webnovel

SHADOW HUSBAND

Karena Papanya mengalami kebangkrutan akibat ada orang jahat yang membakar pabrik furniture mereka, bahkan dengan adanya peristiwa ini yang membuat Papa Callista jadi terkena serangan jantung. Membuat Callista akhirnya terpaksa harus menikah, dengan seorang pengusaha tampan dan kaya raya bernama Revano yang tidak dicintainya. Karena dia bersedia membantu kesulitan perekonomian keluarganya. Callista rela melakukan pengorbanan ini hanya demi kelangsungan hidup keluarganya. Walau pun sikap Revano memang baik dan sopan terhadap dirinya dalam keseharian, tetapi anehnya sejak Callista menjadi istri Revano, dia sama sekali belum pernah disentuh dan digauli sebagai sepasang suami-istri di atas ranjang olehnya. Bahkan suatu ketika dengan anehnya, Callista diceraikan oleh Revano secara agama. Lalu diminta agar menikah kontrak secara siri oleh seorang lelaki tampan dan juga seorang pengusaha kaya bernama Reinhard, dengan alasan agar bisa memiliki keturunan yang akan diakui sebagai anak oleh Revano kelak, dan semuanya itu tertulis dalam isi kontrak perjanjian pernikahan yang dibuat. Jadi semenjak saat itu secara status di depan semua orang dan catatan sipil suami Callista adalah Revano. Padahal sesungguhnya suami Callista saat ini secara siri adalah Reinhard bukan lagi Revano. Setelah berjalannya pernikahan kontrak yang mengandung banyak rahasia tersebut, ternyata Callista mengetahui bahwa Reinhard sebenarnya menyimpan sebuah dendam masa lalu dengan keluarga Callista. Sebuah intrik percintaan, rahasia besar keluarga, konflik yang sangat menarik, alur cerita yang berbeda penuh misteri, akan anda temukan di dalam novel ini, selamat membaca dengan bahagia ya.

Ifan_Tiyani · perkotaan
Peringkat tidak cukup
5 Chs

MENOLAK CINTA PERTAMA

Suasana di taman belakang kampus ditumbuhi banyak pepohonan rindang, juga aneka tanaman hias yang tampak sangat asri dan indah. Di sini juga sengaja diletakkan beberapa kursi di setiap sudut taman, yang memang diperuntukkan bagi para mahasiswa yang ingin beristirahat atau menunggu waktunya jam pembelajaran.

Di tengah taman juga terdapat air mancur kecil yang sangat cantik, yang mengeluarkan suara gemericik teratur seperti nada musik sehingga dapat memenangkan pikiran.

Di jam seperti sekarang ini suasana taman belakang kampus memang tampak sepi seperti biasanya. Mungkin karena saat ini memasuki waktu istirahat, sehingga para mahasiswa kebanyakan berkumpul di kantin atau tempat penjual makanan yang berada di sekitar kampus untuk mengisi perut mereka yang keroncongan.

Callista memilih kursi besi berwarna coklat tua yang memiliki ukiran bunga matahari, yang terdapat di bawah pohon mangga besar sebagai tempat mereka duduk untuk berbicara.

"Di sini saja ya, Kak Yusuf, sepertinya sangat nyaman sekali, tidak apa-apa 'kan?"

"Oh ya, tidak masalah Callista, di sini saja," jawab Yusuf sambil tersenyum kemudian duduk di kursi yang bersebrangan dengan Callista dan Rihana.

"Beneran nih, Kak Yusuf, keberadaan aku di antara Kalian tidak masalah? Takutnya nanti jadi mengganggu privasi Kak Yusuf lagi untuk berbicara dengan, Callista?" tanya Rihana yang seketika menyadari bahwa dirinya seperti orang ketiga saja saat ini.

"Tidak masalah Rihana, justru keberadaan kamu bagus sekali untuk menghindari fitnah yang bisa saja terjadi, jika aku hanya berbicara berduaan saja dengan Callista. Lagi pula seperti yang dikatakan di dalam hadist, jika dua orang yang bukan muhrim sedang berduaan di antara mereka akan hadir setan. Maka jika adanya dirimu, inshaallah akan mencegah semua hal buruk yang dapat saja terjadi, bukan begitu?" jawab Yusuf menjelaskan sambil tersenyum.

"Apa yang dikatakan oleh Kak Yusuf benar Rihana, kau di sini saja bersama denganku!" sahut Callista sambil memeluk lengan Rihana sambil tersenyum ceria.

Sebuah keceriaan yang memang senantiasa hadir di wajah seorang Callista, jika sedang berhadapan dengan Yusuf sejak pertama kali dia mengenalnya. Rasa kagum akan sosok Yusuf yang tampan, baik, pandai akan ilmu agama, dan juga sosok pemimpin organisasi kampus yang sangat karismatik. Sehingga membuat Yusuf jadi memiliki daya pikat yang luar biasa, dan pastinya bukan hanya seorang Callista saja yang merasakan demikian, tetapi mayoritas mahasiswi yang ada di kampus ini juga merasakan hal yang sama, sehingga Yusuf menjadi idola di kalangan kaum hawa.

"Begini Callista, sesuai dengan niat hatiku sejak pertama kali berjumpa denganmu jika kau sudah lulus kuliah. Juga karena saat ini aku juga sudah memiliki penghasilan yang cukup, maka, aku berniat menemui kedua orang tuamu untuk datang melamar, tentu saja, itu pun jika kau mengizinkannya," tutur Yusuf dengan berhati-hati tetapi penuh rasa percaya diri, sambil menatap Callista dengan perasaan cinta dan sayang.

Wajah cantik Callista yang lembut dan tadinya ceria, seketika berubah menjadi sedih bercampur terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Yusuf. Dari setiap kalimat yang disampaikan oleh Yusuf, saat ini Callista dapat mengerti apa maksudnya.

Sebenarnya sebuah ungkapan perasaan seperti ini lah, yang sudah sejak lama Callista harapkan keluar dari mulut Yusuf seorang lelaki yang sangat diidolakannya selama ini. Namun sayangnya, semua ungkapan perasaan itu datang pada waktu yang tidak tepat, karena keadaan yang sekarang sudah berubah.

Terbersit perasaan sakit, sedih, perih, seketika menyusup ke relung hati Callista, ingin rasanya saat ini dia menganggukkan kepala dan mengizinkan Yusuf untuk menemui Papanya, tetapi mengingat hal tersebut justru membuat Callista langsung menyadari bagaimana kondisi dirinya saat ini.

"Bagaimana jawabanmu, Callista?" ujar Yusuf kembali mengulangi pertanyaannya. Karena sudah cukup lama Callista hanya terdiam, seperti sibuk dengan pikirannya sendiri saja tanpa menjawab.

"Callista, jawab tuh, pertanyaan Kak Yusuf! Kok, malah bengong begitu, sih?" bisik Rihana merasa gemas sambil menyentuhkan lengannya ke lengan Callista.

"Oh-eh, i-iya, ma-maaf, Kak Yusuf, aku paham maksud pertanyaan Kak Yusuf tadi, tetapi, maafkan aku Kak, aku tidak bisa mengizinkan Kak Yusuf bertemu dengan orang tuaku sekarang ...," jawab Callista dengan suara yang pelan dan sedih sambil menundukkan kepalanya tanpa berani menatap Yusuf.

"Oh ya, tentu saja aku mengerti Callista, sebab aku dengar saat ini Papamu sedang sakit 'kan? Jadi nanti aku akan menemuinya jika beliau sudah lebih baik keadaannya," jawab Yusuf dengan cepat.

"Bukan hanya itu saja Kak Yusuf, tetapi sepertinya, Kak Yusuf tidak akan pernah bisa menemui kedua orang tuaku, dengan niat baik Kak Yusuf itu. Karena aku sudah dilamar oleh lelaki lain, dan sebentar lagi kami akan menikah ...," tutur Callista menjelaskan sambil menghela nafas perlahan.

"Astaghfirullahalazim ... benarkah itu, Callista?" ujar Yusuf tampak sangat terkejut sekali dengan jawaban Callista, seketika seluruh persendiannya terasa lemas dan hatinya terasa kecewa bercampur sedih.

"Yang benar Callista, jangan becanda deh, enggak lucu tau! Kau belum pernah menceritakan tentang hal ini kepadaku? Memang kapan kau dilamar dan akan menikah?" tanya Rihana yang juga sama terkejutnya dengan Yusuf, sepertinya dia tampak tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Callista.

"Tadi pagi Rihana, baru tadi pagi aku dilamar dan sudah menerimanya, kami akan menikah dalam minggu ini," jawab Callista sambil menatap Rihana dengan pandangan sedih.

Seketika keheningan menyelimuti mereka bertiga, sepertinya masing-masing sibuk dengan rasa terkejut dan pikiran sendiri. Beberapa menit kemudian Yusuf menguatkan diri untuk kembali melontarkan pertanyaan.

"Apakah aku mengenal lelaki itu, Callista?"

"Tidak, Kak Yusuf tidak kenal ...."

"Apakah kalian dijodohkan?" tanya Yusuf lagi. Sepertinya saat ini dia berusaha mencari sebuah peluang agar dapat menggagalkan pernikahan Callista, karena secara jujur sebagai manusia hatinya belum dapat menerima kenyataan yang sangat menyakitkan ini.

"Tidak Kak Yusuf, aku menerima lamarannya dengan ikhlas ...."

"Pasti dia seorang lelaki yang hebat dan sukses, karena tidak mungkin seorang lelaki biasa dapat menaklukkan hati seorang Callista Islami, seorang primadona kampus ...," desis Yusuf sambil tersenyum penuh kekecewaan.

"Tidak juga seperti itu, Kak ...," sahut Callista lirih, hati kecilnya dapat menangkap kekecewaan dari suara Yusuf.

"Hufff! Baiklah kalau begitu, semoga kau berbahagia bersama calon suamimu nanti Callista. Sekarang aku pulang dulu, jangan lupa kirim undangan pernikahanmu karena aku pasti akan datang, assalamu'alaikum!" pamit Yusuf dengan suara yang pelan, kemudian bangkit dari tempat duduknya lalu meninggalkan Callista beserta Rihana.

"Waalaikumsalam ...," jawab Callista dengan air mata yang seketika perlahan menetes di pipinya.

"Ceritakan kepadaku Callista, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Rihana sambil menghapus air mata yang menetes di pipi Callista.

Callista tidak langsung menjawab dia hanya memeluk Rihana dengan erat sambil menangis tersedu-sedu dalam pelukkannya.