Tidak lama kemudian, terdengar suara dari seberang telepon. "Gu Xiaoran?" panggil Mo Qing dengan suaranya yang berat dan terdengar senang.
Lalu, beberapa setelah itu, terdengar suara pengumuman diikuti suara manis seorang wanita dari seberang telepon, "Perhatian-perhatian, para penumpang pesawat udara dengan nomor penerbangan XXXX tujuan Los Angeles, dipersilahkan segera naik ke pesawat udara melalui pintu nomor 3. Terima kasih."
"Tuan Mo, tiket Anda sudah siap," ucap pramugari sambil menyerahkan tiket kepada Mo Qing. Dia memang sedang berada di ruang tunggu bandara internasional untuk menuju ke Los Angeles saat ini.
Mendengar suara dari seberang sana, Gu Xiaoran segera menutup mulutnya dengan tangannya karena sangat terkejut. Tanpa mengucapkan apa pun, dia dengan cepat mematikan sambungan teleponnya. Memohon pertolongan dari Mo Qing untuk urusan Feng Gang dan membuatnya kalah taruhan, sama sekali tidak sebanding.
Sedangkan Mo Qing di seberang sana memandang layar ponselnya dengan bingung. Seorang Gu Xiaoran tidak pernah sekalipun menghubunginya terlebih dahulu. Curiga jika gadis itu memutar nomor yang salah, dia segera menoleh pada Lin Yizhi yang berada di sebelahnya dan berkata, "Yizhi, segera periksa bagaimana keadaan Gu Xiaoran di sana."
Lin Yizhi pun segera menekan tombol pada ponselnya. Dan tidak lama kemudian, dia telah mendapatkan berita lengkap dan akurat dalam waktu kurang dari lima menit.
"Nona Gu terlibat perkelahian dengan putra direktur perusahaan Hongda. Sekolah memintanya untuk memanggil walinya untuk datang ke sekolah siang ini," lapor Lin Yizhi pada Mo Qing.
Mendengar laporan tersebut, Mo Qing mengerutkan dahinya. "Bocah yang mengejar-ngejarnya itu?" tanyanya menyelidik.
"Ya. Aku akan segera menyuruh seseorang untuk menanganinya," jawab Lin Yizhi sambil mengangguk dan kemudian sibuk menghubungi seseorang.
Baru saja asistennya itu hendak menghubungi seseorang, Mo Qing kembali berkata, "Ubah jadwal penerbangan menjadi esok hari."
Di sisi lain, Gu Xiaoran tertunduk lesu sambil memegang telepon genggamnya. Saat ini, dia hanya dapat berharap agar Feng Gang segera tersadar. Jika keadaan pria itu baik-baik saja, maka masalah ini tidak akan menjadi terlalu serius.
Tiba-tiba, dari kejauhan seseorang tampak berjalan terburu-buru ke arah Gu Xiaoran. Setelah tiba di depan gadis itu, orang itu berkata, "Gu Xiaoran, saya sudah mencarimu kemana-mana. Bagaimana dengan walimu?" Kepala Sekolah itu terlihat terengah-engah.
"Tidak datang," jawab Gu Xiaoran singkat sambil menengadahkan kepalanya menatap Kepala Sekolah yang sudah berada di depannya.
"Bukankah sudah kuberitahu, jika kamu harus memanggil walimu untuk datang ke sekolah hari ini?" tanya Kepala Sekolah lagi. Nadanya kali ini terdengar sangat tidak sabaran, bahkan matanya terlihat melotot padanya.
"..." Gu Xiaoran hanya terdiam dan tidak menyahuti perkataan Kepala Sekolahnya itu.
Melihat reaksi anak muridnya itu, Kepala Sekolah dengan cepat berkata, "Sudah lupakan. Kamu ikut ke ruangan saya dulu." Dia berkata sambil berjalan kembali menuju ruangannya.
Di ruangan kepala sekolah, Feng Gang terlihat duduk bersandar di sofa dan ibunya duduk di sebelahnya, terlihat bagaikan singa yang siap menerkam mangsanya. "Saya sudah menghubungi kalian dari siang tadi untuk memberikan penjelasan. Sampai sore begini masih tidak ada berita apa-apa. Apa maksudnya ini?" cecar ibu Feng Gang pada Wakil Kepala Sekolah.
"Kami telah memanggil siswi Gu Xiaoran dan memintanya untuk memanggil walinya untuk datang menghadap ke sekolah, Bu," jelas Wakil Kepala Sekolah pada ibu Feng Gang dengan sangat hati-hati.
"Lalu dimana mereka sekarang? Kami sudah menunggu sampai hampir keriput, namun mereka tidak juga terlihat batang hidungnya!" seru ibu Feng Gang masih dengan penuh emosi.
Gu Xiaoran memasuki ruangan kepala sekolah dan semua mata yang berada di dalam ruangan itu sontak tertuju padanya. Ketika Nyonya Feng melihat Gu Xiaoran, tatapan matanya terlihat seolah-olah dia menatap salah satu barang murahan yang menjijikkan terpampang di depannya.
"Saya pikir siapa yang begitu tidak tahu aturan. Ternyata orang itu adalah gadis yang mendekati kantong uang berjalan, Han Ke rupanya. Apa kamu pikir setelah mendapatkan jackpot besar, itu artinya kamu telah menjadi orang hebat dan bisa melakukan hal sesuka hatimu?!" amuk Nyonya Feng pada Gu Xiaoran dengan sangat ketus.
Gu Xiaoran segera akan menikah dengan Han Ke, namun orang-orang terus saja menganggapnya seolah bagaikan wanita simpanan yang mendekati kantong uang berjalan. Hal ini sungguh-sungguh membuat hatinya terluka mendengarnya.
"Nyonya Feng, Anda tenang dahulu. Mari kita bicarakan baik-baik. Menurut Anda bagaimana penyelesaian dari masalah ini?" ucap Wakil Kepala Sekolah sambil menyerahkan secangkir teh dengan kedua tangannya pada ibu Feng Gang.
Semakin menatap Gu Xiaoran, semakin panas pula hati Nyonya Feng. "Jangan biarkan manusia seperti ini tetap berada di sekolah dan melukai orang lain. Pengaruh buruk!" serunya dengan ketus.
"Baiklah, kami mengerti. Dia akan dikeluarkan dari sekolah sesuai dengan peraturan yang ada," ucap Wakil Kepala Sekolah, seolah-olah terdengar begitu adil dan bijaksana.
Tubuh Gu Xiaoran gemetar ringan mendengar keputusan Wakil Kepala Sekolah barusan. Dia akan lulus sekolah satu bulan lagi, jika dia dikeluarkan dari sekolah saat ini, maka hidupnya akan berakhir. Masa depannya pun akan hancur berantakan.
Nyonya Feng sangat senang mendengar keputusan yang diambil oleh Wakil Kepala Sekolah, hatinya pun merasa lega seketika. "Ayahnya tidak perlu datang untuk menemuiku. Itu hanya akan mengotori pandangan mataku saja. Cukup dia saja berlutut di hadapan anakku semalaman, aku akan menganggapnya sebagai permohonan maaf. Dan juga segala biaya berobat, semua vitamin dan pengeluaran yang timbul, dia harus mengganti semuanya itu. Jika tidak mempunyai uang, dia dapat memintanya pada Han Ke. Jika masih tidak bisa juga, maka keluarga kami akan membawanya ke ranah hukum. Apa yang terjadi pada anakku di sekolah hari ini, jelas-jelas adalah kesalahannya yang sengaja ingin melukai anakku. Dan tentu saja sekolah tidak akan lepas dari tanggung jawab ini," tutur Nyonya Feng panjang lebar dengan tegas.
"Baik. Sudah seharusnya demikian," balas sang Wakil Kepala Sekolah sambil menoleh dan melotot pada Gu Xiaoran memintanya memberi pernyataan.
"Anda dapat mengeluarkan saya dari sekolah, tapi saya tidak akan pernah meminta maaf padanya. Bajingan seperti dia pantas mati," jawab Gu Xiaoran dengan dingin dan ketus, sementara wajahnya menjadi merah karena marah. Semuanya ini terlalu tidak adil baginya.