webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
279 Chs

●Mandhakarma (8)

Di ketinggian ratusan ribu hasta dari permukaan bumi, Tala memperlihatkan sesuatu. Perbatasan langit. Gumpalan awan dan benteng putih keperakan. Lalu, Gelombang Hitam samar di kejauhan timur laut yang telah menelan benteng tepian Aswa.

"Aku tahu tentang Mandhakarma. Ramalan Nistalit," Tala berkata, mengedipkan mata licik penuh rahasia, "dan Berlian Surga."

"Darimana Paduka tahu?" Milind bertanya, tak mengerti. "Berlian Surga? Apa maknanya, Paduka?""

"Aku senang melayang kemari mencuri dengar berita langit," jelas Tala singkat.

"Mengapa Aswa tak mendengarnya?"

"Karena mereka terlalu sibuk hidup dalam kenyamanan dan kesenangan! Hidup tak selalu baik-baik saja. Kau harus tahu bahaya besar apa yang mengancam!"

"Bagaimana Paduka mendapat berita langit," Milind menahan napas, "apa ada yang mengirimkan wangsit?"

"Aku mendengar sendiri. Aku memiliki kemampuan yang tak kalian miliki!"

Milind berpikir keras. Bagaimana cara membuat Tala bersedia memenuhi kesepakatan para raja-raja wangsa terdahulu agar di saat berbahaya, semua berkenan mengucapkan mantra pembuka pusaka?

"Kau bertanya : apakah aku bersedia membuka Kawah Gambiralaya dan Gerbang Ambara?" Tala seolah membaca pertanyaan di benak Milind.

Milind menatap waspada ke arah naga raksasa bermahkota, mata tajam yang bengis dan licik. Masih tersisa harap di hati Milind bahwa Tala menghormati kesepakatan.

"Menurutmu, apakah tak sia-sia kalian habiskan waktu dengan mengemis pertolonganku, wahai kau, Milind dan Vurna?!" gelegar suara Tala.

Milind menarik napas, menghimpun kesabaran.

"Kami menghormati Paduka Tala hal Vasuki," teriak Milind lantang. "Kami ingin semua raja wangsa Akasha dan Pasyu membuka dua tempat penyimpanan pusaka dan mengambil pusaka masing-masing."

Tala terkekeh.

Tawanya memantul-mantul, menggema. Membentur pilar-pilar dinding Aswa bagian luar.

"Hormat, katamu?" Tala mengejek. "Kau pikir, aku tak tahu apa yang ada di balik dinding benteng Aswa? Gosha dan pasukannya bersiap membunuhku! Jangan pernah berdusta dengan mengatakan kau masih menghormatiku!"

Uap panas mengepul dari hembusan napas. Ia berputar-putar di angkasa, pada ruang kosong tanpa gumpalan awan. Membumbung ke langit, nyaris tak tampak. Lalu warna merah menyala terlihat meluncur cepat dari atas, menukik menuju Milind dan Vurna.

"Awas, Milind!"

"Ya, aku tahu!"

"Dia tak pernah bisa dipercaya!"

❄️💫❄️

Tala meluncur ke arah Milind.

Melepaskan semburan api. Bola menyala sebesar bukit terlepas dari rongga mulut, menggulung musuh!

Terkejut, pijakan Milind goyah, terhuyung dari tempatnya berdiri menunggang angin. Tubuhnya meluncur cepat ke bawah, sebelum sempat merapal mantra dan menciptakan pusaran angin yang lain.

"Miliiind!" Vurna berteriak, mengejar. Tanpa sadar menjadi tameng yang menghalangi antara Tala dan panglima Wanawa.

"Vurnaaa!"

Tubuh Vurna banna Jaladhi, tergulung bola api, bagai bunga mekar merona dalam limpahan cahaya matahari.

Milind melempar mantra Wanawa ke arah Vurna, namun mantra itu tak dapat melindungi sahabatnya secara utuh sementara tubuhnya sendiri sedang limbung mencari perlindungan. Ternganga, Milind hanya dapat menyaksikan Vurna menatapnya dengan mata terbuka seolah meminta pertolongan. Gambaran teriakan penuh derita dan rasa sakit tak terjabarkan, terlihat dalam pandangan sayu Vurna walau sang panglima berusaha menghunuskan pedang trisula dari pinggangnya. Beberapa detik tubuh Vurna menggeliat, melengkung aneh, berupaya menggapai ke arah Milind yang berusaha meraihnya.

"Panglima Vurnaaa!!!"

Tubuh Vurna layu.

Bersamaan Milind yang bergulung di langit mencari pijakan.

"Aku mendapatkanmu, Milind!" sebuah suara tetiba berada di dekatnya.

Tubuh Milind mendapatkan penyangga.

Ia berada di atas kuda bersayap putih, berpelana logam berukir dengan mahkota dan penutup sendi keemasan.

"Go…sha?" bisik Milind gemetar. Terengah. Tubuhnya kaku dan tegang. Tak percaya pada serangan singkat yang mematikan dan berakibat fatal.

"Sesuai perkiraanku!" Gosha mencoba tenang. "Ini akan menjadi perselisihan paling hebat bagi wangsa kita ketika harus berurusan dengan Tala."

"Vurna! Dia…"

"Biarkan kubah pelindung ratu membawa Vurna ke Aswa," tegas suara Gosha.

Ribuan prajurit Aswa, kuda-kuda bersayap membentengi Milind dan Gosha.

Delapan prajurit Aswa memanggul kubah pelindung, memasukkan tubuh Vurna ke dalamnya dan bergerak cepat menuju kerajaan awan.

"Kau membawa anak buahmu untuk mati, Gosha!" bentak Milind.

"Tak ada pilihan lain! Kau lebih baik naik ke punggungku dan kita bertarung bersama melawan Tala!" Gosha berkata. "Pusaran anginmu tak akan mampu melawan keganasan Tala di atas sini. Langit dan awan adalah wilayah Aswa!"

❄️💫❄️

Milind merasakan tubuhnya menggeletar menahan amarah dan kepedihan.

Semuanya terjadi begitu cepat.

Seharusnya ia bisa melindungi Vurna. Seharusnya ia lebih berhati-hati dan waspada! Mengapa ia selalu berpikir bahwa Tala akan dapat diajak bekerja sama dan tak akan pernah mengkhianati mereka? Milind selalu berpikir Tala adalah raja hebat dan mulia yang sama bermartabatnya dengan Vanantaara ataupun Shunka.

Ia menyumpahi dirinya sendiri. Mengapa tak belajar dari sejarah masa lalu ketika Kundh menyerang Aswa?

Tala tak segan membunuh siapapun dan sangat ringan mencederai perjanjian.

❄️💫❄️

"Kau ingin membunuhku, Milind?" tanya Tala sembari mengumbar tawa.

Kemarahan menguasai Milind. Ia bahkan merasakan jemarinya bergemeretak hingga tak sanggup menyentuh pedang Dahat dan Tanduk dalam genggaman kokoh. Walau tak tersentuh api, tubuh Milind serasa tercebur bola api panas yang membakar Vurna. O, apa yang akan dikatakannya pada Raja Jaladri dan Ratu Jaladhini? Bagaimana ia menyampaikan berita buruk bagi kerajaan laut Jaladhi?

Milind menggigit hulu pedang Dahat kuat-kuat : kebiasaannya saat berusaha mengatasi diri sendiri. Ia harus berpikir jernih. Harus! Membunuh Tala mungkin dapat dilakukan walau tak mudah. Tapi bagaimana cara membuatnya mau bersama-sama membuka kunci penyimpan pusaka yang dibutuhkan? Gelombang Hitam atau Madhakarma membutuhkan kekuasan dahsyat untuk menghalaunya.

"Aku tak ingin membunuhmu, wahai Raja Tala," Milind merasakan suaranya dipenuhi getar kemarahan. Kata 'hamba' telah beralih menjadi aku.

"Setelah aku membunuh temanmu, Vurna?" Tala berusaha menyudutkan dan membakar amarah Milind lebih hebat.

Jemari Milind memegang hulu pedang Dahat dan Tanduk kuat-kuat. Ia rasakan pangkal pedangnya seolah melumer dalam panas kemurkaan.

"Kalaupun ia tak mati, Vurna tak bisa lagi menjadi panglima," ejek Tala.

Milind memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang.

"Vurna mungkin mati, Raja Tala," suara Milind mulai tenang. "Tapi Jaladhi tak akan kekurangan sosok hebat yang akan menggantikannya."

Tala tertawa terbahak-bahak.

Guntur dan petir bersahutan. Halilintar menggoncang angkasa dan pilar-pilar Aswa.

"Dan bagiamana denganmu sendiri, Raja Tala?" Milind mencoba menyerang balik. "Tuan punya pengganti Kundh? Apakah panglima yang sekarang lebih baik, ataukah putra-putra ratu Gayi dan Nagen yang akan menjadi panglima lalu mati seperti Vurna?"

Tala berteriak.

Terbatuk.

Menyemburkan bola api.

Puluhan prajurit Aswa tergulung dalam panas.

Kristal-kristal senjata dilemparkan ke arah Tala, yang langsung mencair jauh sebelum mengenai ujung kulitnya.

"Lawan kami kalau kau memang punya nyali!" Milind berdiri tegak dan anggun di punggung Gosha.

"Milind! Jangan gegabah!" Gosha berseru khawatir.

"Kau lindungi aku dari jauh, Gosha! Siapkan panah-panah kristal terbaikmu!"

Mantra penunggang angin telah dipulihkan dan Milind siap menghadapi sang raja naga!

Milind mengejar Tala, mengucap mantra Wanawa hingga tubuhnya membesar berkali lipat. Naga Tala masih jauh lebih besar, tapi tubuh Milind seimbang dengan ular di depannya. Ia menatap mata merah raksasa.

Ia melayang di hadapan Tala.

Tepat di depan matanya.

"Aku tahu kelemahan Paduka, Raja Tala!" bentak Milind. "Jangan pernah berpikir bisa membakarku seperti yang Paduka lakukan terhadap Vurna. Ratu Laira telah memberitahu semua kelemahan Paduka padaku dan Gosha."

Tala meraung keras.

Berputar-putar di angkasa. Melingkar-lingkar. Menciptakan badai angin yang menghalau pasukan Aswa hingga sebagian besar terhempas ke gulungan awan-awan.

"Kau mengancamku?!" Tala berteriak sembari tertawa panjang.

Pertarungan panglima Milind dan Tala hal Vasuki tak terelakkan. Naga raksasa bersayap, dengan lidah menjulur dan ekor gada berusaha menyerang Milind secara membabi buta. Semakin marah, semakin melemah kekuatan.

Bola api yang ke luar dari mulut Tala memang mengejutkan.

Tapi bukan itu satu-satunya kemampuan rahasia Tala.

❄️💫❄️