Rihana pov
"Mau ngapain kamu.?!" seru paman Raka saat melihatku naik keatas ranjang dan merebahkan tubuh.
"Aku kedinginan paman,lagian bosan kalau harus menunggu sampai pintu di buka. Lebih baik aku tidur dulu." jawab Rihana. Dia tak memiliki pikiran busuk sedikit pun pada Raka,tidak berfikir jauh jika aksinya itu bisa saja membuat Raka memikirkan hal di luar logika. Rihana terlalu yakin kalau Raka tak akan berbuat macam-macam padanya.
Kesal karna pria dewasa itu tak kunjung mengeluarkan kunci kamar dari saku celananya,aku memilih beranjak ke ranjang. Daripada harus merogoh saku celana paman Raka, lebih baik tetap berada di kamar ini sembari tidur untuk menunggu sampai waktu yang dia tentukan,toh sejauh ini paman Raka masih terlihat dingin dan cuek padaku,rasanya tak mungkin jika tiba-tiba dia berbuat macam-macam padaku.
Aku memejamkan mata setelah membalut tubuh dengan selimut tebal udara di kamar ini terasa sangat dingin. Aku rasa suhu pendingin udara di sini sangant rendah. Bisa di pastikan berada di angka 16 derajat.
Tak peduli dengan tatapan paman Raka yang sepertinya heran melihatku berbaring santai di atas ranjang. Dia bahkan kehabisan kata-kata untuk menanggapi ucapanku.
"Kamu itu benar-benar mengganggu.!" serunya dengan menaikkan nada bicaranya.
Aku membuka mata dan menatap kesal ke arahnya.
"Aku udah minta keluar loh paman,tapi paman sendiri yang nggak mau ngasih kuncinya." Protesku.
"Itu artinya paman sendiri yang mau di ganggu."
"Lagian aku mau tidur,enggak bakal ganggu paman."
Salah siapa menahan ku di kamar ini. Padahal kalau tidak mau ada aku di kamar ini, di hanya perlu mengeluarkan kunci kamar dan aku akan keluar dari kamar ini dengan senang hati.
"Poman paman,,poman paman..!!! Saya nggak punya keponakan kamu.!" ketusnya dingin. Kulihat sebelah tangannya merogoh saku celananya.
"Siapa tau aku nantu jadi keponakan nya paman,," celetuk ku sambul menahan tawa. Melihat paman Raka yang kesal karena terus di panggil paman. Aku jadi senang menggodanya agar semakin kesal.
Paman Raka langsung menatap jengkel,dia lalu melempar kan kuci ke atas ranjang.
"Cepat keluar sana.!!" Serunya setelah melemparkan kunci kamar padaku. Kesempatan ini tidaj aku sia-siakan. Aku bergegas turun dari ranjang sembari menggenggam kunci itu.
"Makasih ya pama yang baik hati,," kataku yang tak di tanggapi apapun olehnya. Dia cuek saja sembari menghisap rokok.
Aku menutup kembali pintu kamar setelah keluar. Buru-buru turun ke lantai bawah untuk segera pergi dari tempat ini. Jangan sampai Tiara dan Dirga melihat aku pulang seorang diri.
"Kenapa turun sendiri.? Si om-om hidung belang itu nggak bisa di ajak sandiwara ya.?" suafa menjengkelkan itu tiba-tiba terdengar saat aku baru selesay menuruni tangga. Ku lirik Tiara yang sedang tersenyum mengejek kearahku.
"Niat hati mau pamer pacar baru,rupanya cuman asal gandeng laki-laki." Cibirnya dengan nada penuh kepuasan. Aku terkejut mendengarnya,darimana Tiara tau kalau aku hanya pura-pura memiliki kekasih dan asal menggandeng laki-laki untuk di pamerkan pada mereka.
"Siapa yang asal gandeng.?! Aku gandeng tangan kekasihku sendiri, memang nggak boleh.??!" sahutku sedikit menyolot. Aku tidak mau Tiara semakin mencibir ku jika ucapanya tidak aku bantah. Meski Tiara terlihat tidak percaya,aku akan tetap mengakui paman Raka sebagai kekasihku di depannya.
"Oh ya.?? Terus kenapa tadi hanya diam saja.?"
"Lagian aku udah tau kalau om hidung belang itu pengunjung setia disini. Mana mungkin tiba-tiba jadi kekasih kamu.? Jangan mimpi kamu,,!" ketusnya.
Aku di buat emosi sekaligus kebingungan. Ku sedang mencari cara untuk membungkam mulut Tiara dengan membuktikan padanya kalau paman Raka memang kekasihku.
"Dirga saja bisa berpaling,mana mungkin laki-laki setampan dia mau sama kamu.!" Tiara kembali melayangkan cibirannya yang membuat dada semakin terasa sesak. Ucapanya seolah mengatakan kalau aku tak pantas memiliki kekasih yang jauh lebih segalanya di bandingkan Dirga. Tiara terlalu merendahkan ku,padahal dia sendiri sangat rendah.
"Aku akan buktikan sama kamu kalau dia benar-benar kekasihku.!" ketus ku sembari kembali naik ke lantai atas. Tak ada cara lain untuk membungkam mulut Tiara selain membawa paman Raka kehadapanya. Tiara harus mendengarnya langsung dari mulut paman Raka agar dia percaya.
Aku masuk ke kamar tadi setelah mengetuk pintu berulang kali. Rupanya paman tidak mengunci pintu setelah aku keluar,dia bahkan masih di tempat semula dengan batang rokok yang masih baru ditanganya. Entah berapa banyak batang rokok yang sudah dia hisap.
"Mau apa lagi kamu.?!" Tanyanya dengan nada ketus. Sebenarnya sedikit menjengkelkan,tapi karna wajahnya tampan dan aku sedang butuh bantuannya,mau tak mau harus bersikap tenang denganya.
"Maaf paman,demi apapun aku nggak bermaksud ganggu paman. Tapi keadaan yang membuatku harus datang lagi kesini."
"Aku butuh bantuan paman,," ucapku memohon. Aku duduk di sebelahnya tanpa di suruh.
"Tadinya aku mau langsung pulang,tapi ketahuan sama penghianat itu." keluh ku. Kali ini aku tak pura-pura memelas di depannya,aku benar-benar memasang ekspresi sedih yang natural.
"Dia sudah tau kalau paman bukan kekaihku."
"Please,!!!tolongin aku ya paman." kedua tanganku mengatup di depan dada karena memohon pada paman Raka.
"Paman harus ikut denganku ketemu sama mereka dan bilang kalau aku kekasih paman.!" pintaku.
Ekspresi wajahnya terlihat tidak terima.
"Memangnya kamu siapa berani nyuruh-nyuruh saya.?!" Jawabnya. Paman Raka terlihat geram,tapi aku juga tidak bisa menyerah begitu saja demi membuktikan pada Tiara kalau aku benar-benar memiliki kekasih.
"Paman tau nggak sih kalahu nolongin orang ituh dapat pahala,," Aku sedikit merayu dengan nada bicara yang lembut dan lirih.
"Saya lebih tau dari kamu.!" lagi-lagi paman Raka menanggapi dengan ketus.
"Bagus dong kalau begitu. Berarti paman mau kan bantuin aku.?"Aku menyengir kuda.
"Ayolah paman,,,paman yang tampan dan baik hati,," terpaksa aku mengeluarkan pujian untuk laki-laki yang baru aku kenal.
"Aku janji ini terakhir kalinya aku nyusahin paman,,"ujarku.
Sudut bibir paman Raka terangkat,membentuk gurat senyum simrk.
"Udah sadar kalau kamu nyusahin saya.?" katanya.
"Jangan harap saya mau bantuin kamu lagi setelah ini.!" ketus paman Raka sembari mematikan rokok di asbak.
Aku bersorak senang mendengarnya,sampai refleks mendekap lengan paman Raka yang besar dan terasa berotot. Segera ku lepas kan lengannya lantaran mendapatkan tatapan mematikan dari si pemilik lengan.
Aku harus mengatakan terimakasih pada paman Raka sembari mengajak keluar untuk menemui Tiara. Tidak sabar rasanya melihat reaksi Tiafa saat melihat paman Raka akan mengaku sebagai kekasihku di depannya.
Setelah meminta ijin dengan penuh perjuangan,akhirnya aku bisa mendekap mesra lengan besar paman Raka setelah menuruni tangga. Hal iti supaya Tiara bisa melihat lagi kedekatanku dengan paman Raka.
"Mereka ada disana paman,," ku arahkan jari telunjukku, menunjuk Dirga dan Tiara yang terlihat sedang bercanda dengan senyum bahagia di bibir keduanya.
Sakit rasanya melihat mereka bisa sebahagia itu setelah menghianatiku.
Aku akan pastikan kebahagiaan mereka tak bertahan lama. Kalian berdua seharusnya tidak bahagia di atas rasa sakitku.
"Anak ini benar-benar menyusahkanku.!" Gumamnya lirih. Aku bisa mendengarnya dengan jelas, tapi memilih diam karena memang kenyataannya seperti itu.
Aku bisa melihat wajah Tiara yang terkejut karna kedatanganku bersama paman Raka.