webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
279 Chs

●11.000 Tahun Silam (2)

Wangsa Pasyu?

Bukan hanya Milind yang terkesiap.

Vurna, Rakash dan Kavra pun demikian.

Hidangan diedarkan berikut minuman. Para penyanyi bermain musik di tangga-tangga pepohonan. Lampu-lampu gemintang di persiapkan para pelayan yang menandakan, pertemuan hari itu akan berlangsung hingga larut malam.

Vanantara, menyambut langsung para raja wangsa Pasyu yang datang tepat waktu melewati gerbang-gerbang utama. Bahkan sang raja tak memerintahkan Milind atau salah satu pembantunya menyambut.

❄️💫❄️

"Kuucapkan penghormatan paripurna bagi sahabat dan sekutu wangsa Akasha : wangsa Pasyu yang jaya dan memiliki kekuatan dahsyat. Selamat datang sahabat kami Raja Shunka hal Aswa, pemimpin para penunggang bumi. Raja Ame hal Paksi, pemimpin para penunggang angkasa. Raja Tala hal Vasuki, pemimpin para penjelajah bumi dan Raja Rohid hal Mina, pemimpin para penjelajah lautan.

Telah kami siapkan singgasana bagi para raja sekalian untuk menikmati hidangan dan perbincangan."

❄️💫❄️

Berbeda dengan penyambutan para raja wangsa Akasha, gerbang khusus disiapkan pasukan Vanantara untuk menyambut raja Shunka hal Aswa. Gerbang besar yang berada di kubah kerajaan, menghadap angkasa raya. Sesosok tubuh hadir, surainya lebat dan lembut tertiup angin. Mata cemerlangnya terlindung di balik mahkota keemasan yang melindungi kepala. Pelindung berukir indah tersemat di persendian keempat lutut yang menyangga tubuh perkasa. Kedua sayap dengan bulu-bulu halus mengembang saat terbang dan menguncup ketika tiba di depan panggung raja-raja Akasha.

❄️💫❄️

Gerbang lain yang juga berada di udara disiapkan bagi raja Ame hal Paksi. Berparuh tajam, dengan mata kecoklatan yang cerdik dan teliti. Bersayap lebar dengan bulu-bulu berkilau legam keemasan. Berbeda dengan golongan Aswa yang berkaki panjang dan kuat, Paksi berkaki pendek dengan kuku-kuku kuat yang siap mencabik. Ame hal Paksi mengepakkan sayapnya yang megah di gerbang kubah, menurunkan kecepatan di depan raja-raja Akasha dan menguncupkan sayap kemudian.

❄️💫❄️

Gerbang kebiruan yang menghadap ke arah lautan terbuka, menghadirkan sosok anggun dalam lilitan jubah air warna safir. Gerakannya gemulai, mengalir lembut melewati pintu tanpa membasahi lantai-lantai pijakan dan para peserta perayaan. Sirip-sirip lebar nan panjang mengayun lembut, membentuk gerakan menari sebelum menguncup di hadapan panggung. Matanya berkedip-kedip, mahkota bertahtakan kerang dan mutiara menghias kepala.

"Selamat bergabung, Yang Mulia Rohid hal Mina," Vanantara tersenyum lebar.

"Kebanggaanku bertemu dengan raja Wanawa wangsa Akasha," Rohid memeluk raja-raja Akasha dan juga sekutu wangsa Pasyu. "Apa kita masih menunggu?"

"Ya," Vanantara mempersilakan raja-raja Pasyu duduk di singgasana.

Berbeda dengan empat raja wangsa Akasha yang duduk dalam satu panggung di atas singgasana masing-masing; wangsa Pasyu menempati singgasana tak jauh dari gerbang masing-masing di pintu kubah besar. Tiga raja wangsa Pasyu mengamati sekeliling yang semarak gemerlap dengan pandang mata berbinar, walau tampak berhati-hati. Shunka hal Aswa dan Ame hal Paksi bertahta di singgasana yang terlihat mengambang, terbang, tepat di gerbang kedatangan mereka tadi. Rohid hal Mina berda dekat di gerbang biru, yang menghubungkannya langsung dengan lautan lepas.

Satu raja Pasyu masih dinantikan kehadirannya.

❄️💫❄️

Gerbang hitam berkilau yang berada tepat di titi tengah kubah masih tertutup.

Mata para raja mengarah ke sana, namun tak tampak tanda-tanda kehadiran. Apakah ia berhalangan? Sakit? Atau tak berkenan hadir?

Vanantara memerintahkan para pelayan untuk menyajikan hidangan dan minuman. Raut wajahnya tampak sedikit gundah. Ia tak ingin memulai pertemuan penting tanpa kehadiran seluruh sekutunya. Namun menunda-nunda perbincangan penting demi sesosok raja yang belum hadir, seolah meremehkan mereka yang telah tiba di pertemuan tepat waktu.

"Adakah di antara kalian, Sahabatku Raja-raja Wangsa Pasyu yang mengerti? Mengapa Tala hal Vasuki belum tiba?"

"Tidak," Shunka hal Aswa menggeleng tegas.

Vanantara menoleh ke arah angkasa di seberang Shunka hal Aswa, tempat Ame hal Paksi bertahta. Wajah Ame sempat berkerut sesaat sebelum menjawab dengan isi yang sama, "Aku tak mengerti, Rajaku Vanantara."

Rohid hal Mina, yang duduk tenang di singgasana biru, berdehem kecil.

"Apakah Tuan telah mengirimkan pesan juga kepada raja Tala hal Vasuki?" tanya Rohid.

"Ya," Vanantara mengangguk. "Aku mengirimkan pesan yang sama kepada Tuan-tuan sekalian."

"Apakah Tala hal Vasuki mengabarkan kalau ia akan hadir atau mengirimkan seseorang yang penting sebagai pengganti?"

Vanantara terdiam sejenak, berpikir. Wajahnya sekilas melayang ke arah Milind yang juga tengah menatapnya penuh tanda tanya. Milind segera menundukkan kepala penuh hormat ke arah Vanantara.

"Ia tidak memberikan kabar apapun kepadaku," Vanantara menegaskan.

Shunka, Ame dan Rohid saling berpandangan.

"Ia tidak menjawab ya atau tidak, juga tak mengirimkan duta pengganti," Vanantara menjelaskan. Ia menarik napas panjang.

Jika ia akan menyampaikan sebuah berita penting, apakah Tala hal Vasuki harus terlibat? Apakah pertemuan ini harus ditunda sembari menunggu seluruh raja wangsa Akasha dan wangsa Pasyu berkumpul semua? Ataukah pertemuan ini sebaiknya terus digelar, hasil akhirnya barulah diteruskan ke raja Vasuki? Apakah ini tidak akan melukai harga diri Tala hal Vasuki dan mengancam persatuan menuju perpecahan? Namun, mengabaikan enam raja, tujuh termasuk Vanantara; juga bukan hal yang bijak. Seolah Tala hal Vasuki kedudukannya melebihi Jaladhi, Gangika, Wanawa, Girinya dan wangsa Pasyu sendiri.

Vanantara memutuskan, ia akan menggelar rapat penting tanpa kehadiran Tala hal Vasuki.

❄️💫❄️