webnovel

Sincerenly, Rain

Pesawat melambung tinggi di atas awan. Aku hanya bisa menahan rasa sedih di dadaku. Aku meninggalkan orang yang aku pikir miliku selamanya, kita seharusnya berjanji untuk membuatnya hubungan ini bekerja, untuk membuat jarak jauh bisa kami atasi, tetapi ketika aku melihat ke luar jendela ke kota yang memudar di bawah, aku tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa ini adalah akhir. Aku tidak tahu apa yang menungguku di belahan dunia lain tetapi sedikit yang aku tahu, perjalananku baru saja dimulai. Ketika aku memasuki kehidupan baruku di luar negeri, aku mendapati diriku terlempar ke dalam angin puyuh pengalaman baru dan orang-orang baru. Aku mencoba membenamkan diri dalam budaya dan memanfaatkan waktuku di sana. Namun di tengah semua hiruk pikuk, pada suatu malam yang sangat hujan, aku bertemu dengannya. Dia tidak seperti siapa pun yang pernah aku temui sebelumnya, dengan semangat berapi-api dan jiwa petualangnya. Mau tidak mau aku tertarik padanya, dan sebelum aku menyadarinya, aku jatuh cinta padanya dengan cara yang tidak pernah kubayangkan. Tapi bagaimana aku bisa move on dan mencintai seseorang yang baru, ketika hatiku masih milik orang lain? Rasa bersalah membebaniku saat aku berjuang untuk mendamaikan masa lalu dan masa kiniku, tetapi ketika aku menjelajahi jalan-jalan asing di negeri asing ini dengannya, aku merasa bahwa inilah tempat yang seharusnya aku tuju, bahwa cinta baru ini sepadan dengan risikonya. Ini adalah awal dari perjalanan yang tak terduga, perjalanan cinta, patah hati, dan penemuan diri. Itu adalah perjalanan yang akan membawa aku lebih jauh dari yang pernah aku bayangkan, dan yang akan mengubah aku selamanya…

deLluvia · perkotaan
Peringkat tidak cukup
14 Chs

For The Very First Day

Hari pertama kuliah akhirnya benar-benar dimulai! Aku sudah menyiapkan pakaian khusus untuk hari bersejarah ini dari 2 hari yang lalu. Rok A-line ¾ bervolume dan jaket berpita Lanvin merah juga sepasang Lanvin merah bertali pengikat di pergelangan kaki. Aku dan Chino sudah berada di asrama, kemarin malam aku check-out dari hotel dan memboyong satu set koper Jeremy Scott-ku yang berisikan pakaian yang baru saja aku rampok dari sebuah store.

Ku temukan seseorang untuk mengurus Chino bernama Leslie, aku membayarnya untuk memberi makan Chino dan mengajaknya jalan-jalan setiap pagi dan sore. Kulkas kecil berbentuk koper makeover warna pink electric setinggi 1 meter sudah bediri kokoh di sebelah ranjang, Arielle yang memilihkannya untuk ku di situs belanja online langganannya.

Segera aku habiskan mangkuk sereal Cheerios yang bertabur irisan pisang di atasnya dan keluar kamar. Pesan masuk dari Rosa dan Lista

'Semangat gadis Paris-ku' menambah rasa percaya diriku. Tak ku sia-siakan kesempatan emas ini untuk menggunakan tas Bea Valdes kebanggaan ku dan melangkah keluar asrama. Arielle berada tepat di depan pintu kamar ku saat aku keluar kamar, dia menyambutku dengan tatapan takjub dan tepuk tangan kecil "Hari pertama yang gila!" teriaknya.

"Ini sepadan untuk peristiwa paling bersejarah di hidupku Arielle." jelasku padanya.

Kami berjalan bersama menuju kampus, beberapa orang berbisik sambil menatap ku, membuat ku sedikit risih dan bertanya-tanya. Apa ini terlalu berlebihan? Aku rasa tidak sama sekali, yang mencolok dari pakaian ku hanyalah merek terkenalnya saja. "Kamu tahu apa yang membuat orang-orang menatapku seperti itu?" tanyaku akhirnya pada Arielle.

"Tentu saja mereka melihatmu seperti itu, kamu berita terhangat hari ini!" jelas Arielle yang tentu saja membuat jantung ku merosot sampai kaki.

"Bagaimana bisa?"

"Aku kan sudah katakan, kalau Institut ini hanya memberikan beasiswa setiap tahunya pada satu orang saja dan tahun ini dianugerahi pada jurusan kita. Ingat foto yang aku ambil terakhir kali? Aku memngunggahnya di grup kampus dan langsung menjadi pembicaraan hangat. Apa kamu belum menerima semua permintaan grup yang masuk?" jelas Arielle panjang lebar.

"Belum, hanya grup kelas kita saja. Kamu memasukan aku ke semua grup yang ada di sini?"

"Tidak semua Aubrey, hanya grup angkatan kita, grup jurusan, grup kelas dan grup kampus. Itu saja." kata 'itu saja' yang diucapkan Arielle tidak berarti sama padaku.

Saat kami berjalan menyusuri koridor bersama-sama, semua cewek berbisik dan tersenyum padaku, ada beberapa yang menyapa Arielle, dan beberapa cowok tersenyum lalu menyapa ku. "Hei Aubrey!" aku hanya bisa tersenyum kikuk.

Kelas pertama adalah kelas bahasa Prancis, kata Arielle semua jurusan memiliki satu mata kuliah yang sama yaitu bahasa Prancis pantas saja ruang kelasnya di auditorium. Aku memilih barisan tempat duduk ketiga dari depan, aku sudah berjanji pada diriku sendiri akan selalu duduk paling depan dan Arielle setuju dengan itu.

Kelas dimulai 20 menit lagi namun ruang kelas sudah penuh, sebenarnya aku sudah mengenal beberapa orang dari grup obrolan kelas, tapi tetap saja canggung saat berhadapan langsung dengan mereka.

Kami membahas banyak hal, rata-rata topik obrolannya adalah tentang pelajaran. Sepertinya aku memilih teman yang tepat. Beberapa memuji pakaian ku karena sebagian besar orang dari obrolan ini hanya mengenakan kaos dan celana jeans, atau lebih tepatnya setengah orang di dalam kelas ini. Orang-orang yang aku sebutkan kebanyakan duduk di barisan depan dan di barisan belakang adalah orang-orang berpakaian tidak jauh beda sepertiku.

Saat masih asik membahas tentang siapa-yang-berani-meminum-minuman-keras-dengan-ukuran-besar, seorang pria paruh baya dan sangat tinggi memasuki kelas berbalut dalam mantel astrakhan yang jelas sekali bisa menghabiskan minimal 30 domba untuk membuatnya.

Saat pria itu ingin berbicara untuk memulai kelas hari ini, pintu auditorium terbuka dan terlihat sekumpulan anak terlambat masuk, aku terkejut melihat si pirang muncul bersama teman-teman basketnya, seorang gadis tinggi dengan potongan rambut super pendek berwarna biru bersepatu Gucci dengan balutan mantel bulu angsa dan celana jeans ketat menggandeng si pirang dan yang lebih mengejutkan lagi adalah El masuk bersama orang-orang itu dan juga beberapa gadis lain.

Mataku dan si pirang bertemu, dia tersenyum padaku sesaat sebelum El berteriak "Aubrey!!" yang membuat si pirang mengalihkan pandangannya pada El, aku merespon dengan lambaian tangan dan senyuman lebar. Pria paruh baya itu membiarkan mereka masuk begitu saja, rombongan itu berjalan menuju tempat duduk paling belakang.

"Bagaimana kamu bisa mengenal Elainne?" tanya Arielle padaku.

"Tidak sengaja bertemu, dia menanyakan kuku miliku waktu itu." jelasku pada Arielle.

"Lalu kenapa Traynor tersenyum padamu?"

"Traynor?" tanya ku pada Arielle dengan segenap tatapan bingung.

"Jeffyin Traynor! Pria berambur pirang." jawab Arielle dengan penuh semangat.

"Kalau itu, aku tidak tahu." jawabku asal. "Tapi kenapa mereka dibiarkan masuk?"

"Itu karena Traynor, Ibunya adalah pemilik yayasan kampus, jadi tentu saja semua orang menyukainya, termasuk para dosen. " Arielle mengeluarkan notes dari dalam tasnya, aku juga.

"Termasuk kamu?"

"Tidak untukku, penampilan bukanlah segalanya, dia tidak lebih dari sekedar anak tenar." Arielle mengucapkannya sambil seperti mengingat-ngingat sesuatu. "Kamu tahu, dulu saat SMA sempat ada fotonya sedang menggunakan bra berenda dengan kepala di dalam toilet. Demi apa pun, itu menjijikan!"

"Itu bodoh, dan gila." Obrolan tentang Jeffyin Traynor berakhir sampai disitu karena kelas sudah dimulai.

***

Kelas berlangsung dengan tenang selama satu jam, saat bell berbunyi sekumpulan manusia berlarian keluar kelas. Beberapa gadis dengan baju bermerek berhenti di depan meja ku dan teman-teman ku. "Hai, bagaimana kalau ke kantin bersama kamu?" tanya salah seorang dari mereka.

Aku tersenyum ramah dan menjawab "Terima kasih banyak, tapi aku sudah janji ke sana dengan teman-temanku."

"Baiklah, mungkin lain kali," dia tersenyum lalu pergi, "Bye." ucap beberapa gadis lain padaku.

Aku menggenggam tangan Arielle saat berjalan menuju kafetaria, beberapa dari kami mencari tempat duduk lebih dulu, mereka membawa kotak bekal mereka, begitu juga dengan Arielle. Arielle menawarkan dirinya untuk menemani ku tapi aku menolak, aku tidak bisa jika terus-terusan mengandalkan Arielle.

Aku menuju gerai yang kemarin aku datangi untuk membeli batangan permen karet dan soda. Beberapa orang menyapa ku, mereka semua memanggil nama ku. Sepertinya Arielle menjadikan aku topik yang menarik untuk orang-orang disini.

Saat sedang berjalan menuju meja teman-teman ku berada, seseorang memeluk ku dari belakang. "Aubrey!" itu suara El, "Kamu duduk di mana? Bersama siapa?"

Aku menunjuk kearah sebuah meja "Bersama teman-teman jurusanku yang lain." jelasku.

El menarik tangan ku ke arah lain, menuju meja penuh dengan gerombolan gadis-gadis baju bermerek lainnya, gerombolan anak basket, gerombolan si pirang! "Minggir-minggir!" teriak El pada mereka. Beberapa pria bergeser dan berpindah tempat ke atas meja memberikan tempat duduk untuk ku dan El, "Perkenalkan, Miss Hot dari jurusan Fashion." El memperkenalkan ku pada mereka. Senyum orang-orang ini merekah, bukan senyuman sinis seperti di film melainkan senyum ramah.

"Aubrey, kan?" tanya seseorang yang duduk di sebelah si pirang. "Nethan, jurusan Photography." pria itu mengulurkan tangannya.

Aku menjabat tangannya dan tersenyum.

"Aku rasa kamu berhutang penjelasan atas sebuah kebohongan." si pirang menatapku. "Namamu Aubrey, bukan Rain." yang lain ikut menatapku dan si pirang secara bergantian.

Aku mengeluarkan dompet dari dalam tas dan mengambil kartu mahasiswa ku. Memampangkannya tepat di depan wajah si pirang agar dia dapat melihat jelas nama yang tertera disitu. Dia hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.

Setelahnya aku mengetahui satu persatu-satu nama orang-orang ini. Gallant, Damien dan Tom yang juga dari jurusan Photography sama dengan Nethan, mereka adalah anak basket yang bersama si pirang waktu itu. Reine, Hilaire dan Emilie adalah teman sekelas El di jurusan tari. Terakhir adalah si pirang anak jurusan sastra dan kekasihnya yang sexy Fanette dari jurusan sastra juga. "Di mana Fanette?" tanya El pada si pirang. Yang diberikan pertanyaan hanya mengangkat kedua bahunya.

"Aku rasa dia sedang ada pemotretan dengan angkatasn atas Photografi." jawab Nethan sambil menunjukan Instastory milik Fanette.

Aku mendapatkan pesan masuk dari Arielle,

"Kau berencana di sana sampai kapan? Kita masih ada kelas lagi."

Oh Tuhan, aku lupa pada Arielle. Dengan segera aku berdiri dan berpamitan pada yang lain karena harus masuk kelas.

"Bagaimana dengan luka di lututmu?" tanya si pirang saat aku ingin membalikan badan pergi.

Aku menoleh sinis padanya "Yang jelas, kalau sampai ini meninggalkan bekas luka, kamu harus bertanggung jwab." jelasku singkat lalu berlari ke arah teman-teman ku yang bergerak meninggalkan kafetaria.