webnovel

Silver Dynasty | Dinasti Perak

Pangeran Akasha. Jelmaan Pasyu. Pasukan Hitam. Entitas tak tampak : Mandhakarma yang keji. Tetiba dunia jungkir balik di hadapan Silva yang sedang berjuang mengatasi hidupnya yang kacau balau. Setelah 11.000 ribu tahun dunia dihancurkan tiga wangsa yang berseteru, hanya dua bulan waktu yang tersisa memecahkan mantra kuno milik Wangsa Akasha dan Pasyu! ______ Ribuan tahun silam, dunia dipimpin empat Wangsa Akasha yang sakti dan empat Wangsa Pasyu yang perkasa. Milind, panglima muda yang tampan dan ulung dari Akasha, mengawal kejayaan wangsa bersama tujuh pemimpin lainnya. Kehidupan damai penuh pesona, limpahan kekayaan dan kehidupan penuh martabat. Kecuali, bagi Wangsa Ketiga, budak Nistalit yang terpaksa menghamba. Kehidupan tetiba berdiri di jurang kemusnahan ketika Mandhakarma, kekuatan Gelombang Hitam, menyapu wilayah Akasha dan Pasyu dengan ganas. Satu-satunya penyelamat kejayaan para wangsa adalah unsur perak yang hanya dapat ditambang oleh para Nistalit. Nami, seorang budak perempuan Nistalit, menjadi tumpuan wangsa ketika keahliannya diperlukan untuk menemukan unsur perak. Hanya ada dua pilihan : memperbaiki hubungan dengan Nistalit ataukah membiarkan dunia dikuasai Mandhakarma. Ketika sebagian Akasha dan Pasyu terpaksa menjalin kerjasama dengan Nistalit, mereka memelajari hal-hal indah yang belum pernah dikenal sebelumnya : cinta dan harapan di tengah-tengah derita dan pengorbanan. Mandhakarma dan sekutunya, tak ingin membiarkan ketiga wangsa menguasai dunia; tidak di masa dahulu, tidak juga di masa kini. Perak, sebagai senjata pamungkas, tetiba menyusut dengan cepat justru ketika manusia sangat membutuhkannya. Sekali lagi, ketiga wangsa diuji untuk mempertahankan dunia dengan cara yang pernah mereka lakukan ratusan abad yang silam. ______ Cara membaca : ●Judul : kisah ribuan tahun silam Judul ( tanpa tanda ● di depan) : kisah di masa kini

lux_aeterna2022 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
279 Chs

● Pilihan Sulit

Milind, merasakan suasana hening yang pedih dan menyakitkan terbentang antara Gosha dan Yami.

"Gosha," Milind menegaskan. "Undangan Putri Yami bukannya tanpa alasan. Kehadiranmu sangat dibutuhkan. Aku ke mari siang ini bukan untuk kepentingan Putri. Wanawa membutuhkan penasihat andal, dan kau sosok yang paling tepat."

Gosha tersenyum kecil, "Tetiba kau mengangkatku menjadi penasihat? Kau mengasihaniku, Milind?"

Milind menggeleng tegas, "Sama sekali tidak! Tak ada satu sosokpun di Wanawa yang bisa mengasihani panglima hebat sepertimu. Kau punya pengalaman berharga di medan peperangan, terutama menghadapi Mandhakarma dan Vasuki! Belum lagi, pengalamanmu mendampingi Raja Shunka dan Ratu Laira. Wanawa membutuhkanmu, Gosha!"

Gosha memandang Milind, keraguan dan keinginan bercampur di matanya.

"Gosha, dengarkan," Milind memohon. "Perayaan Andarawina berbeda dengan pesta peresmian Bendungan Gangika dan pengumuman perjodohan Kavra. Paduka Vanantara ingin mengumpulkan sekutu, ingin mengesankan kepada musuh betapa kuatnya ikatan Akasha Wanawa dengan kerajaan-kerajaan yang terpercaya. Kau, menunjukkan Aswa masih berdiri teguh! Walaupun kerajaanmu sebagian telah porak poranda!"

Gosha tampak merenung dalam, terpekur, tenggelam dalam arus berpikirnya sendiri.

Yami menatap Milind penuh rasa terima kasih. Begitu merindukan saat-saat seperti ini, yang dulu sering dilakukan bersama. Bercakap bersama Gosha, ada Milind dan Nisha di sisinya. Betapa peperangan melawan Mandhakarma telah banyak merebut keindahan dan kedamaian.

Gosha, merasakan dukungan Milind menenangkan dan membangun kembali rasa percaya dirinya.

"Beri aku waktu berpikir," Gosha berkata.

"Tentang apa?" Milind menegaskan.

"Tentang menjadi penasihatmu."

"Undangan Putri Yami, kau terima, bukan?"

Gosha tersenyum, "Kau ahli memengaruhi pihak lain. Aku sulit menolakmu."

Milind menepuk hangat kedua pundaknya, tertawa lepas.

Siang itu, kesepakatan undangan Andarawina telah menemukan titik temu. Wajah Yami yang pucat, kembali berseri. Kebersamaan dalam kebahagiaan begitu cepat terasa. Walau Gosha dan Yami tak menginginkan siang cepat berlalu, tugas masing-masing begitu banyak untuk ditunaikan. Milind dan Gosha mengantarkannya ke luar bilik.

Nami menoleh mendengar langkah kaki. Yami mendekat ke arahnya, tersenyum lebar dan bercahaya. Senyum yang menulari Nami seketika.

"Hamba senang sekali melihat Putri tersenyum seperti ini," Nami memuji tulus.

Yami memegang lengan Nami, meraih jemarinya dan menggenggamnya. Wajahnya menunduk, air mata menetes membasahi punggung tangan Nami.

"Terima kasih telah melindungi Gosha dan gerbang Aswa, Nami," bisik Yami.

Nami menahan napas. Membalas genggaman tangan Yami dengan lembut.

Ucapan Vanantara melintas.

"Tugas utamamu adalah melindungi kedua putriku. Keselamatan mereka dan segala sesuatu yang terkait dengan diri mereka," titah tegas sang raja. "Bahkan ketika kau harus mengorbankan dirimu dan kepentinganmu! Aku menjaminmu dengan tiga janji utama. Satu sudah kau minta : pemukiman bagi Nistalit."

Nami ingin menghapus airmata di wajah ayu itu, Gosha terlebih dahulu mengulurkan saputangan yang disambut Yami dengan tersipu. Binar di wajah Yami memancar ke sekitar. Nami dapat merasakan debar kebahagiaan, yang turut menghangatkan hatinya.

"Jaga baik-baik Putri Yami, Prajurit Nami," Gosha berpesan, seolah menitipkan permata mutu manikam.

"Siap, Tuan Gosha!" Nami tersenyum lebar menatap wajah tampan berambut keperakan di hadapannya, memberikan hormat yang dalam. "Putri Yami sangat baik pada semua, termasuk pada Nistalit. Yang Mulia sangat memikirkan segala sesuatu, termasuk kesejahteraan para prajurit."

Gosha tertawa mendengar jawaban Nami.

"Apa menurutmu, aku perlu mengantarkan Putri Yami kembali ke Girimba?" Gosha mengedipkan mata.

Wajah Nami memerah. Sindiran Gosha telak, membuatnya malu. Yami, yang tak mengerti arah pembicaraan menyangkal.

"Aku hanya bisa memberi tumpangan pada Nami, Gosha," wajah sang putri pun bersemu rona. "Aku tak bisa mengajakmu."

"Tak mengapa, Putri," Gosha berkata lembut. "Hamba pun bingung bagaimana cara mengantarkan Prajurit Nami kembali, bila Putri Yami bersama hamba."

Mimik lucu tampak di wajah Gosha menoleh ke arah Nami yang terlihat salah tingkah. Cukup sekali menunggang angin bersama Milind! Kecuali pertarungan, Nami akan benar-benar menolaknya.

Gosha merasakan cengkraman keras di lengannya.

"Kenapa, Milind?" tanyanya, berlagak tak tahu menahu.

"Masih ada yang ingin kubahas denganmu, biarkan Putri Yami kembali," Milind mengabaikan godaan Gosha.

Tenang dan sopan, Nami memberikan hormat pada Milind dan Gosha. Pandangan Milind yang sekilas bagai belati Kavra dan Sin yang membelah hatinya menjadi irisan kecil.

"Tugas utamamu melindungi kedua putriku dan segala hal yang berkaitan dengannya!" perintah Vanantara terngiang.

❄️💫❄️

Persiapan perayaan Andarawina berlangsung cepat dan diupayakan sederhana walau tetap meriah. Rencana itu menjadi undangan terbuka bagi segenap rakyat Wanawa dan seluruh jajaran keluarga kerajaan, bangsawan, pejabat, pandhita dan seluruh prajurit. Undangan khusus dan resmi bagi kerajaan sahabat telah terkirim, Wanawa menunggu dengan harap-harap cemas. Perayaan dapat diwakili oleh raja dan ratu, atau pangeran dan putri. Setiap kerajaan hanya dapat mengirimkan dua perwakilan.

Di tengah-tengah kesibukan, Milind mendapatkan panggilan khusus dari Giriwana untuk menghadap. Setelah beberapa kejadian, Giriwana dan Girimba seolah terpisah sangat jauh. Padahal sebelumnya, kerajaan Giriya yang menjadi pemisah terasa hanya seperti garis tipis. Setiap kali rindu, Milind akan menunggang angin mengunjungi Vanantara, demikian pula sebaliknya.

Milind merasakan keterasingan saat menjejakkan kaki di istana Vanantara.

Sang raja memeluknya erat dan lama, mengelus punggungnya berkali-kali.

"Aku sangat merindukanmu, Milind," suara Vanantara terdengar sayu dan lelah.

Milind membalas pelukan erat Vanantara, merasakan hatinya mengutuk diri sendiri. Apakah ia begitu jahat telah mencurigai Vanantara seperti yang disarankan Kavra?

Kedua tangan Vanantara memegang wajah Milind, mengamatinya seksama, "Kau terlihat kurus dan letih."

"Paduka terlihat banyak beban pikiran," Milind berkata prihatin.

Vanantara membimbing Milind menuju ruang tamu khususnya. Mempersilakan duduk dengan penuh rasa kasih.

"Bagaimana Yami dan Nisha?"

"Kedua putri dalam keadaan baik."

"Calya? Apakah ia masih sering berkunjung ke Girimba? Gosha, bagaimana ia?"

"Putri Calya atau Panglima Jagra secara rutin berkunjung ke Girimba untuk bertukar pikiran dengan hamba, kedua putri atau Gosha. Gosha adalah sahabat hamba dalam melakukan banyak hal.""

"Para hulubalangmu? Mereka dapat diandalkan?"

"Wulung dapat menjalankan tugasnya dengan baik, Baginda. Begitupun hulubalang yang lain."

Vanantara terdiam sejenak, "Nistalit? Bagaimana mereka?"

Milind menarik napas sejenak.

"Nistalit," ujar Milind perlahan, "mereka pekerja keras dan setia."

Vanantara mengangguk.

"Milind, ada hal-hal penting yang akan kusampaikan padamu, terutama terkait perayaan Andarawina. Perayaan yang bukan sekedar menghamburkan kemewahan, tapi upaya kita mengokohkan ikatan persahabatan."

Milind menyimak baik-baik.

"Dalam acara itu, Wanawa akan semakin mengukuhkan diri sebagai salah satu kerajaan terkuat," Vanantara menjelaskan sembari menuangkan minuman dalam cawan. Menyodorkannya ke arah Milind, "Kekuatan kita akan memberikan harapan pada kerajaan-kerajaan lain yang tengah melemah karena serangan Mandhakarma."

Vanantara membiarkan Milind menyesap habis minuman.

"Kau akan mendampingi Nisha dalam acara itu, bukan?"

Milind memberikan hormat yang dalam, "Hamba akan menjaga perayaan sebaik mungkin berserta seluruh hulubalang dan prajurit."

"Kau akan mendampingi Nisha sebagai penjaga istimewanya? Kau tahu maksudku, Milind?"

Milind menunduk sesaat, teringat sumpahnya untuk menjaga Wanawa dengan segenap daya upaya. Menjaga Vanantara dan seluruh keluarganya.

"Hamba akan mendampingi Putri Nisha, Baginda."

"Kau tidak berpikir tentang gadis lain, bukan?" selidik Vanantara.

Milind nyaris tersedak.

"Apa yang Paduka maksudkan?" suara Milind sedikit tertahan.

"Aku selalu khawatir kau jatuh cinta pada gadis lain," desah Vanantara.

Milind menundukkan pandangan, tak mampu menjawab. Menepis segera bayang sebuah wajah yang menyeruak tetiba.

Vanantara memandang cawannya yang masih penuh, memutar-mutarnya, menyesap minuman perlahan.

"Aku memikirkan Yami," Vanantara beralih pembicaraan, membuang napas berat, "siapa yang akan mendampinginya secara istimewa dalam perayaan Andarawina."

Milind hampir saja mengucapkan nama Gosha.

"Bagaimana pendapatmu jika Yami dan Panglima Rakash banna Giriya berpasangan?"

Cawan di genggaman Milind bagai retak karena begitu kuatnya cengkraman.

Wajah Gosha dan Yami melintas di benak.

"Yami harus mendapatkan jodoh yang dapat menguatkannya menjalankan kerajaan ini. Dahulu, aku sempat berpikir tentang Panglima Kavra, tetapi ia telah dijodohkan dengan Putri Padmani."

Ancaman Tala hal Vasuki masih tersimpan rapi di benak, bertalu di telinga.

"Bagaimana jika kau menikahi salah satu bangsawan Giriya, Milind?" ucap Tala. "Aku bisa memaksamu melakukannya!"

Milind menggertakkan geraham. Ucapan Tala seolah terwujud demi sedikit.

Teringat pertemuan Vanantara dan Tala di Gangika. Apakah Tala mengancam Wanawa?

Tubuh Vanantara melemah, keinginan anehnya memasangkan Yami dengan golongan Giriya atau Gangika. Mengapa tak terpikir untuk menjadikan Jaladhi sebagai anggota keluarga? Panglima Bahar sangat pantas untuk menjadi pendamping, walau Milind sangat menginginkan Gosha.

O, Gosha.

❄️💫❄️