webnovel

Siapa Kepala Pirang Ini??

Sesaat otak Layla tiba-tiba ngeblank. Di hadapannya kini berada tujuh orang cowok; lima orang yang dia cari mati-matian, satu cowok bule berambut pirang, dan tentu saja yang satunya lagi cowok ganteng yang membuatnya terpesona pada pandangan pertama. Layla berdiri dengan kaku layaknya robot. Di hadapkan cowok-cowok begini dia merasa jadi tokoh utama drama romansa harem.

"So... Can you explain why you gathered us here?"

Layla yang sedari tadi mencuri pandang, dan sibuk mengagumi sosok yang sedang duduk di kursi panjang pinggir lapangan, beralih menatap pada kakak kelas berpotongan rambut cepak buzz itu. Kakak kelas itu juga menatap Layla, hanya sekilas, sebelum kembali pada cowok bule yang berdiri di depan Layla.

Sementara, kakak-kakak kelas lainnya sepertinya tak ingin mengalihkan pandangan barang sedetikpun dari Layla, mereka masih menatap Layla seperti gagak lapar. Dilihat-lihat begini ini sama sekali bukan seperti dalam drama harem yang Layla pikirkan, ini lebih seperti Layla adik kelas yang sedang dirudung.

Layla menelan ludah. Dia memandang dua orang di depannya itu secara bergantian.

"Sign this." Tak memperdulikan wajah super bete cowok di depannya itu, cowok bule itu malah menyerahkan notebook beserta pulpen Layla dengan paksa padanya. "And the senior committees too."

"Why the hell should we do what you say?!" Seorang kakak kelas berseru protes.

"Bukannya ini kebalik ya?" Lainnya menyahut.

"HEH!"

Cowok itu mengabaikan gerutuan mereka. Kini perhatiannya sepenuhnya tertuju pada Layla.

Layla jadi tak enak hati. Yah, memanglah harusnya Layla sendiri yang mencari kakak panitia itu, bukannya kakak panitia itu yang mendatangi Layla dan memberikan tanda-tangannya secara cuma-cuma pada Layla. Tapi, tak Layla pungkiri kalau dia bersyukur karena akhirnya dia berhasil mengumpulkan semua tanda tangan. Ini semua tentu saja berkat cowok di depannya ini.

"Well, this one's name is Aditya, and the one with a fierce face is Adriel. They're the ones you're looking for." Cowok yang tak lain adalah orang yang sama yang memergoki Layla beberapa saat lalu itu menunjuk dua cowok yang dicari Layla.

Kak Aditya memakai kaus olahraga klub berwarna putih-biru muda dengan nama Wijaya di punggungnya, dia adalah cowok yang tadi bermain tenis dengan cowok ganteng yang ethereal itu. Lalu, Kak Adriel atau si cowok berambut cepak adalah cowok berwajah galak yang baru saja datang bersama tiga kakak kelas lainnya. "And they are another committee whose names are not in your notebook. You need their signature too, right?"

Layla mengangguk kaku. Dia berusaha tersenyum lebar. Lalu dia menyapa kakak-kakak kelasnya. "I'm Layla Sasikirana, a new student from class 10-1."

"Wow ... So it was you. Are you that scholarship kid?! Turns out you're really smart ..." Cowok itu berujar takjub, berbeda sekali dengan kakak-kakak kelas lain yang menatapnya tak tertarik sama sekali. Cowok itu menatap Layla penuh minat dengan senyum lebar, dan membuat Layla hampir terpana. "Layla, just so you know, 10-1 is a class for children with above average abilities. I ■■■ class 10-1 too."

"Hehehe. All right, Senior." Layla jadi salah tingkah sendiri. Ternyata informasi tentang dia yang anak beasiswa sudah menyebar sejauh ini.

"Just call me Blair. I'm sure we're in the same age."

Layla berkedip. Tak mengerti. "Excuse me?"

"Even though you're smart, you're a bit slow, aren't you, Layla? I said just call me by my name. Blair."

"Eh, b-but that's impolite." Layla agak tersinggung. Kalau boleh, tentu saja Layla akan memanggil semua orang di negeri ini dengan nama depannya tanpa embel-embel. Namun, di negeri ini, kan, senioritas sangat dijunjung tinggi.

Blair terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum miring. "Do you think I'm an upperclassman? I said I was in grade 10-1, remember? So, we are classmates."

Layla masih tak terima kalau cowok bule ini menganggapnya lemot dan keliatannya sekarang cowok itu menganggapnya orang tua pikun.

Begini, Layla akan jelaskan. Cowok bule yang ternyata bernama Blair ini sekarang sedang mengenakan pakaian bebas saat dimana anak-anak baru lain memakai seragam baru mereka yang lipit dan rapi. Dia juga ... memakai anting di telinga kirinya dan ... juga kalung. Layla tak bisa berkata-kata pada penampilan cowok ini.

Baiklah, lupakan soal penampilan. Yang lebih anehnya Layla juga tidak melihat cowok itu waktu dibarisan kelasnya tadi, maupun saat pengenalan lingkungan sekolah bersama wali kelas atau waktu bersama murid baru lain (Layla bahkan belum pernah melihat kepala pirang ini di antara murid-murid baru lainnya). Blair juga terlihat sangat akrab (read: kurang ajar) dengan kakak-kakak kelas. Maksudnya mana mungkin seorang freshmen bisa berbuat seenaknya begitu, 'kan? Dan satu lagi, DIA BAHKAN TAHU LAYLA SASIKIRANA INI ANAK BEASISWA!

Tentu Layla juga waspada kalau Blair-Blair ini sedang mengetes. Bagaimana kalau bule ini sebenarnya kakak kelas preman (dilihat dari penampilannya) yang berpura-pura baik dan akan memerasnya kemudian, atau bahkan yang lebih parah merisaknya karena kecerobohannya setelah tidak lolos tesnya? Jelas kewaspadaan Layla beralasan. Intinya sebagai orang yang ingin masa depannya cerah di sekolah ini Layla harus hati-hati dalam melangkah.

Lagipula, Layla sama sekali tak mendengar cowok itu pernah bilang satu kelas dengannya (di awal topik). Dia hanya mendengar cowok itu bergumam tak jelas.

"Wah ... luar biasa!" Adriel mendesah. "Berbuat seenaknya di sekolah orang, this jackass is really got some balls, huh!" Layla jelas melihat aura permusuhan terpancar di wajahnya. Adriel menatap Blair seperti ingin melumat cowok itu bulat-bulat.

"You know me aren't you, since I came to this school I've been busy," ujar Blair tenang.

Mata Adriel menyipit. "You've been just twirling around on that damn bike of yours since morning and you're saying you're busy?!"

"Done signing it?" Dengan santai Blair bertanya, mengabaikan nada suara Adriel yang syarat akan geram.

"This nutjob! You sent me here so I could sign my name for this fatty? Are you shittin' me?" Adriel menatap Blair dengan sengit.

Tunggu ... Apa Layla barusan tak salah dengar? Layla tentu sedang melihat wajah Adriel dengan alis terangkat. Tetapi sudah pasti Adriel tak memperdulikannya sama sekali.

"Adriel, udahlah."

Aditya yang berusaha menenangkan malah sepertinya semakin menyulut api emosi Adriel. "Wijaya, really?!"

Aditya mengangkat tangannya, menyerah.

Seakan ingin memancing keributan lebih besar, Blair kembali berbicara, "I already told you that this is a matter regarding your dear freshmen, which is why I ordered you to come here. You guys are really weird, asking for your freshmen's autograph but you guys don't want to and hide. Was your childhood unhappy??"

Layla melirik Adriel. Wajahnya benar-benar terlihat akan meledak. Layla rasa tali kesabaran cowok itu sudah putus sekarang.

"LO!--"

"TERIMA KASIH ATAS KEBAIKAN HATI KAKAK SEMUANYA!" Layla tiba-tiba berteriak. "MULAI SEKARANG, SAYA, LAYLA SASIKIRANA MURID BARU SKY ACADEMY SCHOOL KELAS 10-1 BERJANJI AKAN SELALU MENGINGAT NAMA KAKAK DENGAN BAIK!"

Adegan adu bacot hampir adu tinju itu terhenti ... Setidaknya Layla berhasil menghetikan ledakan dan luapan amarah Adriel.

Lalu, kini semua perhatian di tempat itu langsung tertuju sosok Layla. Tentu saja dengan berbagai macam ekspresi di wajah mereka.

Ah, Layla tidak tahu lagi. Layla pasti sudah gila.

"Pfft." Seseorang menahan tawa.

Layla melirik Blair, cowok itu jelas sekali terhibur sekarang. Layla mendengus dalam hati. Namun, jelas wajahnya merah padam.

*

"Oh. My. God ... Apa gue lagi ngeliat malaikat?"

"Lo lagi sadar, 'kan?"

"Astaga! Coba lo liat cowok yang rambutnya pirang itu!"

"Shit, apa dia artis?"

"Murid baru, kah? "

"Hell, he's kinda hot, right!"

"Tunggu ... tunggu ... tunggu ... kayaknya gue tau orang ini ..."

"Siapa?!"

" Bloody Mary ... gue gak salah liat, 'kan? Bukannya dia murid yang itu?!"

"Siapa, bitch? Murid yang apa? Geez, jangan bikin gue mati penasaran."

"Blair!"

"Hah?!"

"Dia Blair Seawright si prodigy dari Royal Academy!"

"R-royal Academy?"

"Royal Academy yang itu?! Sekolahnya anak-anak bangsawan kerajaan inggris itu?! Lo bercanda, 'kan?

"Apa muka gue kelihatan lagi bercanda!"

"Shit! No way!"

"Yes way!"

Cowok itu sangat mencolok dengan rambut pirang, vintage stylenya dan tentu saja wajah bulenya yang breath-taking.

Dapat Layla rasakan semua pandangan di gymnasium itu tertuju pada barisan tribun tempat Layla duduk. Atau lebih tepatnya semua pandangan itu tertuju pada sosok cowok pirang yang dengan seenaknya duduk di sebelahnya ini.

Seharusnya Layla tak terkejut sama sekali mendengar celotehan-celotehan gosip di sekitarnya itu. Karena itu semua cukup menjelaskan bahwa cowok yang kini duduk di sampingnya itu memang semencurigakan itu sejak awal pertemuan mereka beberapa waktu yang lalu.

"Kenapa murid Royal Academy di sini?!"

"Dia mau inspeksi, ya?"

"Apa dia mau pindah?"

"SAS seterkenal itukah sampai murid Empire jauh-jauh ke sini!"

"Gila! Gila! Ini gokil banget!"

Mendengarnya langsung dari anak-anak tentang identitas cowok ini sebenarnya cukup membuat Layla sedikit terintimidasi (?). Maksud Layla, he's that fucking genius guy, Blair Seawright. Cowok yang ternyata bahkan sudah mengalahkannya sebelum bertarung.

Ya, tentu Layla juga sudah tahu tentang desas-desus anak luar biasa dari Royal yang pernah tampil membawakan Moonlight Sonata dengan cellonya di hadapan Ratu Elizabeth II. Tapi, dia benar-benar tak menyangka cowok inilah orangnya. Walau tentu saja itu jelas sekali, kan? Jadi, ini maksud cowok itu waktu mengatakan kalo 10-1 adalah kelas anak-anak dengan kemampuan di atas rata-rata. Ah, dia sedang memuji dirinya sendiri.

Lebih daripada itu, sial, Layla benar-benar sekelas dengannya. Bukan karena Layla takut. Namun, cowok ini sepertinya seperti bom waktu bagi orang-orang di sekitarnya. Lihat saja bagaimana para murid perempuan yang kini memandangi Layla dengan iri dan dengki seperti ingin mencabik-cabiknya di tempat.

"Kenapa lo bawa-bawa dia. Lo ketemu chick ini di mana, sih?!"

Seseorang menyikut Layla. Juliet yang duduk di samping lain Layla menatap Layla penuh tanya. Kekepoan tercetak jelas di wajah cewek itu. Di samping Juliet ada Gennifer yang juga menatap Layla dengan takjub seakan Layla baru saja memenangkan jackpot.

Layla menggeleng pelan. Tanpa suara dia berkata, "Jangan tanya." Mengisyaratkan Juliet untuk diam.

Layla bisa saja menjelaskan kalau cowok inilah yang tanpa seizinnya membuntutinya seperti anak ayam. Setelah perdebatan yang berakhir dengan peleraian dramatis Layla di lapangan tenis, entah bagaimana cowok itu sepertinya ingin menjadikan Layla target baru. Istilah anak ayam yang di katakan Juliet jelas salah kaprah, sebab Layla merasa cowok ini serigala yang menyamar jadi domba buat bermain-main dengan mangsanya itu.

Layla tentu saja tak bisa mengusir cowok ini, karena dia cukup tahu diri untuk berterima kasih, cowok inilah yang secara tak langsung membantu Layla mengumpulkan seluruh tanda tangan para panitia. Walau harus dengan cara pemaksaan dan Layla harus bersiap entah apa yang akan terjadi kedepannya padanya gara-gara anak ini.

"What extracurricular would you like to join, Layla?"

Layla menoleh. Blair sedang menatapnya, lagi-lagi dengan senyum lebar yang itu. "Eh, um, I think maybe volly."

Yah, bisa dibilang volly merupakan belahan jiwanya. Bahkan waktu tes keterampilan SAS, Layla menunjukan kemampuan bervolly pada para guru penilai.

Layla mengangkat alisnya. Blair masih terdiam, memandangi Layla dengan tak terbaca. Jangan bilang dia sedang menilai fisiknya Layla?! Awas saja kalau ...

"Huf ..." Blair mendesah kecewa. Sebelum akhirnya memandang Layla dengan puppy-eyesnya. "Even though I want you to be the first member of the new club I created."

"Errr ... so, you want to create a new club?"

"Mhmm ..."

"What club would you like to create?"

"Hmm ... I'll let you know if you want to be a member. How are you interested in joining?"

"Ahahahaha ... Nggak deh. Makasih."

Lagi-lagi seseorang menyikut Layla. Layla segera memandang Juliet dengan geram. Namun, tanpa rasa bersalah Juliet kembali bertanya, "Dia ngomong apa?"

Dan lagi-lagi Layla harus menjawab dengan gelengan kepala. Mereka hampir saja adu bacot kalau saja kakak-kakak kelas itu tidak memasuki lapangan.

Karena semua perhatian kini teralihkan kala sekumpulan siswa-siswi dengan sebuah kain berwarna kuning yang terikat di bisep itu berbaris masuk. Layla tebak mereka adalah anggota OSIS sekolah ini. Seorang pemuda berkacamata dan yang terlihat paling berkarisma naik ke atas podium. Lalu dia mulai berbicara melalui mic.

"Perkenalkan saya Yuri Rendell, kelas 11-3, saya adalah ketua OSIS tahun ajaran ini. Saya di sini akan memandu memperkenalkan ekstrakuliker yang kami banggakan di Akademi Sky kepada seluruh murid baru."

Terdengar tepuk tangan mengema di seluruh ruangan gymnasium.

Seperti yang sudah-sudah, Yuri Rendell membuka acara dengan sambutannya pada murid baru yang katanya sangat dicintainya, lalu pada para panitia MPLS dan anggota OSIS, dan para guru pembimbing serta kepala sekolah yang memberinya kesempatan istimewa untuknya mewakili sekolah menyampaikan demo ekstrakulikuler ini pada murid baru.

Ekstrakulikuler yang pertama ditampilkan adalah bulu tangkis yang mana merupakan salah satu ekstrakulikuler andalan sekolah. Perwakilan anggota klub bulu tangkis berkumpul di lapangan gymnasium dan menyampaikan berbagai kegiatan mereka di proyektor. Tentu saja SAS sangat terkenal dengan lulusan-lulusan terbaik mereka yang menjadi atlet bulu tangkis nasional maupun internasional.

Terlihat beberapa murid baru sangat tetarik dengan klub ini.

"This show is completely useless, duh. Those ambitious parents must have set a future for their foolish children."

Layla menoleh pada Blair. Dia tak mungkin salah dengar, barusan cowok itu bergumam sesuatu. Namun, yang dilihatnya kini cowok itu terlihat sangat bosan menatap lapangan gym.