan skill-skill baru. Pada umumnya, level maksimal tiap pemain adalah level lima puluh. Tapi level maksimal di turnamen ini adalah dua puluh. Kalian takkan bisa mendapatkan experience lagi setelah kalian mencapai level dua puluh.

Selama di dalam permainan, kalian bebas berinteraksi dengan latar belakang seperti pohon, rumput bebatuan dan sebagainya. Kalian bahkan bisa menggunakannya sebagai taktik.

Meskipun di luar arena kalian bisa dengan bebas membeli item, di arena kalian harus mencari sebuah area khusus dimana kalian bisa membeli barang kalian.

Di arena kali ini terdapat dua buah toko. Keduanya tersembunyi di dalam hutan dan kalian bebas untuk mencarinya. Gold dan silver coin yang merupakan alat pembayaran bisa kalian dapatkan dengan mengalahkan monster.

Karena itulah sangat dianjurkan untuk mengalahkan monster sebanyak mungkin.

Satu hal lagi, karena kalian akan bertarung di sebuah arena, maka peta hanya akan menunjukkan arena tersebut."

Dua puluh ya, aku tidak tahu di level berapa biasanya pemain mendapatkan skill ultimate, tapi dengan ini aku yakin kalau di turnamen ini takkan ada yang bisa menggunakkan skill ultimate.

Jika skill ultimate adalah sebuah kemampuan khusus paling kuat, maka aku berani bertaruh kalau kemampuan itu akan didapatkan saat levelmu mencapai puncak. Yaitu sekitar level empat puluh sampai lima puluh.

"Karena semua penjelasan sudah selesai, maka turnamen akan segera dilaksanakan. Peserta silahkan bersiap untuk melakukan Log in."

Semua peserta bertepuk tangan.

Lampu-lampu menyala kembali, menerangi ruangan gelap ini.

Semuanya bertepuk tangan dengan penuh gembira, namun semuanya terdiam. Maksudku, tak ada seorangpun yang membuka mulut mereka. Saat ini mereka hanya berfokus pada satu hal, yaitu memenangkan turnamen ini.

Saat aku melihat wajah mereka, aku melihat sebuah "Tekad."

Tekad yang sama seperti yang kulihat serta kurasakan beberapa tahun yang lalu.

"Tekad... Tekad, ya...." Gumamku.

Sayangnya, aku sudah tak merasakan hal semacam itu lagi. Karena tujuanku saat ini bukanlah menang untuk mendapatkan hadiah uang.

Tapi untuk membuat Zaki berhenti mengajakku bermain.

Chapter kali ini khusus didedikasikan untuk menjelaskan cara kerja Start Point, karena itulah chapter kali ini memiliki konten yang lebih panjang dari yang biasanya.

Untuk chapter selanjutnya, kita akhirnya akan memasuki sesi pertandingan Start Point. Seperti yang dijelaskan, pertandingan ini merupakan sebuah Battle Royale antara sembilan peserta yang tersebar di penjuru arena berupa hutan. Di pertandingan itu mereka akan mencari satu sama lain dan bertarung hingga hanya tersisa satu orang saja.

Cukup simpel bukan?

Apabila kalian suka dengan novel ini, pastikan masukkan cerita ini ke dalam library kalian untuk bisa terus mengikuti chapter terbarunya :) See ya later

IzulIzurucreators' thoughts