webnovel

Makan Siang Penuh Cinta

Editor: Wave Literature

Atas permintaan Gu Xiaoran, helikopter tidak mendarat langsung di sekolahnya. Namun mendarat di atap sebuah bangunan di seberang sekolah. Sementara Mo Qing memiliki rapat penting pagi ini, jadi Lin Yizhi yang menemani gadis itu hingga sampai di sekolah. 

Lin Yizhi menatap Gu Xiaoran yang bersiap turun dari helikopter. Tiba-tiba, sebuah perasaan khawatir memenuhi hatinya. "Nona Gu, apa Anda baik-baik saja untuk berjalan ke sekolah dari sini sendiri?" tanyanya dengan sopan.

"Tentu saja tidak masalah," sahut Gu Xiaoran singkat sambil melirik jam tangannya. Masih ada waktu 5 menit sebelum ujian dimulai, jika dia bergegas pergi ke ruangan ujian, seharusnya dia masih memiliki waktu untuk beristirahat. 

Gu Xiaoran segera melangkahkan kakinya melompat turun dari helikopter. Namun, ketika mendaratkan kakinya di tanah, lututnya terasa lemas dan dia terjatuh dengan posisi berlutut. Tepat sebelum lututnya terantuk tanah, Lin Yizhi dengan sigap menopang tubuhnya. Saat ini dia mengerti apa maksud pertanyaan pria itu barusan, sehingga pipinya pun menjadi merah seperti monyet seketika.

Mo Qing berengsek! Umpat Gu Xiaoran dalam hati. Kedua kakinya terasa begitu lemas sampai-sampai tidak mampu menopang tubuhnya sama sekali. Rasa benci dan jengkel memenuhi setiap rongga hatinya dalam waktu singkat. Berlari ke ruang ujian, mungkin hal itu dapat terwujud di dalam mimpinya, bahkan kura-kura saja akan berjalan lebih cepat dibandingkan dengan dirinya saat ini.

Ketika Lin Yizhi datang tadi, tubuh Gu Xiaoran telah dibersihkan secara menyeluruh. Dan juga ketika memasuki helikopter tadi, dia secara khusus mengamati pria itu. Jelas-jelas dia terlihat sibuk dengan dokumen-dokumen yang ada di hadapannya. Bagaimana mungkin pria ini dapat menyadari bahwa aku sedang 'bermasalah' saat ini? Pikirnya.

"Jika Nona Gu berjalan ke sekolah sendirian, pasti kemungkinan besar akan terlambat untuk mengikuti ujian. Izinkan saya untuk mengantar Anda sampai ke ruang ujian, Nona," tutur Lin Yizhi dengan penuh sopan santun.

Akhirnya Gu Xiaoran pasrah dan membiarkan dirinya diantarkan oleh pemuda tampan itu sampai tiba di ruang ujian. Dia merasa telah kehilangan wajah dan hidupnya sepanjang perjalanan.

Ruangan kelas berada di lantai 2. Guru pengawas terlihat berjalan mondar-mandir di koridor sekolah dengan mengetukkan tongkat panjang ke telapak tangannya. Siapa pun yang telah berada di sekolah selama paling tidak tiga hari, pasti mengetahui apa maksud ketukan tongkat tersebut. Ya, ketukan tongkat tersebut adalah hitungan mundur hingga bel sekolah berbunyi. Ketika bel sekolah berbunyi, maka ketukan itu juga akan berhenti. Dan itu artinya, siapa yang belum masuk ke dalam kelas, akan mengalami kesialan terbesar dalam hidupnya hari itu.

Ketika Gu Xiaoran tiba di lorong lantai 2, guru pengawas terlihat menatapnya tajam. Matanya yang tajam bagaikan elang tampang menyapu setiap ujung tubuhnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Setiap langkahnya terasa bagaikan sebuah siksaan baginya, matanya memandang ujung tongkat yang terlihat bagai cambuk maut itu, sementara jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Saat ini, sangat sulit baginya untuk berjalan, jika sampai terjatuh di depan guru pengawas tersebut, maka akan dipastikan bahwa hari ini merupakan hari kematiannya.

Guru pengawas tersebut terlihat berjalan mendekatinya dengan tatapan mencibir. Gu Xiaoran semakin ngeri melihatnya. Untungnya, tepat ketika bel berbunyi, dia telah berhasil masuk ke dalam ruangan kelas dengan selamat. Dia pun menghela napas panjang dan hampir saja jatuh terduduk di depan pintu kelas. Namun, kemudian tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata kecewa dari guru killer tersebut, sehingga dia segera berpura-pura terlihat baik-baik saja dan pergi ke tempat duduknya.

Selesai ujian, Gu Xiaoran baru menyadari bahwa dia belum makan apa-apa sejak kemarin. Oleh karena itu, perutnya terasa lapar setengah mati saat ini. Tepat ketika dia hendak pergi ke kantin untuk makan, Bibi Zhang, tukang bersih-bersih sekolah menghentikan langkahnya. 

"Nak, ada orang yang mengirimkan bekal ini untukmu," ujar Bibi Zhang sambil menyerahkan sebuah kotak makan siang yang terbuat dari kayu yang sangat indah.

"Bibi, apa Anda tidak salah orang?" tanya Gu Xiaoran dengan sopan.

Sejak menerima telepon dari Lin Yizhi kemarin, Han Ke belum menghubunginya lagi. Sedangkan setiap ayahnya mengirimkan beberapa pesan teks padanya, dia selalu menjawab dengan satu jawaban yaitu 'baik-baik saja', jadi seharusnya tidak mungkin ada orang yang memberinya bekal seperti ini.

"Tidak mungkin salah. Ini untukmu," ucap Bibi Zhang sambil mengeluarkan sebuah catatan yang bertuliskan nama dan kelas gadis itu. Bekal itu memang untuknya. Catatan kecil itu dituliskan dengan tulisan tangan yang tegas dan jelas. Sangat indah dan familiar baginya.

Tulisan tangan milik Ziyan, gumam Gu Xiaoran dalam hati. Menyadari tulisan tangan pria itu, dia dengan segera menerima bekal tersebut dan berterima kasih pada Bibi Zhang sebelum bergegas pergi dari sana. Namun saat baru beberapa langkah, ponselnya terasa bergetar dari dalam sakunya. Dia pun meraih ponselnya dan melihat sebuah pesan masuk pada layarnya.

'Cepat makan bekalmu. Kamu masih punya waktu satu setengah jam untuk tidur', tulis Mo Qing.

Membaca pesan singkat itu, membuat Gu Xiaoran kesal dan hendak membuang kotak bekal itu ke dalam tong sampah. Tepat ketika dia hendak melakukannya, ponselnya kembali bergetar.

'Jika kamu berani membuangnya, aku akan pergi ke asrama mu untuk 'memukul' pantatmu', tulis Mo Qing dalam pesannya.

Begitu membaca pesan tersebut, Gu Xiaoran langsung mengerti. 'Memukul' yang dimaksudkan oleh Mo Qing adalah 'memukul' dalam artian lain.