webnovel

Kebohongan

Zermatt, Swiss.

Butir-butir salju yang berjatuhan di atap sebuah perumahan berdinding kayu itu, baru saja berhenti. Beberapa anak kecil yang mengenakan baju hangat dengan beragam warna kain rajut yang melilit di leher mereka, mulai bermunculan dari tempat tinggal mereka masing-masing untuk bermain bersama. Selagi menunggu para istri selesai memasak sarapan untuk mereka, beberapa pria dewasa yang tinggal di sana beranjak keluar rumah dengan sekop di tangan mereka untuk membersihkan jalanan di depan rumah mereka yang tertutup gundukan es. Dari balik jendela kaca sebuah rumah yang paling besar di pinggir kota, tampak seorang gadis kecil tengah terkesima, mengagumi betapa indah dan cerianya pagi ini, kala mengamati beberapa anak yang sebaya dengannya tengah berlarian, bermain kejar-kejaran dan saling melempar bola salju. Tawa ceria mereka merebak, menebarkan kehangatan pada diri gadis kecil yang hanya bisa memandang mereka dari kejauhan.

"Ayah, tidak bisakah kita seperti mereka?" tanya Miyazaki Yua yang masih melekatkan kedua tangannya pada kaca jendela rumahnya yang berembun.

Miyazaki Daiki, Ayah dari gadis kecil itu yang tengah mematut dirinya di depan cermin tersenyum kecil, merapikan jubah putih seragam khas para ilmuan yang ia kenakan, lantas berujar, "Tidak bisa, Yua. Ayah sangat sibuk. Tapi ... jika kau ingin pergi bermain, maka pergilah. Kau boleh bergabung dengan mereka. Tapi jangan lupa, kau harus mengenakan syal dan sarung tanganmu terlebih dulu, agar Yua tetap hangat."

Gadis kecil bersurai panjang itu mendesah pelan, sepertinya Yua kecewa mendengar jawaban dari ayahnya yang tidak pernah tinggal lama bersamanya di rumah.

Setelah mengambil tas kerjanya yang berada di atas meja, pria berperawakan tinggi itu melangkah menghampiri putrinya. "Ayah berangkat bekerja dulu, ya?" pamitnya mengusap penuh sayang kepala Yua. Profesor Daiki kembali mengulas senyumnya tipis setelah ciuman yang akan ia daratkan pada pipi putrinya itu, ditolak oleh Yua yang malah memalingkan wajah.

Seorang wanita bertubuh subur sudah berdiri di depan rumah ayah dan anak itu, kala Profesor Daiki membuka pintu rumahnya.

Wanita itu tersenyum ramah. "Selamat pagi, Tuan Miyazaki. Apa Anda sudah mau berangkat bekerja?" sapa wanita bernama Maria yang Profesor Daiki pekerjakan untuk mengurus rumah dan menjaga putrinya tersebut.

Profesor Daiki mengangguk. "Ya, aku akan pergi bekerja sekarang. Tolong jaga rumahku dan pastikan putriku makan tepat waktu," pesannya yang langsung disanggupi oleh Maria.

Wanita paruh baya itu adalah satu-satunya orang yang bisa Yua ajak bicara saat ayahnya tidak ada di rumah. Namun sayangnya, setiap kali Maria diajak bermain oleh Yua, ia akan menolaknya dengan wajah seram. Selama tujuh hari dalam seminggu, dan selama 24 jam dalam seharinya, gadis kecil itu selalu merasa kesepian. Perusahaan tempat Profesor Daiki bekerja jarang sekali memberikan hari libur untuknya, sehingga Yua tidak memiliki cukup banyak waktu mengobrol bersama ayahnya. Sekali pun Profesor Daiki berada di rumah, ia akan selalu sibuk sendiri di ruang kerjanya. Dan karena lingkungan tempat Yua tinggal hanya dihuni oleh anak-anak lelaki yang nakal sebagai tetangganya, Yua jadi tidak bisa memiliki seorangpun teman baik di sini, padahal ini sudah tahun keempat Yua tinggal di kota yang dekat dengan gunung Alpen itu.

"Bibi, bagaimana jika kita bermain sebentar di luar? Lihatlah, saljunya terlihat sangat cantik di luar," seloroh gadis kecil itu menunjuk ke arah pintu rumahnya yang masih terbuka.

"Tidak. Kau saja sana yang bermain," tolak Maria yang mulai sibuk merapikan meja makan.

"Tapi, Bi. Aku ingin ...." Belum sempat Yua menyelesaikan kalimatnya, Maria sudah lebih dulu membuat gadis kecil itu ketakutan oleh delikan mata Maria yang menyeramkan. Setelah sebelumnya, wanita itu membanting kasar sebuah kain lap di atas meja.

"Nona Miyazaki, kenapa kau tidak membuat boneka salju saja di luar? Dan menjadikannya sebagai temanmu bermain. Aku sedang sibuk bekerja, jadi tolong jangan menggangguku." Melihat kilatan amarah di mata wanita itu, Yua refleks mengangguk cepat dan langsung melesat keluar. Menuju halaman rumahnya yang penuh dengan hamparan salju tebal.

Desir angin yang menerpa dedaunan pada pohon cemara yang tumbuh menjulang di samping rumah Profesor Daiki, menjatuhkan butir-butir salju yang semula menumpuk pada dahan-dahannya. Tanpa disadari, guratan senyum merekah di wajah Yua, kala ia melihat seekor tupai yang tengah mengais makanan di tanah langsung berlarian kaget dijatuhi tumpukan salju dari pohon di atasnya.

"Huft, kenapa dia bisa seseram itu? Padahal aku hanya mengajaknya bermain," gumam gadis manis itu bergidik ngeri, membayangkan Maria bagaikan Sherk wanita saat dia sedang marah seperti tadi. Tapi setelah dipikir-pikir, usul dari Maria tidak begitu buruk. Dengan Yua membuat boneka salju, maka setidaknya kesepian yang Yua rasakan akan sedikit berkurang. "Baiklah. Ayo kita mulai bekerja!" serunya meraih sebuah sekop yang tertancap di atas salju yang menggunung, dan mulai membentuknya menjadi sebuah bola besar.

Kurang lebih satu jam berkutat dengan bola-bola salju yang dibentuknya sedemikian rupa, akhirnya manusia salju ciptaan Yua telah selesai dipoles. Gadis kecil itu menancapkan dua buah ranting kering di kiri dan kanan tubuh boneka salju sebagai tangannya, memberikan hidung mancung dengan sebuah wortel di wajahnya dan memasangkan sepasang batu Amethyst berwarna ungu koleksi Profesor Daiki, untuk dijadikan mata boneka saljunya. Bertepatan dengan selesainya boneka dari es itu dibuat, hujan salju kembali turun dengan tiupan angin kencang yang menyertainya. Dari dalam rumah Maria berseru, meminta Yua untuk bergegas masuk karena badai akan segera datang. Tak ingin boneka salju yang baru ia buat akan rusak oleh badai, Yua pun berlari memasuki kamarnya. Mengambil syal, sarung tangan dan topi hangat berwarna merah dari dalam lemari, kemudian berlari keluar untuk memasangkannya pada tubuh boneka salju tersebut.

"Besok, akan kuajak kau minum teh. Sekarang, pakailah ini agar kau tidak kedinginan. Sampai jumpa, Jiro-kun."