Suasana penuh haru biru terjadi di depan gundukan tanah yang masih memerah dengan taburan bunga yang masih segar. Ibu Rio menangis histeris di pelukan suaminya. Masih tak menyangka jika sang putra bahkan sudah menyiapkan kado pernikahan untuk mereka.
Sebuah kado yang sederhana tapi penuh makna. Ify saja kini sudah menangis sesenggukan di pelukan Gabriel.
Dua makam berdampingan sang kakak dan adik itu sukses membuat Ify ikut merasakan sesak seperti yang dirasakan oleh Ayah dan Ibu Rio.
Mungkin tak sama, karena Ify yakin, rasa sakit mereka bahkan lebih dari ini. Tapi percayalah, dada Ify ikut sesak dan ada sesuatu menyakitkan yang membuatnya ingin terus menangis. Sayangnya ia tak tahu jenis sakit seperti apa, sehingga yang bisa ia lakukan hanya menangis dan menangis membuat Gabriel bingung bagaimana harus meredakan tangis gadis yang kini ada di pelukannya.
"Nak!"
Panggilan dari Ayah Rio membuat Ify melepaskan diri dari pelukan Gabriel dan menyeka air matanya dengan cepat. Pandangannya agak mengabur karena air mata, sehingga membutuhkan waktu agak lama hingga matanya benar-benar bisa melihat dengan jelas.
"Ada apa, Om?" tanya Ify meski masih sesenggukan.
"Terimakasih!" ucap Ayah Rio dengan tulus. Ia masih sibuk mendekap istrinya dan memberikan usapan kasih sayang untuk menghentikan tangisnya.
Ify menggeleng. "Ini sudah menjadi tugas saya, Om. Karena saya sudah menyanggupi untuk membantu."
Setelah Ibu Rio siuman, Ify diberondong dengan berbagai pertanyaan yang membuatnya terpaksa menceritakan semua pertemuan dan permintaan Rio. Tentu saja ia tak menceritakan bagaimana randomnya pertemuan mereka dan juga mimpinya. Ia akan menyimpan itu semua untuk dirinya sendiri.
Meski awalnya tak percaya, tapi mau tidak mau mereka juga percaya karena Gabriel juga ikut memberi pengertian karena ia anak indigo.
"Bagaimanapun, kami tetap berterimakasih, mungkin selamanya kami akan saling menyalahkan jika Rio tak meminta pertolongan kalian. Kami menyesal, tapi itu tak akan membuat Rio dan Axcel kembali, jadi kami akan baik-baik saja tanpa saling menyalahkan. Seperti apa yang diinginkan oleh Rio. Dia bahagia bersama kakaknya, maka kami akan ikhlas dan berbahagia di sini." Satu tetes air mata yang sedari tadi ditahan oleh Ayah Rio akhirnya lolos setelah selesai mengucapkan perkataannya.
Ify kembali tergugu. Usapan Gabriel di pundaknya sama sekali tak bisa menghentikan air mata yang selalu berlomba untuk keluar, hingga ia melihat dua orang sosok berbaju putih yang tengah tersenyum berada di sebelah makam Rio dan Axcel.
Tentu saja Ify mengenali salah satunya, tapi Ify bisa menebak jika yang satu adalah Axcel, kakak Rio.
Sudut bibir Ify ikut tertarik meski air mata masih setia turun. Bagaimanapun kisah mereka kini sudah berakhir. Ify akan menyimpan baik-baik semua kenangan itu dalam memori otaknya sampai ia tua dan menyusul mereka.
"Selamat tinggal!" Gerakan bibir Rio yang mampu dibaca Ify sebelum dua sosok itu menghilang.
Tangis Ify semakin keras saat Ayah dan Ibu Rio memutuskan untuk pamit terlebih dahulu karena kondisi Ibu Rio yang melemah.
Gabriel sampai dibuat kewalahan menenangkan tangis Ify.
"Udah ya, Fy! Kita pulang!"
Ify tak menjawab, ia hanya berjongkok di sebelah nisan Rio. Tangannya mengusap lembut nisan itu.
"Selamat jalan, Rio! Tunggu aku jika waktunya tiba," lirih Ify ditengah isakannya.
Dengan berat hati, Ify akhirnya menurut saat Gabriel membimbingnya untuk pulang. Ia sama sekali tidak mengerti dengan hatinya. Ada sesuatu yang hilang dan itu terasa sangat sakit. Seperti kuku yang dicabut secara paksa.
Apakah ia sudah jatuh cinta kepada pemuda itu?
Jika iya, bukankah cintanya begitu miris??
Mereka saling mencintai tapi tak bisa bersatu karena berbeda dunia?
Sungguh kisah cinta yang Ify saja bahkan tak pernah menduga akan datang dengan cara yang tak biasa.
****
Sore ini Ify menerima ajakan Gabriel untuk keluar sekedar jalan-jalan. Satu minggu sudah berlalu semenjak peristiwa penuh haru biru itu. Sesekali, Ify masih mengunjungi makam Rio, berharap masih bisa bertemu meski hanya bisa melihat, tapi keinginannya tak pernah terkabul.
Dengan pakaian yang casual, Ify menuruni tangga rumahnya. Di ruang tamu, terlihat Gabriel tengah bercanda bersama Deva. Entah kemana sang Mama, tapi Ify menebak jika sang Mama kini tengah arisan dengan tetangga.
"Berangkat sekarang?" tanya Gabriel begitu melihat Ify.
Ify hanya mengangguk tanpa mengucapkan satu katapun.
"Duluan, Dev!" pamit Gabriel yang dibalas anggukan oleh Deva.
"Hati-hati! Pulangin kak Ify dengan selamat, jangan sampai lecet!" pesan Deva dengan kekehan kecil yang dihadiahi pelototan oleh Ify.
"Siap, Bos!" balas Gabriel dari depan pintu tanpa membalikkan badannya. Hanya jari telunjuk dan ibu jarinya yang membentuk huruf O.
Ify kemudian menyusul Gabriel dan masuk ke mobil pemuda itu. Masih pukul dua siang dan belum waktunya pekerja kantor pulang kerja sehingga jalanan belum terlalu macet.
Dalam waktu tiga puluh menit kini mereka sudah tiba di sebuah kafe bernuansa sejuk karena berbagai tumbuhan yang memang sengaja di letakkan di dalam kafe.
Ada juga air terjun buatan di pojok kafe dengan lampu warna-warni yang selalu menjadi spot foto favorite jika berkunjung ke kafe ini.
Ify dan Gabriel memilih untuk duduk di dekat air terjun buatan itu. Suara gemericik air yang jatuh seperti suara hujan yang mampu membuat Ify tenang. Belum lagi ia bebas menghirup oksigen yang membawa bau daun-daun dan bunga yang berada di dalam kafe ini. Benar-benar kafe bernuansa alam dan menenangkan.
"Kamu pesan apa?" tanya Gabriel saat pelayan mendekat dengan buku menu.
"Samain aja," ucap Ify dengan senyuman tipis. Matanya sibuk mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kafe. Matanya benar-benar termanjakan dengan dekoran kafe yang begitu unik.
Pelayan pergi setelah Gabriel memesan menu untuk mereka berdua. Ia memandang Ify yang masih sibuk melihat-lihat dengan senyuman lebarnya.
"Suka dengan dekorasinya?" tebak Gabriel yang langsung diangguki oleh Ify.
Kedaan kemudian hening tanpa satu orang pun yang berniat membuka suara membuat Gabriel tidak nyaman.
"Fy!" panggik Gabriel ragu-ragu, namun gadis berdagu tirus itu menoleh dan memberikan atensi penuh pada Gabriel.
"Ada yang mau aku bicarakan!"
"Ada apa, Iel?" tanya Ify heran. Apalagi saat melihat Gabriel sedikit gugup.
"Emm ... Ak-"
"Silahkan dinikmati!"
Ucapan Gabriel terpotong saat pesanan mereka datang. Gabriel pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan pembicaraan mereka.
Sepuluh menit berlalu dalam hening. Hanya suara denting sendok dan piring serta suara pengunjung lainnya yang menjadi backsound makan siang mereka.
"Fy!" panggil Gabriel begitu melihat Ify selesai dengan makanannya.
Ify mengalihkan atensinya dengan menatap Gabriel penuh tanya. Menunggu pemuda itu meneruskan ucapannya.
"Aku mencintaimu, Fy! Entah sejak kapan tapi aku menyukaimu saat pertama aku melihatmu!" ungkap Gabriel setelah mengumpulkan keberaniannya. Meski ia sangat pesimis dengan jawaban Ify, setidaknya ia sudah lega karena berani mengungkapkan.
Ify terlihat tenang tak terkejut sama sekali. Seulas senyum terbit di bibir Ify. Senyum yang sama sekali tidak bisa dibaca oleh Gabriel maksutnya apa.
"Sebelumnya aku minta maaf."
Ify menjeda ucapannya membuat Gabriel menghembuskan napas pasrah. Ia seperti sudah bisa menebak kalimat selanjutnya yang akan diucapkan oleh Ify.
"Kamu pasti tahu apa yang terjadi antara aku sama Rio. Di mimpi saat aku koma pun, Rio juga berpesan hal yang sama. Ada seseorang yang menungguku dan mencintaiku, mungkin itu kamu tapi mungkin juga bukan. Ak-aku masih ragu, Iel. Maaf kalau aku belum bisa memberimu kepastian," lanjut Ify dengan wajah tertunduk. Ia tidak sampai hati menyakiti Gabriel, pemuda itu sudah begitu baik dan perhatian padanya, tapi ia juga tak bisa berpura-pura jika hatinya masih ragu.
"Hey!" Tangan Gabriel terulur mengangkat dagu Ify hingga tatapan mereka bersirobok.
"Aku mengerti, kamu butuh waktu dan aku akan selalu menunggu sampai kapanpun itu. Tapi ijinkan aku untuk selalu di sisimu!" pinta Gabriel dengan senyum terbaik yang ia miliki. Mencoba menyembunyikan luka yang berhasil tertoreh meski masih ada sedikit harapan.
Ify mengangguk dengan senyum lebarnya membuat Gabriel terkekeh dan mengacak rambut Ify membuat sang empunya berteriak kesal.
Biarlah! Mungkin belum saatnya cinta yang ia miliki terbalas. Gabriel cukup sadar, jika diantara Rio dan Ify tercipta perasaan yang tak seharusnya. Namun, selama ia diijinkan untuk selalu berada di sisi gadis itu, ia akan selalu berusaha untuk membuat gadis itu mencintainya.
Semua hanya tentang waktu. Yaa .. bukankah ada yang bilang cinta ada karena biasa?
Gabriel hanya berharap, itu akan terjadi pada Ify. Meski harapannya harus kandas, setidaknya ia sudah berusaha melakukan yang terbaik.
****TAMAT****
Thank you very much 😘
makasih udah baca cerita gaje ini, semoga kalian bahagia selalu
See u 😘😘
Thanks
_Dee
Sidorajo, 17 Maret 2020