Rabu, 19 Mei 2019 tertanda pada layar smartphoneku. Bukankah syal itu sangat cocok dengan warna rambutmu? Dua kali tap pada postingan di instagram, akhirnya aku merasa lega tuk berangkat bekerja. Angin pagi begitu dingin menusuk tulang. Instingku memakai jaket telah menyelamatkanku dari udara yang tak ramah ini. Sama halnya dengan orang-orang di jalanan berjalan begitu cepat tanpa saling tegur sapa—mungkin sang angin membawa kesedihan bagi mereka.
Tak hanya angin pagi—semua orang di pabrik kertas bersikap dingin kepadaku. Pandangan sinis tertuju padaku, seakan aku ini seorang najis. Atsmofer terasa menjadi berat, sebenarnya ada apa ini?
"akhirnya kau datang juga Alice!" dengan nada tinggi Leo menyapaku
"yaaa—aku sudah datang ada apa ini ramai-ramai?" namun tak seorang pun menganggapku, hanyalah dekapan Mawar yang menjadi jawaban. Dibalik pelukan ia berlinang air mata, aku menjadi semakin tidak paham, atau memang aku yang kurang peka.
"Alice—seharusnya kau cerita padaku, jangan begini caranya! Bukankah kita ini teman?" rengek Mawar
Masalah? Masalah apa? Aku sama sekali merasa tak mempunyai masalah, justru kalianlah yang bermasalah
"percuma saja kau simpati padanya Mawar—dia itu serigala berbulu domba. Tega-teganya kau selama ini berpura-pura menjadi teman kami, dan sekarang kau malah menjatuhkan kami!" bentak Leo
"hoooii-hooiii… kata-katamu itu sudah berlebihan Leo, sebenarnya apa yang kulakukan sehingga membuatmu marah?" sangkalku
Minimnya informasinya yang kuterima adalah kelemahanku. Beruntungnya ada seseorang yang mau menjelaskan situasi yang lebih detail kepadaku—yaa dia adalah sang direktur Pak Claude. Beliau menjelaskan bahwa perusahaan telah kehilangan uang sebesar sepuluh juta rupiah, lantas beliau menanyakan keberadaan uang itu kepadaku.
Sangat tegas aku menjawab tidak tahu keberadaan uang yang hilang, apalagi aku baru saja tiba di kantor.
Sayangnya, beliau tak mengindahkan jawabanku, menuduhku sebagai orang tidak bertanggungjawab, "bukankah kamu admin magang di perusahaan ini? Sungguh… sangat tidak bertanggung jawab alasanmu itu nona Alice"
"apaaaa? Jadi anda menuduhku hanya karena saya menjabat sebagai admin magang di sini?"
"aku tidak bermaksud menuduhmu Alice, tapi yang mengetahui semua perputaran uang di sini adalah admin bukan?" jawab logika Pak Claude
"yaaaa… baiklah aku mengerti sekarang, kalian melimpahkan semua kesalahan padaku, tapi apa ada buktinya?"
Kemudian Pak Claude memerintahkanku untuk membuka kunci lokerku. Semua orang menduga bahwa aku telah menyembunyikan uang itu di loker milikku, nyatanya saat dibuka apa yang di dalam loker hanya sekumpulan kertas arsip.
Tak berhenti di situ, serangan kedua dilancarkan kepadaku, Pak Claude menyuruh Rose menggeledah tasku. Aku sempat berontak karena ini adalah privasi. Satu bentakan dari Pak Claude menyiutkan nyaliku untuk menolak lebih jauh perintahnya.
"ini bukann saatnya peduli dengan barang bawaan wanita yang ada di dalam tasmu—aku hanya ingin uangku!" tutur Pak Claude dalam muka merah padam.
Dengan berat hati aku menyerahkan tasku untuk diperiksa.
"baiklah—cukup tau, aku sangat paham orang macam apa dirimu" ucap Pak Claude usai puas menggledah isi tasku.
Yaaa… beliau mengambil uang sepuluh juta di dalam tasku dan mengangkatnya di depan umum. Aku sudah tak bisa mengelak lagi, lebih dari ini aku akan menjadi pembual.
"memang uang itu ada di dalam tasku, lantas kenapa? Bukankah wajar saya sebagai admin menyimpan uang perusahaan di dalam tas?"
"yaaaa… berarti kau melalaikan tugasmu? Kenapa kau tidak menyetor uang itu ke bank? padahal kau kemarin di kantor seharian hingga malam hari. Perusahaan manapun akan melarang seorang karyawan membawa uang perusahaan sampai pulang, setiap usai pembuatan laporan maksimal sore hari uang harus di setor ke bank, itu adalah hal yang mutlak! Bukankah berarti memang kau berniat mencuri uangnya?" kata Pak Claude
"sebenarnya apa masalahnya? Uangnya pun tidak hilang—masih ada di tasku, hal seperti ini tak perlu dibesar-besarkan lagi!" balasku
"dasar anak muda zaman sekarang memang tak memiliki rasa tanggung jawab! Ada pepatah mengatakan sedia payung sebelum hujan. Kau tau artinya bukan? Lebih baik bersiaga sebelum masalah itu datang! Yaa—benar sekali memang ini belum termasuk kasus pencurian karena uangnya pun sudah ditemukan dan kau juga mengakuinya, jadi aku tak perlu melaporkan kepada polisi. Tapii… aku sudah tidak mempercayaimu lagi untuk magang di sini, begitu pula dengan Mawar, Ringgo, dan Leo. Kalian dinyatakan gagal magang di perusahaan kami" jelas Pak Claude
"hoooi-hooiii… bukankah ini terlalu berlebihan? Baiklah aku mengakui kalau aku salah, tapi hanya aku saja yang gagal bukankah sudah cukup? Tak perlu melibatkan teman-temanku?" jawabku
"pemikiranmu memang dangkal nona! Kerjasama dilandaskan pada kepercayaan, jika kau sudah tidak dapat dipercaya, bagaimana aku bisa mempercayai rekanmu? Sama halnya kalau aku hanya memecatmu, bagaimana selanjutnya jika teman-temanmu yang akan mencuri? Kalian kan dari tempat yang sama? Sekarang—kalian semua pergilah aku tak ingin melihat wajah kalian lagi! Aku sudah mengirim surat peringatan kepada SHS"
"sudahlah… Alice tak perlu berdebat lagi ayoo kita pergi" kata Ringgo yang melewatiku
Ini bercanda kan? Heeii seseorang katakan kepadaku jika ini bercanda? Karena salahku teman-teman juga menanggung akibatnya. Aku benci ini—apa yang harus aku lakukan? Kelompok kami telah gagal dalam magang ini. Itu artinya kami akan dikeluarkan dari SHS? Bagaimana nasib kami-akankah kami akan jadi pengangguran? Itu hal yang memalukan, kalau aku mungkin bisa bertahan… tapi bagaimana teman-teman? Baiklah mulai sekarang aku harus mencari info lowongan pekerjaan, dan mengajak yang lain untuk bekerja.
Saat aku keluar ruangan aku melihat Mawar yang jongkok sambil menangis.
"bagaimana ini? Bagaimana aku menjelaskan kepada orang tuaku jika aku di DO dari SHS? Aku tak bisa mewujudkan keinginan mereka untuk menjadi seorang pengacara" ratap tangis Mawar kepada Leo
"sudahlah… tenanglah dulu Mawar, mungkin pihak SHS akan mengerti setelah kita menjelaskannya" kata Leo
Saat itu aku merasa tertekan, dan berusaha menghibur Mawar. Tapi saat mengulurkan tanganku—dia malah menamparku lalu berlari pergi.
"Lihatlah hasil perbuatanmu Alice! Sudah puaskah kau!" bentak Leo
"sudahlah-jangan bertengkar yang penting kita kembali ke SHS terlebih dahulu" jawab Ringgo yang berusaha menenangkan Leo.
Kabar burung tentang kegagalan kami pun sudah menyebar luas di SHS, bagaikan trending topic di sekolah. Kami bertiga tak menghiraukan cuitan tersebut, berjalan lurus menuju ruang kepala sekolah.
"Jadi kalian sudah tiba yaa, bukankah seharusnya ada 4 orang, mana yang satunya?" ucap Pak Kepala tanpa memandang kami
"yaaa—sepertinya Mawar kurang enak badan Pak, jadi dia tidak bisa hadir pada hari ini" jawab lugas Ringgo
"ciiihh" Leo mendesis
"yaaa baiklah tak masalah. Kalau begitu bisakah kalian menceritakan masalahnya padaku? Siapa saja ayo segera bicaralah" kata Pak Kepala
"jadi kami kelompok yang tidak mendapatkan kuota magang, lalu teman kami Mawar menemukan tempat magang di perusahaan kertas. Di sana kami disebar ke dalam divisi yang berbeda antara lain: saya di bagian gudang, Ringgo di bagian pengiriman, Alice di admin, dan Mawar sebagai sekretaris. Semuanya berjalan lancar tanpa hambatan apapun, sampai Alice membuat masalah" kata Leo
"jadi begitukah? Secara umum aku sudah memahaminya, email dari perusahaan Claude juga sudah sampai kepadaku. Apa kalian tau jika gagal di progam magang ini kalian akan sulit mendapatkan pekerjaan dimanapun, karena kalian akan termasuk dalam daftar hitam" ungkap Pak Kepsek
"tidak mungkin! Sampai separah itukah? Sialan kau Alice—bagaimana tanggung jawabmu! Semua ini salahmu!" kata Leo sambil menarik bajuku
Suasana pun menjadi tegang di ruangan itu, pandangan tajam dari Bapak Kepala Sekolah yang semula memejamkan mata sudah wajar bagi kami. Inilah akhir bagi kami?
Pak Kepala menghela napas cukup panjang lalu berjalan ke arahku
"untuk itu pada hari ini aku putuskan untuk memberi kalian bintang ini. Selamaat yaaa" Pak Kepsek yang menunjukkan bintang di dalam kotak yang dipegangnya.
"apa-apa ini? Apa maksudnya bintang ini? Apa kami akan ditangkap polisi? Atau kami harus bunuh diri menggunakan bintang ini?" kata Leo yang bertanya-tanya kebingungan
"tentu saja bukan! Ini adalah reward dariku. Selamat atas kelulusan kalian" kata Pak Kepsek bersamaan memasangkan bintang di blazerku
Usai memasangkan lencana bintang pada blazer kami beliau tersenyum. Pin bintang ini bukan sekedar hiasan, namun memiliki unsur kesejarahan yang kuat mengenai asal usul Singhasari High School. Terdapat beberapa tingkatan pada setiap bentuk pin, layaknya strata dalam militer.
Lencana bintang adalah strata terendah dalam semua bentuk lencana. Secara umum terdapat tiga kelas lagi di atas lencana bintang antara lain: Ketiga, kelas hewan herbivora si pemakan tumbuhan; Kedua, kelas Omnivora si pemakan segalanya; dan nomor Satu, kelas Karnivora si pemakan daging. Jenjang yang ditempuh untuk naik ke dalam kelas berikutnya setara dengan sepuluh lencana bintang.
Tentunya dari penjelasan Pak Kepala Sekolah kami sudah menduga pin apa yang menempati posisi teratas, sesuai nama dari sekolah ini yaitu sang raja rimba—lencana singa. Hanya sang raja yang berhak mengenakan lencana singa, bukan sembarang orang yang bisa mendapatkannya.
Hal istimewa dari lencana yang diberikan oleh pihak sekolah adalah sebagai siswa kami akan lebih diprioritaskan, dan diberi fasilitas layanan VIP. Hal ini bertujuan untuk memacu motivasi semua murid supaya lebih giat belajar, dan meningkatkan skill. Namun, semuanya tak berbanding lurus, akan selalu ada seseorang tak berbakat yang dihantui kegagalan. Mereka yang gagal menjadi bahan gosip dan sasaran diskriminasi siswa lain.
Memang begitulah kehidupan—tak hanya di sekolah ini, bahkan dalam masyarakat pun demikian. Oleh karena itu, seseorang harus tetap berusaha meskipun dia mengalami kegagalan. Orang lain takkan mudah mengulurkan tangannya, mereka malah mencibir dan menertawakan kegagalan.
Keringat dan tetes air mata menjadi teman seumur hidup untuk mengejar keberhasilan. Karena keberhasilan bukanlah hal yang dicapai secara instan, melainkan butuh proses perjuangan yang sangat keras. Penuh kepahitan bagai kopi tanpa gula. Namun, itu penting! supaya kamu bisa mengetahui bagaimana manisnya keberhasilan yang dicapai, semanis gula yang ditambahkan dalam kopi nan pahit tadi.