webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
279 Chs

●Perayaan Gangika (7) : Raja, Pangeran & Panglima

Rakash banna Giriya beserta dua pangeran Vasuki, Shaka putra Gayi dan Ananta putra Nagen bercakap-cakap di bilik tamu panglima Giriya. Mereka menyambut sopan kehadiran Guni hal Mina, Bahar banna Jaladhi dan Haga hal Paksi. Keramahan untuk menutupi hubungan retak yang diam-diam menganga. Jagra hal Aswa bergabung kemudian. Kehadiran Milind bagai membelah kelompok.

"Tak ada yang lebih menggembirakan selain pertemuan para panglima dan para pangeran seperti ini," Milind berujar tulus. Ia memberikan hormat yang dalam kepada semuanya.

"Beruntunglah, Tuan masih bisa hadir di sini, Panglima Milind," Shaka hal Vasuki menyindir. "Andaikata pecah pertarungan di istana, kami pasti akan merindukan kehadiran Tuan."

Shaka berusaha memojokkan Milind atas kehadirannya beberapa waktu lalu di istana Vasuki.

"Aku sempat berpikir panglima Garanggati yang akan mendampingi Raja Vanantara," Rakash menambah bara di pernyataan Shaka. "Mengingat panglima Garanggati adalah sahabat lama Raja Wanawa."

"Para pandhita di kerajaan memiliki kehormatan tinggi," Hala berusaha masuk. "Pandhita Garanggati pasti memiliki tempat mulia di hati raja."

Haga menekankan pada kata 'pandhita', mengingatkan kedudukan Milind sebagai panglima Wanawa.

"Ahya," Rakash mengerling. "Seorang pandhita dan panglima memiliki kekuatan dan kebijakan berlipat ganda. Wanawa dulu sangat disegani."

Milind mengangguk tenang, mengiyakan ucapan Rakash.

"Kami membawa hadiah bulir-bulir kristal," Jagra menyela, berkata tajam. "Hadiah berharga dari Aswa yang dapat bermanfaat sebagia perhiasan, senjata dan pengobatan. Mungkin ada yang harus segera menelannya; agar mulutnya tidak beracun."

Rakash tertawa pelan, menatap Jagra tajam.

"Kuharap kau lebih bijak dari Gosha, Panglima Muda," bisiknya. "Agar kedudukanmu tak selalu ditunggangi Milind."

Jagra mengepalkan tangan. Milind menahan lengannya. Haga dan Bahar tampak tegang, begitupun Watsa.

"Tuan-tuan," terdengar tenang suara Ananta hal Vasuki. "Apakah tidak sebaiknya kita minta Panglima Kavra bergabung? Pasti menyenangkan bila ia turut serta."

"Jangan mengganggunya, Ananta," sentak Shaka. "Biarkan Kavra menikmati malam istimewanya."

Lingkaran itu bagai terpotong menjadi dua ketika sebuah suara berat dan mengesankan terdengar.

"Boleh aku bergabung?"

Ketegangan mencair seketika.

Sosok tampan dalam balutan pakaian megah dan selendang keemasan hadir, mereka saling mengucapkan selamat dan menepuk bahu sebagai tanda persahabatan.

"Kavra, kau bintang malam ini!"

"Seluruh pencapaian Gangika berkatmu!"

"Kau panglima yang masih muda dan sangat berbakat."

Melihat perhatian tertumpah pada Kavra, Milind menyingkir perlahan. Bahar, Watsa dan Haga yang semula tampak sangat berseberangan dengan Rakash beserta dua pangeran Vasuki; melebur dalam percakapan. Mereka tertawa dan saling menggoda.

Milind berjalan tenang. Tegap melangkahkan kaki. Meninggalkan bilik tamu Rakash dan bergerak menuju tempat yang lain. Langkah kakinya pasti. Satu. Satu. Satu. Tangannya menggenggam tepian jembatan yang terbentang sebagai pembatas bilik-bilik tamu kehormatan dan menjadi jalur setapak para undangan menikmati Loh Dhamarga. Milind terus berjalan.

Ia berdiri tegak. Menarik napas. Merasakan sesuatu yang dingin dan beku menancap di separuh tubuh. Matanya terpejam sejenak. Bersemedi sesaat untuk mengalirkan hawa murni. Rasa sakit menghilang perlahan saat ia memutuskan kembali melangkah, lalu menghunjam kembali hingga tubuh hanya dapat berdiri lurus. Menunduk. Mencoba menyembunyikan nyeri luar biasa. Tangannya menggenggam kuat tepian jembatan.

Semakin mendekat ke titik yang dimaksud, semakin tajam rasa nyeri menyerang. Kaki Milind bagai diikat rantai baja hingga tak dapat melangkah. Mengapa kesaktiannya seolah menguap? Mengapa mantra hebat Wanawa tak dapat dikerahkan? Ia terhuyung dan nyaris jatuh berlutut andai sepasang tangan tak menangkapnya.

"Buka mulutmu," bisik Jagra. "Aku membawa kristal Aswa."

Milind menahan diri untuk tidak mengeluarkan keluhan. Cepat Jagra menjejalkan dua kristal Aswa dan memaksa Milind menelannya.

"Panglima Gosha menyuruhku memata-mataimu, Milind. Ia menyuruhku menjagamu," Jagra menepuk punggung atas Milind agar lebih cepat menelan kristal.

Gosha, batin Milind, bahkan dalam keadaan terdesak Gosha masih memikirkan dirinya. Menyakitkan sekali mendengar bagaimana Rakash mengejek sang panglima Aswa. Apa katanya tadi? Ditunggangi Milind? Seolah kedudukan Gosha berada jauh di bawahnya, padahal tak pernah sekali pun Milind berpikir untuk merendahkannya. Bagaimana pun, Milind merasa sedih mendengarnya. Apakah ia telah memperlakukan Gosha tak pantas hingga para panglima lain beranggapan Gosha adalah bawahannya?

"Kau…kau…harus bergabung bersama para panglima," Milind berujar, menegakkan tubuh. Rasa sakit mulai berkurang. "Aku harus menemui Raja Tala."

Jagra memicingkan mata.

"Aku tak akan bertempur dengannya, Jagra," Milind tersenyum menenangkan. "Ada yang harus kupastikan. Semua juga berkaitan dengan rasa sakitku ini."

❄️💫❄️

Di bilik tamu, menikmati udara malam dalam kesendirian, Tala duduk menatap aliran sungai wilayah Gangika yang tenang dan dalam. Sang raja Vasuki tersenyum lebar melihat Milind melangkah menuju ke arahnya.

"Kita ini seperti sepasang kekasih yang saling merindukan dan bertengkar hebat lalu berbaikan, bukankah begitu?" Tala mengedipkan mata.

"Hamba selalu menghargai Tuan walaupun kita berseberangan," Milind menahan kegeraman. "Hamba percaya ucapan Tuan!"

"Hmh, lalu?" Tala memicingkan mata.

"Hamba hanya tak menyangka Tuan tega melakukannya di saat perayaan Gangika. Gangika adalah sekutu Tuan! Panglima Kavra tengah menggelar perayaan bagi perjodohannya dan Tuan ingin menghancurkan pesta ini??"

"Hei-hei-hei…kau ini kenapa, Milind? Menuduhku? Melakukan apa?"

"Rasa sakit yang hamba alami…semua saling berkaitan dengan Vasuki dan kemungkinan juga Nistalit. Tuan akan membunuh Nistalit, tapi mengapa di perayaan Gangika?"

Tala tersenyum simpul.

"Pertemuan hamba dengan Pangeran Shaka dan Pangeran Ananta, tak menimbulkan rasa nyeri seperti ini. Semua sumber sakit dan sumber kejahatan ini berasal dari Tuan! Kedua pangeran tidak pantas Tuan korbankan bagi impian Tuan belaka. Jadilah ayah yang baik bagi mereka, Paduka!"

Tala tertawa.

"Kau… menasihatiku terkait putra-putraku? Aduhai Milind! Sebelum kau menasihatiku, tidakkah kau ingin melakukan apa yang Kavra lakukan? Kau harus menggelar pesta perjodohanmu!"

Milind mengatupkan mulut kuat-kuat.

"Kau tahu, betapa banyak bangsawan, dan para raja yang ingin menjadikanmu menantu. Selain Vanantara tentunya. Raja Araga, Raja Nadisu, Raja Jaladri; putri-putri mereka pasti berharap bisa bersanding denganmu. Kau sebaiknya memilih salah satu," saran Tala.

"Kalau suatu saat hamba menggelar perjodohan seperti Kavra, hamba pasti akan mengundang raja Tala pula," Milind menyampaikan. "Tapi sebelum itu, hamba tak ingin Tuan membuat keributan terutama di perayaan Gangika!"

"Kau, tak sopan sekali!" Tala seolah membentak anak kecil. "Dari tadi aku menikmati minumanku di sini. Mendengarkan musik dan tari-tarian. Anak-anakku juga di sana. Lalu kenapa tiba-tiba kau kesakitan?"

"Tuan sendiri yang mengatakan bahwa selama ada bangsawan Vasuki, maka hamba akan merasakan sakit. Tapi itu tidak hamba rasakan ketika bersama Pangeran Shaka dan Ananta."

"Ahya …mungkin saja Shaka dan Ananta belum sekuat diriku dalam menggunakan mantra racun, hingga mereka tak bisa mengendalikanmu," Tala berucap tenang.

"Hentikan apa yang Tuang lakukan sekarang. Hargailah Kavra!"

"Akulah yang mengatur perjodohan ini, Milind," Tala berkata angkuh. "Nadisu tak bisa menolak keinginanku. Satu demi satu raja tunduk padaku. Suatu saat …Vanantara juga."

Milind menggertakkan geraham, ingin melemparkan pedang Dahat ke arah leher Tala.

"Apa yang bisa kau lakukan jika aku akan mengatur dengan siapa kau menikah?" Tala menatap mata Milind. "Bagaimana dengan putri bangsawan Giriya?"

"Tuan tak bisa memaksaku!" Milind tersenyum teguh.

"Ckckck," Tala menggelengkan kepala. "Jangan berpikir kau bisa menikahi Nistalit kesayanganmu itu."

"Kotor sekali pikiran Tuan!"

"Nistalit perempuan itu milikku, Milind," Tala berbisik. "Kau seharusnya sadar itu, ketika ia sudah berani menyakiti keluargaku. Membunuh anakku! Kalau aku belum membunuhnya, itu karena aku sangat menikmati bagaimana membuatnya menderita, sedikit demi sedikit. "

Milind melangkah maju, bagai dinding batu yang ingin menghalangi Tala melangkah jauh.

Tala menaikkan genggaman tangan kanan, meremas udara.

Milind berdiri dengan satu kaki menopang, menahan sakit tak terperi. Kristal Aswa tak mempan di hadapan Tala!

"Bagaimana, Milind? Sakitkah?" bisik Tala. "Setiap kali kau tak tunduk padaku, kau akan merasakan sakit seperti ini. Dan kalau kau terus membangkang, Vanantara akan merasakan sakit yang sama."

"Jangan pernah sentuh rajaku, Tala!"

"Ahya!" mata Tala berkilau.

Tala meremas lebih kuat tangannya sendiri hingga Milind merasakan separuh tubuhnya remuk tanpa sisa.

Tawa Kavra dan Rakash di kejauhan. Haga dan Bahar yang tengah menikmati kehangatan ramah tamah. Milind tak mau merusak suasana, ia ingin menahan dan menyimpan rasa sakitnya sendiri. Tapi Demi Penguasa Langit, bolehkah berteriak sedikit untuk melepas nyeri yang menusuk sekujur tubuh?

Tala meremas genggaman tangannya lagi.

Di ujung rasa kehidupan yang seolah berakhir sekedipan mata, satu sosok mendekapnya hangat.

"Ah, apa kubilang!" Tala berkata girang, penuh rahasia.

Jubah hijau sakti Vanantara menyelimuti Milind.

"Cukup menyakitinya, Tala!! Kau boleh menyiksaku, tapi jangan panglimaku!!"

❄️💫❄️

Be strong, Milind!

Love~

lux_aeterna2022creators' thoughts