webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
279 Chs

●Pusaka Para Wangsa (9) : Berita Calya

Sebagian persekutuan telah pulih, sebagian masih retak, bahkan jurangnya bertambah lebar.

Calya tak menyangka, kehadirannya ke Girimba untuk menyampaikan berita pertemuannya dengan Tala hal Vasuki sangat dinantikan. Para panglima dan hulubalang terpilih telah menunggunya. Gosha, yang melaporkan bahwa ia menguntit Jagra dan Calya diam-diam, juga hadir di sana untuk mencari tahu. Hadir pula Kavra – yang masih bersekutu dengan Tala – tetapi juga mengakui, tak selamanya dapat membela kepentingan Pasyu Vasuki. Di sisinya, setia hulubalang Sin.

Mereka duduk melingkar di meja kayu.

"Apa yang dikatakan Raja Vasuki, Putri Calya?" Gosha bertanya.

Calya sangat lelah, tapi ia tahu, tak bisa beristirahat sama sekali. Pikirannya penat. Ditatapnya Gosha bersama seribu rasa campur aduk. Apa yang disampaikan Raja Vasuki terdengar masuk akal, namun rasanya, tersembunyi kejahatan sempurna yang busuk di sana. Mengingat percakapan mereka di singgasana Tala, membuatnya gemetar.

Nisha menuangkan minuman ke dalam cawan. Begitu gugupnya Calya hingga beberapa tetes minuman mengalir ke luar di sudut bibir. Tangannya menyenggol bibir cawan, tumpah.

"Putri?" Nisha menenangkannya dengan sentuhan.

Setelah menarik napas beberapa kali, Calya berhasil menguasai diri. Telinga para panglima dan hulubalang, juga Putri Yami dan Putri Nisha, berikut berpasang mata tertuju pada satu titik.

"Tuan Putri tak perlu takut," Gosha menentramkan. "Jangan jadikan pesan Raja Vasuki sebagai beban Paduka semata."

Calya menarik napas, memainkan jari jemarinya dengan gelisah. Usai menata hati, suaranya pelan terdengar.

"Raja Vasuki …menyampaikan salam bagi seluruh kerajaan Akasha dan Pasyu," Calya mencoba membuka keberanian.

Gosha menunggu kelanjutan. Milind makin menajamkan pendengaran.

Calya terdiam, menatap sekeliling, menunggu tanggapan.

"Putri?" Gosha menguatkan. "Silakan. Lanjutkan saja."

Milind berkata lembut, mendukung pendapat Gosha, "Putri Calya tak perlu merasa takut, atau merasa bersalah karena mungkin telah mengucapkan sesuatu."

Calya menatap Milind dan Gosha bergantian, "Apakah aku telah melakukan sesuatu yang salah? Atau mengatakan hal yang tak pantas bagi …Raja Vasuki?"

Gosha menatap sekilas ke arah Milind, berharap sahabatnya memiliki kesabaran cukup untuk menghadapi Calya. Bagaimanapun, usia muda dan sedikitnya pengalaman, membuat keragu-raguan tampak demikian jelas membayang di wajah putri kesayangan Pasyu Aswa.

Milind menoleh ke arah Haga hal Paksi, memintanya untuk menguatkan Calya. Haga yang terdiam sedari tadi, berkenan menanggapi. Bukan tanpa alasan Milind meminta pendapat Haga.

"Paksi adalah wangsa yang terdepan membela Vasuki, Putri," Haga menjelaskan. "Namun, kami pun menjaga jarak dengan Raja Tala saat ini karena pendapatnya yang bertentangan dengan kebijaksaan wangsa."

Milind mengangguk, membenarkan.

"Raja Tala memiliki watak yang tak biasa," Haga menambahkan, enggan menyebutkan kekejian dan kekejaman yang telah dilakukaan Tala beserta seluruh pasukan dan sekutunya. "Putri Calya tak perlu merasa berkecil hati bila berseberangan pendapat dengannya, atau salah mengartikan kemauannya."

Walau Ame hal Paksi tidak menyetujui beberapa keputusan Tala yang dirasa terlalu melampaui batas, sungguh sulit menyebutkan kejahatan pihak yang telah lama menjadi sekutu. Baik Raja Ame atau Panglima Haga sangat berhati-hati bila berbicara tentang Vasuki.

Calya menarik napas, memberikan senyum terbaiknya kepada Haga dan mereka yang hadir. Ia mengangguk kemudian, mencoba memilih kata-kata.

"Selain salam, Raja Tala menyampaikan beberapa pesan. Ia menitipkan pesan pada ayahanda Raja Shunka. Dan…pesan bagi persekutuan wangsa yang ingin membuka gerbang pusaka. Terutama saat menghadapi… Mandhakarma," walau terbata, kalimat yang utuh selesai diucapkan Calya.

Sang putri menatap Gosha. Termasuk Putri Yami dan Putri Nisha yang hadir di sana.

"Hamba pikir, pesan bagi Raja Shunka perlu disampaikan secara pribadi kepada ayahanda," Gosha memberikan saran. "Adakah saran yang perlu disampaikan di sini?"

Calya mengangguk pelan.

"Aku…tidak terlalu menangkap maksudnya. Mungkin…karena aku tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," ujar Calya, wajahnya memerah dan pias bergantian. Merasa malu dan rendah diri, tak cukup menguasai berbagai permasalahan penting yang tengah mengancam seluruh kerajaan wangsa Akasha dan Pasyu. "Raja Tala menyebutkan…ah? Apakah pernah beliau kehilangan seorang putra yang dibunuh oleh…Akasha? Atau Pasyu?"

Calya menatap Gosha lurus. Gosha menaikkan alis tebalnya, tanda terkejut dan berusaha menguasai diri dengan cepat. Ia menoleh ke arah Milind yang tampak waspada.

"Pasyu tidak terlibat dalam kematian pangeran Vasuki," Milind menjawab tegas.

"Maksudmu…Akasha yang bertanggung jawab?" Kavra bertanya tak percaya. "Demi Jagad Gangika! Kita harus menyatukan Akasha termasuk meyakinkan Giriya agar bersatu melawan Vasuki. Kau tahu, Raja Tala semakin kuat!"

Milind menarik napas, memandang Kavra dan memintanya bersabar.

"Aku rasa, hanya Akasha Wanawa yang bertanggung jawab atas kematian pangeran Vasuki," Milind berkata perlahan. "Aku tidak ingin melibatkan seluruh wangsa Akasha. Dinasti Gangika, Jaladhi dan Giriya terlepas dari urusan kematian pangeran Vasuki."

"Hanya Akasha Wanawa," Kavra mengulang. "Kau yakin demikian?"

Milind menatap Calya dalam.

"Hamba ingin mendengar cerita Putri Calya lebih lanjut. Bolehkah?" Milind bertanya sopan.

Calya tampak berpikir keras, "…aku…tidak merasa yakin bahwa Akasha harus bertanggung jawab."

Milind memicingkan mata, "benarkah?"

"Ya," Calya mengangguk, sedikit tegas. "Sebab, Raja Vasuki tidak menuntut Akasha ataupun Pasyu melakukan apapun."

Gosha tampak tak sabar.

"Apa yang diingin Vasuki keparat itu?!" tanyanya menyumpah.

"Tahan dirimu, Gosha," Milind mengingatkan. "Tak semua klan Vasuki sependapat dengan Raja Tala. Kau tahu, Raja Galba dan Raja Wuha berseberangan."

"Aku semakin tak sabar ingin menghajarnya!" Gosha tak peduli.

Calya menelan ludah. Yami menyela.

"Gosha dan kalian semua," tegurnya, "tidakkah kalian bisa bersabar mendengarkan Putri Calya sampai selesai? Ia butuh waktu untuk mengisahkan semua. Kupikir wajar bila ia gugup. Apa yang diceritakannya bukan hal yang biasa."

Calya menatap penuh rasa terima kasih ke arahnya. Tidak mudah menyampaikan apa yang telah dipesankan oleh Tala. Terlebih, bisa jadi ia salah menangkap artinya.

"Raja Tala menginginkan anaknya yang mati dikembalikan," Calya berkata, berusaha mempercepat. "Hal itu akan sepadan dengan mantra pembuka Gerbang Ambara."

Gosha tertawa keras, "Ia ingin anaknya dihidupkan kembali?? Walau Akasha sakti yang hidup ribuan tahun pun tak akan sanggup melakukannya!"

Milind menahan napas. Menatap Calya teliti.

"Apa yang sesungguhnya diinginkan Raja Tala, Putri?" Milind tampak berusaha menangkap keseluruhan cerita.

Calya menatap Yami dan Nisha, meminta kekuatan. Nisha memberi isyarat kedipan mata, seolah mengatakan semua baik-baik saja.

"Raja Tala…ia ingin anaknya dikembalikan. Tidak seperti yang dikatakan Gosha, untuk membangkitkan pangeran Vasuki kembali. Ia ingin anak, sebagai pengganti pangeran Vasuki yang telah tewas," Calya menjelaskan hati-hati.

Gosha menatap Milind. Mulutnya setengah terbuka. Kepalanya beralih ke arah putri cantik di hadapan mereka, sosok yang merampas perhatian semua di balairung Cempaka.

"Ia ingin seorang anak dari pembunuh pangeran Vasuki," Calya berujar sangat pelan, seolah tak ingin melepaskan ucapan. "Ia ingin mengawini dan memiliki anak dari …"

Hulubalang Janur, yang sedari tadi hanya berdiri tenang di samping Milind terkesiap. Wajahnya pias dan tegang. Menatap ke arah Sin, lalu Milind bergantian. Ia tahu siapa yang dimaksudkan Tala! Janur sendiri yang menyelamatkan sosok pembunuh pangeran Vasuki! Betapa busuknya pesan yang dititipkan pada Putri Calya yang belia dan suci.

Bahkan, Janur tak dapat menahan mulutnya untuk mengumpat pelan.

"Raja Tala berjanji…," suara Calya menggeletar, merasa dirinya telah memicu ketegangan puncak.

"Tidak," Milind memotong dengan dingin. "Kita tidak akan melakukannya."

Calya membelalakkan mata.

"Raja Tala…ia…ia akan memberikan mantra pembuka…," bisik Calya.

"Kita tidak akan melakukannya!" tegas Milind.

Bibir Calya gemetar.

"Tapi Raja Tala…dan bila itu benar maka…," Calya setengah menangis.

"Maaf Putri, kami tak akan melakukannya!" Milind menarik napas, menegaskan kembali ucapannya.

"Milind! Demi Jagad Aswa!" Gosha terpekik pelan. "Mengapa kau tak biarkan Putri Calya menyelesaikan ucapannya??"

Milind menatap Calya tajam. Dua bulir air jatuh di ujung pelupuk matanya.

"Jika telah mendapatkan permintaannya… Raja Tala akan memberikan mantra pembuka Gerbang Ambara. Bila semua gerbang pusaka terbuka dan kita mendapatkan pusaka masing-masing," Calya tergetar menahan isak, "…besar kemungkinan Ratu Laira dan Ratu Varesha dapat disembuhkan untuk bangun kembali."

Rahang Milind mengeras.

"Aku tak akan pernah mentaati Raja Tala, apapun yang terjadi," bisiknya dingin dan tegas.

❄️💫❄️