webnovel

CHAPTER 30 : Seorang Pemimpin

Waaaahhh… hebat!!! Siapa sebenarnya paman ini? Ramai sekali rumahnya, dipenuhi banyak orang. Tunggu dulu bangunan sebesar ini gak pantas disebut rumah lebih tepatnya istana.

Paman itu hanya berbalik tersenyum melihat reaksi norakku. Beberapa orang mulai menggunjingku. Aku hendak pergi, mungkin suasana seperti ini kurang cocok denganku. Tapi paman meraih tanganku—dan melarangku, "anggap saja rumah sendiri" begitu katanya.

Banyak sekali orang yang bersenang-senang di sini. Entah berapa biaya yang dihabiskan untuk mengadakan pesta semegah ini. Tak hanya beer berbagai hidangan lezat menghiasi meja makan. Yang lebih menarik perhatianku kue perayaan setinggi dua meter itu mau dimakan atau sekedar hiasan saja? gumamku.

"ohh.. iya aku belum tau namamu?"

"namaku Jennie… ibuku biasa memanggilku Ninie"

"ternyata ibumu punya selera yang bagus… nah kupanggil Ninie saja. aku akan ke lantai 2, jika kau membutuhkanku temui aku di sana. Karena ini pesta bergembiralah… makanlah apa yang ingin kau makan, dan ambilah apa yang ingin kau ambil tak usah ragu"

Siapa sebenarnya paman ini? Kurasa dia bukan paman biasa. Aku belum pernah bertemu pria sebaik ini selain papa. Mungkin karena sifatnya yang seperti papa, aku menerima ajakannya.

Usus dua belas jariku sepertinya bergejolak. Aku akan melihat-lihat dulu, hanya enam langkah menuju meja makan. Tentu saja aku mencari yang paling ramai, mungkin itu makanan paling enak di sini. Dari aromanya saja sudah sangat sedap, ini pasti lebih dari sekedar garam dan merica.

Hewan apa itu? sepertinya dia tak memiliki daging, bagaimana cara makannya? Aku menelan ludah… menoleh ke kiri dan ke kanan. Belum ada satu yang mengambilnya, bagaimana ini sepertinya ini keliatan lezat tapi aku tak tau cara makannya.

Tangan kananku mengambilnya, rasa parnoku ini menjadi-jadi. Sepertinya tak ada orang yang memerhatikanku, mereka terlalu senang dengan pestanya. Ini adalah kesempatanku. Penciumanku tidak salah—kudekatkan cangkangny supaya lebih terasa aromanya.

Ouugghhh… benar-benar spicy

Tapi begitu keras! Aku hanya bisa menjilatinya saja. gak papalah yang penting enak tawaku dalam hati.

"bukan begitu caranya makan kepiting!" seorang perempuan menegurku.

Poker face. Hanya itulah yang bisa kulakukan untuk menjaga harga diriku. Kemudian perempuan itu mengambil satu kepiting menghancurkan capit serta cangkangnya… keluarlah daging di dalamnya—ia memakannya dengan lahap.

Aku menelan ludah lagi. Sepertinya aku sudah tau cara masuk surga, terima kasih nona. Lekas kukeluarkan daging yang bersemayang dalam capit ini. Ia mulai masuk dalam mulutku—lidah dan tenggorokanku meresponnya.

WOAAAHHH… MUUUAANNTAAABBB!!!

Aku berteriak sekencang-kencangnya, dan mengagetkan orang-orang di seluruh ruangan. Mungkin mereka berpikir terjadi sesuatu yang bahaya, hanya saja seorang gadis norak yang menyantap kepiting.

Terlalu enak dan luar biasanya makanan ini hingga aku jatuh ke belakang dan terbaring. Langit-langit rumah begitu indah, dilengkapi suara lonceng yang merdu—di sini kubahagia.

Sesuap daging kepiting masuk lagi ke tenggorokanku. Aku melotot keenakan, laggii.. lagiii.. dan lagii…

"jangan bercanda dengaku!"

Perempuan tadi malah mempermainkanku-menggodaku dengan terus-menerus menyuapiku. Dia meminta maaf dan mengulurkan tangannya. Dia mungkin sedikit jahil tapi juga orang yang baik

"namaku Soyaa… salam kenal"

"ohhh… aku Ninie salam kenal juga. Terima kasih sudah mengajariku cara memakan hewan ini"

"darimana asalmu?" kata Soyaa

"ohh.. aku dari distrik. Kalau kamu?"

"aku dari Australia"

"Australia itu dimana?"

"kau benar-benar tak tau Australia? Yaa itu suatu tempat yang cukup jauh dari negara ini"

"itu artinya kau datang dari luar negeri yaa?"

"yaaa… aku diundang dalam perayaan kemenangan tuan Aldo. Aku mendukungnya untuk mengembangkan negara yang baru"

"siapa itu Aldo? "

"eeehhh… bukannya kau datang kemari bersamanya tadi?"

"aaahhh… paman itu ya? Dia tak mengatakan namanya tadi"

Seseorang yang berdiri di balkon memotong pembicaraan kami. Dia mulai berpidato panjang lebar.

"Bergembiralah wahai rakyatku, sekarang kita menuju era baru. Revolusi nyata telah tiba. Bersama-sama kita bangun negara yang kuat, kita rebut semua apa yang menjadi milik kita dari kapitalis kotor itu. Bersama untuk satu, dan satu untuk bersama. Kita adalah saudara, tak ada perbedaan di antara kita. Perbedaan membuat kita rapuh dan berselisih. Yang kuat selalu menindas yang lemah, karena kita berbeda, karena kita minoritas mereka memperbudak kita.

Tapi sekarang! Kita adalah satu. Negara akan melindungi kita dari para orang-orang serakah. Lihatlah apa yang mereka perbuat pada bumi kita-hanya kehancuran dan kepunahan yang mereka lakukan. Mereka memperlakukan kita seperti ternak, dan sekaranglah saatnya kita menyerang balik. Aku yakin bersama-sama kita bisa menang!"

Apa yang dikatakan paman benar sekali. Kebaikan hanya berpihak pada yang kuat, dan keburukan menimpa yang lemah. Oleh karena itu, aku juga akan menjadi yang terkuat. Baik dan buruk hanyalah presepsi tapi kekuatan dan kelemahan adalah hal yang nyata. Itu terjadi dalam setiap kehidupan, kita memang tak bisa mengendalikan takdir, tapi setidaknya kita bisa meminimalisir keterpurukan dengan kekuatan kita. Karena kita tak mau kalah, karena kita kuat nasib baik akan berpihak pada kita.

Seseorang harus melakukakannya—harus menegakkan keadilan yang setara bagi semuanya. Karena tuhan hanya akan melihat saja, dia takkan ikut campur dalam urusan kami, bahkan ia membiarkan yang lemah tertindas. Buktinya ia membiarkan keluargaku mati begitu saja. Tapi tidak denganku, aku takkan membiarkannya aku akan mewujudukan dunia tanpa ketertindasan.

Negara kesatuan kami telah pecah-menjadi negara Serikat. Setiap wilayah memiliki kehendak masing-masing untuk mengatur wilayahnya. Tentu saja ini merupakan peluang besar untuk melakukan invansi. Perpecahan ini terjadi akibat negara tak mampu lagi meredam rakyat.

Kerjasama dengan pemilik modal adalah kesalahan yang pernah dibuat dalam sejarah manusia. Pemilik modal hanyalah sekumpulan orang-orang egois yang mementingkan dirinya sendiri, tanpa peduli orang lain atau lingkungan. Sudah berapa miliar orang disepelekan dan diabaikan demi keuntungan mereka. Bagi mereka yang memiliki uang kami hanyalah deretan angka yang harus dikorbankan untuk mendapatkan bonus.

Apa yang kami terima dan apa yang mereka dapatkan jauh melebihi batas bagaikan bumi dan langit. Kami hanya menikmati setetes air dari keringat yang kami keluarkan tiap harinya, tapi mereka menikmati seluruh sumber air ini tanpa ada keringat yang mereka keluarkan. Ketidakadilan ini terbukti secara nyata, tak ada jalan bagi kami selain mengalahkan mereka.

Terlebih lagi mereka tak ingin hidup seperti kami. Mereka cerdik dan busuk—mewariskan seluruh aset yang dimiliki kepada anggota keluarga, membuatnya tak jera berada selalu di puncak. Kami yang tak memiliki modal apapun bagaimana bisa bersaing dengan mereka? Apanya yang ingin mengungguli? Mengejar pun takkan bisa? Bertahun-tahun kami selalu kalah seribu langkah.

Kami baru merangkak-dan mereka sudah berlari. Apa inikah keadilan dunia ini? Bukan! Hanya dengan kita bersatu—kita dapat menggulingkan mereka! Meratakan mereka layaknya tanah.

Pidato paman masih berdengung di telingaku. Beruntung sekali aku boleh tinggal di sini. Kamar ini benar-benar sepuluh kali lebih bagus daripada tempatku sebelumnya, walaupun ini kamar bekas pembantu rumah ini.

Seperti yang disampaikan paman, aku setuju dengan pemikiran paman. Aku harus mengambil andil dalam revolusi ini. Paman sepertinya mulai membentuk kekuatan militer, dan berbagai organisasi terselubung.

Pemikiran paman ini harus disebarluaskan. Baiklah-kurasa aku akan menjadi bibir paman dalam hal ini. Akan lebih mudah jika sejak kecil pemikiran ini sudah melekat dalam hati mereka. Bagaimana dengan orang-orang dewasa yang tidak setuju? Mungkin aku akan memusnahkannya.

"Sepertinya aku akan pergi ke sekolah saja"